Share

6. Lipan Betina (2)

Meski sadar diri kalau akurasinya tidak sebaik Miaocai, Yuanrang masih belum menyerah, Yuanrang masih terus menyerang lipan betina. Dari puncak batu, dia menggunakan pengendalian logam. Bagai digerakkan oleh hantu, pedang Yuanrang pun berkali-kali menusuk tubuh lipan. Kadang terkena punggung dan kadang terkena bagian bawah. Tidak semuanya kena.  Yuanrang terus menyerang bagian leher dekat mulut. Target utama tentu merusak kalenjar yang memproduksi cairan aneh itu.

Mengde keluar dari persembunyiannya. Dia bersembunyi di batu yang sama dengan Miaocai. Mata bocah cerdas itu terus mengamati tingkah lipan betina yang kesakitan. Sambil memikirkan cara bagaimana mengalahkan lipan betina menjijikkan ini. Setelah beberapa detik, lipan mulai pulih kembali. Berjalan lagi merayap batu untuk menyerang Yuanrang. Menurut analisis Mengde, lipan betina ini mengidentifikasi hanya ada satu objek yang mengancam nyawa. Yaitu Yuanrang. Tidak bisa mengidentifikasi dua ancaman lain. Meski ukurannya besar, namanya juga hewan. Lipan tak mampu berpikir dengan baik.

“Haruskah aku turun tangan? Akan kubakar lipan betina ini!” kata Mengde.

“Belum,” kata Miaocai yang menarik anak panah sambil menambahkan energi es, “Terlalu berbahaya selama dia masih mampu menembakkan cairan menjijikkan itu.”

“Aku tidak enak karena hanya kalian yang bertarung. Mungkin aku bisa sedikit membantu dengan …”

“Hentikan rasa tidak enak tololmu yang subjektif itu, Mengde. Otakmu jauh lebih hebat daripada kemampuan fisikmu.”

Mengde pun tertawa, “Aku bingung, kalimatmu barusan pujian atau ejekan?”

“Bisa keduanya,” tawa Miaocai.

“Sekarang, Miaocai!!” teriak Yuanrang.

Miaocai menembak lagi dengan panah sesuai perintah Yuanrang. Kali ini targetnya bukan mengenai kalenjar. Prioritas yaitu melindungi Yuanrang. Tembakan barusan tepat kepala dan merusak bagian atas mulutnya. Belum sempat mencapai Yuanrang, lipan betina itu jatuh ke tanah lagi. Melihat mulut yang sudah rusak, timbul pertanyaan di benak Miaocai.

“Mengde, kau lihat mulut atas?” kata Miaocai.

“Ya. Kenapa?” kata Mengde.

“Kalau mulut bagian atasnya sudah rusak, apakah dia mampu menembakkan cairan dengan baik?”

“Brengsek! Boleh juga pertanyaanmu.”

“Akan kucoba tembak lagi. Kubidik rahang bawahnya,” kata Miaocai dengan teknik yang sama.

            Beginilah filosofi dan seni perang yang diajarkan oleh pertapa bernama Yudhistira. Pertapa yang jauh-jauh datang dari negara India itu sangatlah bijak dan berperan sebagai guru yang sangat baik. Kecerdasan dan kebijaksanaan yang tinggi dan terlatih, bisa mengatasi keadaan yang tersulit sekalipun. Membawa seseorang ke kemenangan, bertahan hidup dan keuntungan yang besar. Sekalipun tiga remaja ini minim pengalaman perang, mereka bisa optimis dengan nasehat dari Yudhistira. Lawan mereka berukuran lebih besar dari mereka. Tapi mereka tidak takut.

            Salah satu kebijaksanaan yang diajarkan oleh Yudhistira adalah konsep sadar diri atau mengenali diri sendiri. Sebelum menghadapi musuh atau permasalahan hidup, seorang manusia harus mengenali apa saja kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Tiga murid Yudhistira ini sadar, mereka bukan tokoh utama dari suatu cerita fiktif. Dimana tokoh utama yang punya kekuatan spesial dan privilege serta yang bisa hidup seterusnya sampai cerita berakhir. Di kehidupan nyata yang penuh konflik seperti ini, satu keputusan yang salah maka bisa membawa ke kematian.

            Konsep mengenali diri sendiri ini diterapkan oleh tiga murid Yudhistira di perburuan lipan raksasa ini. Mereka sadar diri kalau tidak punya pengalaman yang cukup. Di lihat dari waktu bertempur pun, mereka memang sengaja memilih siang hari supaya lebih mudah mengamati musuh. Di sisi lain, mereka juga tidak mengenali musuh dan juga tidak mengenali wilayah milik musuh. Karena itulah mereka membawa lipan raksasa di daerah yang netral dan mudah diamati. Seperti area padang rumput berbatu tempat mereka bertarung sekarang. Meski sudah di tempat netral, tiga murid Yudhistira juga tidak terlalu percaya diri. Mereka harus bertarung sedikit demi sedikit untuk melemahkan kemampuan bertarung musuh. Sebelum bertarung secara frontal.

