Share

Pernikahan

Penulis: atavya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-16 16:43:30

Kuhela napas kasar. Oksigen ekstra sangat kuperlukan saat ini, setidaknya supaya otakku bisa bekerja lebih lancar. Namun, memang tak banyak yang bisa kulakukan.

“Baik, kalau begitu, jelaskan dulu bagaimana skenarionya? Ah, bukan berarti aku akan setuju, aku hanya ingin tahu apa yang Mbak Nayla inginkan,” tantangku.

Wanita itu membuka tas tangannya, meraih sebuah dokumen dalam map bening yang langsung diberikannya padaku. Dagunya mengedik, memintaku membuka dokumen itu untuk mempelajarinya. Bagai kerbau dicucuk hidungnya, aku melakukan perintah tersebut sembari dia menjelaskan secara lisan.

“Aku akan menandatangani izin untuk kalian menikah lagi, sehingga pernikahan kalian akan sah secara agama dan negara. Tapi, bukan berarti Mbak dan mas Farhan bisa berhubungan suami istri seperti pernikahan pada umumnya,”

“Bahkan tak pernah sekali pun aku ingin mengulangi hal itu, Mbak!” selaku menegaskan posisi.

“Baguslah kalau begitu. Jangan menuntut lagi setelah kalian resmi nanti,” timpal Nayla diakhiri kekehan. “Kalian menikah resmi hanya supaya orang-orang tidak curiga saat Mbak mengandung anakku dan Mas Farhan. Aku tidak bersedia jika nantinya anak kami dianggap sebagai anak haram.”

“Langsung saja! Bagaimana prosedur kehamilan yang Mbak Nayla mau?” tanyaku tak sabar.

Wanita itu membalik dokumen di hadapanku, lalu menunjuk pada salah satu poin yang tertulis. Bayi tabung.

“Rahimku bermasalah. Pernah beberapa kali keguguran. Jadi, aku meminta rahim Mbak Nayla untuk menampung sel telurku yang telah dibuahi oleh benih mas Farhan,” jelasnya.

“Ibu pengganti?” aku memastikan dan segera diangguki.

“Ya, bayar dosa kalian padaku dengan cara itu! Setelah bayi yang Mbak kandung lahir, aku akan mengambilnya dan kalian harus segera bercerai. Setelah itu, barulah Mbak boleh menghilang dari hadapan kami. Mbak tak memiliki ikatan dengan anak itu selain sebagai ibu pengganti, jadi seharusnya tidak berat untuk pergi, bukan?”

---o0o---

Aku memang tidak memberikan kepastian setelah pertemuan di siang itu. Namun, Nayla terus-terusan menerorku untuk segera menyetujui permintaannya. Ia bahkan nekat mengirimkan gambar panasku dan Farhan yang diambil dari potongan layar rekaman dashcam.

“Masih belum percaya kalau aku bisa menyebarkan lebih dari ini?” ancam wanita itu.

Jika saja bisa, aku ingin kabur sejauh mungkin dari mereka. Hanya saja, kunjungan Nayla yang hampir setiap hari ke rumah orang tuaku membuatku tidak tenang.

“Om, Tante, aku punya video keren. Mau lihat, nggak?”

Pertanyaan itu selalu terlontar saat Nayla datang ke rumah. Aku selalu dengan cepat merebut ponselnya, tak peduli jika hal itu tampak tidak sopan.

“Gak usah aneh-aneh, Mbak!” tegurku yang dibalas senyum miringnya.

“Nikah!” serunya tanpa suara dan hanya melalui gerakan bibir, tetapi mampu membuatku meradang.

Bagaimana jika wanita itu juga nekat menunjukkan video gilaku dan Farhan pada ayah dan ibu? Dunia mereka pasti hancur setelah mengetahui anak perempuannya melakukan dosa menjijikkan. Ayah juga bisa saja terkena serangan jantung tiba-tiba dan itu sangat berbahaya.

“Oke, tapi berhenti mengusik orang tuaku!” putusku terpaksa.

Akhirnya, hari sakral yang tak pernah kuduga itu tiba. Hari ini aku akan menikah, melepas masa lajang pada mantan kekasihku, tetapi sebagai istri kedua yang tak boleh disentuh.

Poin terakhir sama sekali tidak menjadi masalah. Aku hanya sangat keberatan dengan status sebagai istri kedua. Seperti tak ada lagi stok pria di dunia ini. Namun, aku memang tak memiliki pilihan.