            Berkat tebasan pedang Yuanrang dengan pengendalian logam, lipan raksasa sudah tidak mampu berjalan dengan normal lagi. Kaki-kaki lipan sudah tidak lengkap. Berjalan pun sudah oleng karena kehilangan keseimbangan. Musuh sudah cukup lemah. Namun sekarang berbeda dengan lipan jantan. Lipan betina ini kemungkinan masih mampu menembakkan cairan lagi. Karena itulah para pendekar harus memastikan dulu.

            “Tembak dia, Miaocai!” perintah Mengde

            Supaya tidak meleset lagi, Miaocai memperkecil jarak dengan lipan betina. Tapi tidak terlalu dekat juga. Tetap menjaga batas aman. Jaga-jaga untuk memberi waktu menghindar jika lipan betina menembakkan cairan. Tembakan Miaocai pun berhasil merusak mulut bagian bawah lipan. Jika panah biasa mungkin hanya menusuk saja. Jika panah yang sudah dilapisi es, maka lukanya akan tersebar. Tambah bonus efek pembekuan aliran darah musuh. Lipan pun berteriak kesakitan.

            Masih belum yakin, Miaocai maju tiga langkah sambil mengambil anak panah. Kemudian menembak lagi. Kali ini tepat mengenai permukaan kulit di atas kalenjar lagi. Meski begitu, Miaocai belum yakin juga. Baru akan menyerang lagi, lipan menatap dirinya.

            “Sial!” kata Miaocai yang berlari mundur.

            Lipan betina maju dan mulai bergerak mendekati Miaocai. Namun jarak antara mereka terus melebar. Ini karena kaki lipan sudah banyak yang hilang karena ditebas oleh Yuanrang. Sehingga kecepatan larinya melambat dan arah lari pun menjadi tidak jelas. Kestabilan pun rusak. Miaocai yang terselamatkan, segera mencari tempat persembunyian lain bersama Mengde.

            Dari ketinggian batu, Yuanrang mengamati pergerakan lipan betina yang mengejar. Selama mengejar, lipan betina tidak hanya dua kali menembakkan cairan. Jeda antar dua cairan itu pun cenderung lebih lama dari sebelumnya. Ditambah lagi arahnya tembakan pun tidak beraturan. Beda dengan ketika kondisi kalenjar milik lipan masih baik-baik saja. Lipan bisa menembakkan cairan setiap saat dan sesukanya. Sekarang tampak kesulitan. Kemampuan lipan yang menurun adalah tanda yang baik untuk para pendekar.

            “Miaocai! Mengde!” teriak Yuanrang, “Kalenjarnya hampir rusak! Dia tidak mampu menembakkan cairan dengan baik! Tembakanmu barusan tepat sasaran, Miaocai.”

            Teriakan Yuanrang malah memancing lipan. Tapi memang inilah yang memang dicari Yuanrang. Lipan yang tadi mengarah ke selatan, sekarang berputar balik ke utara. Dia mulai bergerak lagi sambil menembakkan cairan satu kali. Tapi cairan barusan tidak mengenai Yuanrang. Jarak antara lipan dan Yuanrang cukup jauh sehingga Yuanrang bisa dengan mudah menghindar. Yuanrang tetap bertiarap untuk menjebak lipan betina. Jika kepala lipan betina muncul, Yuanrang tinggal menusuk dan merobek kalenjarnya.

            “Ayo kemarilah, Nyonya Besar,” kata Yuanrang.

            Namun kali ini tidak sesuai rencana Yuanrang. Begitu muncul, mulut lipan langsung berusaha menggigit kaki Yuanrang, Yuanrang segera menghindar. Lipan bentina masih belum menyerah juga. Dia malah menembakkan cairan lagi meski arahnya kacau. Yuanrang segera menusukkan pedang ke mulut lipan betina. Memang berhasil. Namun, sebelum jatuh, lipan betina sempat mengibaskan bagian depan tubuh ke Yuanrang. Yuanrang berhasil menghindar. Tapi, karena area permukaan batu cenderung sempit, Yuanrang kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari batu. Untung dia berhasil menggapai tepian batu.

            “Yuanrang!!” teriak Mengde.

            “Aman!!” balas Yuanrang, “Aku masih bisa memanjat!”

            Susah payah, Yuanrang mencoba memanjat kembali ke posisi awal. Aslinya mudah karena pijakan batu juga mudah untuk dipanjat. Tapi karena kejadian barusan lumayan mengejutkan dan tidak terduga, Yuanrang sudah panik duluan. Bahkan Yuanrang tidak memikirkan pedangnya yang tersangkut di mulut lipan betina. Setelah menenangkan diri, Yuanrang berhasil naik batu pada akhirnya.

            “Berhati-hatilah!” teriak Mengde.

            “Lipan obesitas ini mengejutkanku!” Yuanrang balas teriak.

            Dari atas, Yuanrang melihat lipan betina menggeliat-geliat di bawah. Kesakitan karena pedang besar dan tajam menusuk ke dalam mulutnya. Dari sini pula, Yuanrang melihat Mengde keluar dari batu. Dengan pengendalian api, Mengde berkali-kali menebaskan pedang. Dari pedangnya itu keluar gelombang api yang menghujani tubuh lipan. Api pun membakar beberapa bagian tubuh lipan. Mengde baru menghentikan serangan ketika melihat lipan betina menembakkan cairan sekali. Meski hanya sekali, cukup untuk membuat Mengde mundur.

            “Jangan gegabah!” kata Yuanrang, “Ini bukan kau, Mengde.”

            “Kita harus segera mengalahkan lipan ini!” teriak Mengde.

            Yuanrang agak merasa aneh dengan kalimat Mengde. Pada dasarnya, memang itu yang harus segera dilakukan. Tapi tidak boleh gegabah juga. Karena lipan betina ini ternyata masih mampu menembakkan cairan. Yuanrang pun turun dari batu untuk menebas seluruh kaki-kaki lipan betina supaya lumpuh. Sekalian membalas perkataan Mengde. Pengendali logam itu melemparkan pedang. Lalu merotasi pedang Bagai kincir angin dan beberapa kaki lipan betina yang terpotong. Menggagalkan upaya lipan betina untuk mengejar Mengde.

“Ya memang itu semua yang kita inginkan!” kata Yuanrang, “Tahu sendiri lipan betina ini masih mencoba bertarung!”

“Bukan itu maksudku!” teriak Mengde.

“Cepat boleh tapi jangan gegabah, Mengde! Ini seperti bukan Mengde!”

“Ah, sudahlah. Kita bunuh lipan ini dulu dan nanti kujelaskan!”      

Sudah lebih mudah setelah lipan mulai lambat dan hampir lumpuh, Yuanrang pun berjalan ke sisi kiri lipan betina. Merotasi pedangnya lagi dan menebas semua kaki kiri lipan. Kemudian Yuanrang berjalan ke kanan dan menebas semua kaki kanan. Sekarang tinggal penyelesaian saja.

“Sudah aman!” teriak Yuanrang, “Kemarilah tapi tetap jaga jarak dengan mulutnya!”

Mengde dan Miaocai muncul dari balik batu. Mereka mulai berjalan berputar untuk mendekati sisi ekor lipan betina. Antisipasi jika ternyata lipan masih bisa menembakkan cairan lagi. Setelah sampai di ekor lipan, Mengde menghujani lipan betina dengan puluhan tebasan api yang membara. Sampai akhirnya membakar hampir semua bagian tubuhnya.

“Sudah. Tinggal kita tunggu saja sampai lipan betina ini mati,” kata Mengde yang mengajak dua saudara sepupu duduk bersama.

“Apa yang ingin kau jelaskan tadi?” kata Yuanrang.

Mengde menoleh ke kanan dan kiri. Seolah waspada terhadap sesuatu. Lalu dia berdiri dan mengecek kondisi hutan dari luar. Kemudian kembali lagi duduk di depan Miaocai dan Yuanrang.

“Kebelet buang air besar?” tanya Miaocai.

“Bodoh!” kata Mengde yang kemudian berbisik, “Aku melihat sosok berbulu hitam mengamati kita dari balik dedaunan hutan.”

            Sekarang Yuanrang mulai menangkap maksud Mengde tadi. Karena Mengde menangkap ada potensi pertarungan yang baru. Akan susah jika mereka harus menghadapi dua pertarungan sekaligus di waktu yang sama. Ditambah lagi, Yuanrang curiga kalau binatang buas berbulu hitam ini punya kecerdasan yang nyaris setara dengan manusia. Belum lagi kondisi mereka masih Lelah setelah dua pertarungan barusan dan lari mondar-mandir dari tanah lapang ke hutan.

Yuanrang dan Miaocai menoleh ke hutan. Mencari sosok berbulu hitam yang mengintai mereka. Namun sekarang tidak mendapati apapun di sana. Hanya warna hijau dari tumbuhan dan warna rumput yang sudah menguning. Tanda-tanda suara pun tidak ada. Hanya terdengar suara gemerisik daun yang tertiup angin timur. Sosok yang dimaksud oleh Mengde seolah menghilang ditelan lebatnya hutan. Yuanrang pun berpikir kalau Mengde mungkin salah lihat.

“Kau yakin tidak salah lihat, Mengde?” tanya Yuanrang, “Mungkin kau kelelahan.”

            “Tidak. Aku bersumpah. Terlihat jelas. Sangat jelas,” kata Mengde.

            “Atau berhalusinasi?” tanya Yuanrang.

            “Kau brengsek!! Aku bukan pecandu!!” Mengde geram.

“Kau juga melihatnya, Miaocai?” tanya Yuanrang.

            “Tidak. Tapi aku percaya dengan Mengde. Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Kita masih kurang bayi-bayi lipan,” kata Miaocai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status