“Saya terima nikah dan kawinnya Zahira Aiziah binti Gibran dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap pria yang duduk di sampingku dan tengah menjabat tangan ayah tersebut.

Begitu lantang dan lugas ia ucapkan, seperti telah menghafal sepanjang malam. Sayangnya, ijab kabul yang seharusnya mengharukan itu sama sekali tidak membuatku tersentuh. Hanya seperti sebuah angin lalu yang tak mampu menyentuh kalbuku.

“SAH.”

Teriakan menggema para kerabat yang hadir menjadi pertanda bahwa nerakaku akan segera dimulai. Aku, Zahira Aiziah, seorang anti orang ketiga justru berakhir menjadi istri kedua. Miris dan menggelikan sampai-sampai air mataku tumpah, menangisi nasib buruk yang akan segera kuhadapi.

“Pengantinnya terharu.”

“Pasti seneng bangetlah, akhirnya lepas dari julukan perawan tua.”

“Gak nyangka juga sih bisa balikan sama mantannya.”

“Memang sudah jodoh, kali.”

Suara-suara itu terdengar seperti sebuah ejekan untukku. Untung saja tak ada yang menyebutkan tentang statusku yang menjadi istri kedua. Mungkin aku hanya tidak mendengar saja. Bisa jadi di belakangku mereka menggunjing.

Bagaimanapun, semua orang di sini sudah tahu jika Farhan merupakan suami Nayla. Mereka tahu pernikahan ini atas kesediaan wanita itu yang merasa tidak mampu memberikan keturunan, hanya saja detail lengkapnya hanya aku, Farhan, dan Nayla yang mengetahui. 

Wanita berkebaya perak itu menyaksikan prosesi ini dengan berlinang air mata di belakang sana. Kenapa Nayla harus menangis? Bukankah ini keinginannya? Bukankah ia yang meminta kami menikah secara resmi dan diketahui khalayak?

Lucu sekali. Harusnya hanya aku yang tergugu di sini, karena hanya aku yang akan menanggung semua beban di pundak.

“Ira!”

Bisikan lembut dari suara yang masih sangat kuhapal itu menarik perhatian. Caranya memanggilku pun masih sama dan hanya dia satu-satunya yang menggunakan panggilan itu. Kutolehkan kepala ke arah suara dan mendapati pria itu tengah menatapku lekat-lekat. Dia, Farhan Hamza Maheswara, mantan kekasih terakhir yang baru saja resmi menjadi suamiku.

Melihat senyum kecil mengembang di bibirnya setelah aku bersedia menatapnya membuatku ingin menguncir bibir tipis itu. Bisa-bisanya ia tersenyum di saat seperti ini? Mungkinkah Farhan memang sama sekali tidak keberatan dan malah bahagia karena bisa memiliki dua istri? Astaga, tak pernah kusangka ia memiliki sisi ini, padahal cintanya pada Nayla sangat besar.

“Ayo, salim dulu sama suaminya,” perintah penghulu saat aku tak kunjung menerima tangan Farhan yang tergantung di udara.

Setelah menghela napas panjang, terpaksa kujabat tangan lebar dan besar itu lalu mencium punggung tangannya. Farhan menyentuh bahu kiriku, menahan agar aku tidak cepat-cepat bangun meskipun sangat ingin. Alasannya adalah untuk dokumentasi, padahal aku sama sekali tidak peduli. Buat apa menyimpan dokumentasi kalau mungkin tahun depan aku akan menjanda? Ah, mungkin sebagai trofi kemenangan.

Masih belum melepas jabat tangan, kurasakan tekanan lembut di puncak kepalaku. Farhan mencium ubun-ubunku di hadapan semua orang yang kini tengah mengabadikan. Bukan hanya sedetik dua detik, tetapi cukup lama. Mungkin dia menyukai dan sedang menikmati aroma buah pir dari shampo yang kupakai.

“Rileks, Ra, jangan tegang begitu,” ujar Farhan sambil berbisik.

Sayangnya, saat ini aku ingin sekali tanah di bawah yang sedang kupijak ini retak lalu menelanku hidup-hidup.

Bagaimana jika nanti ada orang yang tanpa izin membuat rekaman lalu mengunggahnya ke platform sosial media dan menambahkan caption tentang aku yang menjadi istri kedua?

Seluruh warganet pasti akan menghujatku, lalu di mana aku harus menyembunyikan wajah yang tak seberapa menarik ini?

Ya Allah, pernikahan seharusnya menjadi momen sekali seumur hidup yang indah dan tak terlupakan, tapi justru akan berakhir menjadi momen memalukan untukku.

“Seandainya aku tidak pernah setuju mengerjakan proyek itu, kita tak akan bertemu. Kecelakaan itu juga tak akan terjadi,” sesalku membuat Farhan menghela napas panjang. ‘Sayang, gandum telah menjadi roti, tak bisa kembali menjadi biji.”

“Maafkan aku, tapi aku berjanji akan bersikap adil pada kalian. Apa yang kuberikan pada Nayla juga akan kamu dapatkan,” ujar Farhan begitu lirih saat bibirnya beralih menempel di dahiku.

“Segera jalankan prosedur bayi tabung itu supaya semuanya segera berakhir,” balasku menggumam.

“Kita tunggu Nayla siap,” sanggah pria berkulit sawo matang itu.

Aku berdecih seraya mendorong bahunya tanpa kentara. Baru beberapa saat lalu ia berjanji akan bersikap adil, tetapi nyatanya tetaplah Nayla yang utama. Ya beginilah teman-teman nasib wanita kedua yang tak diharapkan dan hanya dimanfaatkan. Tak perlu repot-repot percaya pada janji manis pria bergelar suami.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Zahira (Bukan Inginku Jadi Madu)   Pengakuan Dosa - SELESAI

    “Nay,” panggil mbak Zahira bernada prihatin. Ia juga mengusap bahuku yang bergetar menahan perih yang sedang kualami. “Ini adalah hukuman untukku setelah begitu jahat pada kalian, Mas, Mbak. Aku minta maaf, aku menyesal,” timpalku yang semakin tidak tahu malu mengucapkan maaf bertubi pada keduanya. “Semua pasti ada hikmahnya,” balas mbak Zahira menenangkanku. “Kenapa kalian baik sekali dan tidak membalasku? Aku malu,” ungkapku kemudian. “Kami tidak membalas bukan berarti tidak pernah marah atau sakit hati padamu, Nay, tapi kami juga bukan Tuhan yang bisa mengadili kesalahan orang lain. Memang berat, tapi kami belajar untuk ikhlas. Dendam hanya membuat hati terbebani,” jelas Mas Farhan dengan tatapan teduhnya. Aku mengangguk setuju, karena memang itulah yang kurasakan saat dulu bertubi-tubi menyakiti mereka dengan dalih sakit hati. Tak ada keuntungan yang kudapat selain gana-gini, itu pun sekarang sudah hilang dicuri orang. “Mas, aku mau membuat pengakuan,” ujarku kemudian sambi

  • Zahira (Bukan Inginku Jadi Madu)   Maaf yang Akhirnya Terucap

    “Ayo masuk! Barusan Nayla dicek sama perawat, Alhamdulillah katanya sudah semakin baik,” ujar papa menyambut dua tamu yang kian mendekat pada brankar. Aku memejamkan mata, pura-pura tidur. Masih belum siap rasanya bertemu dengan mereka. Rasa bersalah dan malu beruntun menghantam bahkan sejak sebelum melihat pasangan itu. “Nay, ini ada Farhan sama Zahira,” ujar papa sambil menepuk bahuku. “Papa tahu Kamu gak tidur, ayo disapa! Bukannya Kamu mau minta maaf sama mereka?” bisiknya tepat di telinga hingga mau tidak mau aku pun membuka kelopak mata. Mereka, dua orang yang sudah sangat kusakiti demi bisa bersatu dengan kak Dion. Tak sanggup rasanya menunjukkan wajah ini. Namun, aku sangat yakin jika mereka datang bukan untuk menambah penderitaanku. Mas Farhan, mbak Zahira, jika aku tidak salah menilai, mereka bukanlah sosok pendendam. Bahkan saat aku bertubi menyakiti, mereka tak pernah membalas. Bisa-bisanya aku menyakiti orang sebaik mereka. “Kami baru tahu semalam kalau Kamu mengalami

  • Zahira (Bukan Inginku Jadi Madu)   Titik Terendah

    “Ayo, sesuap lagi terus obatnya diminum biar cepat pulih!”Papa mengulurkan sendok berisi bubur khas rumah sakit dengan tangan tuanya. Kerutan di kulit itu baru kusadari telah bertambah banyak seiring bertambahnya usia. Betapa abainya aku selama ini pada satu-satunya pria yang benar-benar tulus mencintaiku tanpa syarat. Salah paham bahkan membuatku sempat membenci dan menjauhinya.Selama hampir satu bulan dirawat di rumah sakit pasca kecelakaan di Puncak yang kupikir akan merenggut nyawa ini, papa tak sehari pun absen menjagaku. Bahkan Ibun yang kupikir selalu ada untukku belum tentu setiap hari menjenguk. Datang pun paling hanya satu dua jam, lalu pergi lagi.“Sudah kenyang, Pa, langsung minum obat saja,” tolakku menutup mulut.“Sekali lagi!” desak pria berusia kepala enam dengan sebagian rambut memutih tersebut.Kuhela napas panjang sambil mengerucutkan bibir tanda protes. Namun, papa tidak luluh hingga akhirny

  • Zahira (Bukan Inginku Jadi Madu)   Inikah Akhir Hidupku?

    Tak terasa sehari sudah aku berkutat dengan desain pakaian untuk koleksi terbaru. Pukul delapan malam aku baru sampai rumah yang kak Dion beli sebelum kami menikah. Beberapa lampu sudah tampak menyala memberikan penerangan. Mobil kak Dion juga sudah berada dicarport.Tumben, biasanya aku yang lebih dulu sampai di rumah, karena ia praktik sampai jam sembilan malam.“Kak!” sapaku setelah membuka pintu ruang tamu.Pemandangan tak biasa segera memenuhi mata. Tas, snelli, hingga stetoskop kak Dion berceceran di lantai. Pria itu juga kutemukan tengah mencengkram rambutnya di atas sofa dengan penampilan yang berantakan. Kaleng-kaleng bir bergelimpangan di atas meja, membuat aroma alkohol menguar tajam.“Kakak kenapa?” tanyaku beringsut mendekat padanya dan meraih bahu kak Dion.Saat kepalanya terangkat, kekacauan di wajah tampan itu semakin jelas terlihat. Matanya pun merah, tetapi menatap kosong.“Nay,&rd

  • Zahira (Bukan Inginku Jadi Madu)   Extra II - Nayla POV

    Kuhela napas panjang dengan dengan hati yang diselimuti oleh kekecewaan. Untuk kesekian kalinya gumpalan berwarna merah menunjukkan jejak di celana. Lagi-lagi usaha kami untuk mendapatkan keturunan ternyata harus tertunda. Celana pun segera kuganti dan tak lupa tampon ikut terpasang untuk menampung darah bulanan yang keluar.“Kak, gagal, aku bulanan lagi,” aduku tepat setelah menutup pintu kamar mandi.Di depan cermin rias sana suamiku menghentikan kegiatannya merapikan rambut. Kepalanya menengok dan seperti yang kuduga, wajah tampan itu menunjukkan rasa tidak suka setelah mendengar laporanku.“Kok bisa?” tanyanya tidak masuk akal.“Ya mana aku tahu? Memangnya aku bisa mengontrol kapan haid dan kapan harus hamil?” dengkusku seraya menjatuhkan tubuh di atas peraduan kami.Ia berdecak seraya berkacak pinggang lalu menyuarakan kegundahannya. “Mama pasti bakalan ngomel lagi kalau tahu.”“Teru

  • Zahira (Bukan Inginku Jadi Madu)   Buka Puasa*

    “Kamu mau aku gituin juga?” tanyanya menawari, membuatku mengernyit. Perempuan ini malu-malu, tapi liar juga ternyata. Mengejutkan. “Memangnya bisa?” tanyaku sangsi. “Ajari, Kamu sukanya yang gimana?” balasnya sambil menundukkan kepala, menyembunyikan ekspresinya yang semakin membuatku membuncah. Senyumku tak diberi kesempatan untuk luntur. Mumpung sudah ditawari, tak mungkin kutolak. Jadi, kuurungkan niat membuka sendiri celana dan mendekat pada istriku. “Bukain, setelah itu manjain dia,” ujarku meminta. Walau awalnya ragu, sampai juga tangannya pada celanaku. Diturunkannya perlahan, membuatku menahan napas berkat rasa yang membuncah. Ia sempat terkesiap saat tubuhku pun sama polosnya. Kepalanya mendongak, menatapku seperti kucing yang sedang meminta bantuan. Kuraih tangannya lalu menukar posisi hingga kini akulah yang berada di bawah, tetapi setengah duduk. Setelah itu kuajari Ira cara untuk menyenangkanku. Sentuhannya yang amatir anehnya mampu menerbangkanku ke atas awan. Tak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status