Semua Bab Mercusuar: Bab 41 - Bab 50
58 Bab
Khilaf
Aku tersenyum puas menikmati sosok yang megap-megap kesulitan bernapas dengan biji matanya yang membelalak, juga menggeliat-liat mencari kebebasannya.Berulang kali tubuh pria gemulai itu meriak-riak namun cengkeramanku selalu berhasil menahannya agar tidak bergeser kemana pun.“Mampus lu!” geramku lagi.Manik hitamku kemudian ikut membesar dan menghantarkan emosi kesesatannya ke wajah Radit yang kian memucat.“Lepasssh… Le...pas...sinh… gu...ah.”“Rasain perbuatan lu sendiri. Cih!”Dengan acak tangannya bergerak kemana-mana. Mencakar-cakar, meremas dan memelintir, termasuk mendorong wajah dan dadaku. Kedua kakinya juga berusaha me
Baca selengkapnya
Asing
Aku terpaku saat dengan tegasnya Brian mengusirku barusan.Kutatap agak lama wajahnya yang kaku itu, namun dia tetap tidak bergeming di hadapanku."Lu denger gua kan? Pulang! Elu pulang sekarang! Gua nggak mau hidup gua makin banyak masalah.""Elu ngusir gua?"Keningnya langsung mengernyit lantaran tidak terima dengan ucapanku. Rupanya dia tersinggung dengan perkataanku itu."Nggak. Gua cuma minta elu sekarang pulang. Dan nanti, kalau pikiran gua udah tenang, atau pikiran lu sudah lebih waras, elu bisa main lagi ke sini. Jelas kan? Gua cuma butuh waktu buat istirahat. Kepala gua pusing."Aku pun mengangguk agak ragu. Dan tanpa membalas perkataannya lagi, aku segera berdiri.
Baca selengkapnya
Rencana Misterius
Kubalas tatapan Jonathan yang kebingungan itu dengan kebingungan lainnya, dan tanpa menunggu-nunggu lagi, segeraku bangkit lalu meninggalkannya, termasuk Denise yang masih terus menganga kecil.“Ada apa, Pak?” tanyaku dengan jengkel. Bisa-bisanya pagi-pagi begini aku sudah dibuat risih.“Ikut saya. Mari,” ucap Kepala Sekolah dengan agak ramah.Manikku kemudian terlempar ke belakang, tempat dimana Jonathan, Denise dan Frans masih terus menatapku dengan sejuta rasa penasarannya.Pak Kepala Sekolah yang tampak gagah dengan jas hitamnya itu lalu berbalik dan berjalan lebih dulu. Aku pun akhirnya mengikutinya.Jejaknya tampak begitu tegap di arah pandangan yang kubuat sesekali jatuh ke lantai.
Baca selengkapnya
Ajakan Denise
“Hah? Serius lu?” tanya seseorang disamping, tapi aku tidak menghiraukannya.“Nak Lukman. Nanti sepulang sekolah bisa segera ke ruangan saya lagi, kita ngobrol-ngobrol dengan ketua panitianya ya.”Pak Kepala Sekolah tersenyum dengan penuh kemenangan ke arahku.“Man? Beneran?”“Apaan?”“Itu?”“Bodo ah!”Ku acuhkan sosok pimpinan puncak yang masih mengumbar senyum piciknya di samping pintu kelas, juga orang-orang yang menatap dan saling menggunjing membicarakanku.“Hihihi…. Jadi anak sosial. Sejak kapan prema
Baca selengkapnya
Pertemuan Pertama
Aku mendadak bingung dengan apa yang tiba-tiba Denise lakukan. Tahu-tahu dia muncul di depanku lalu memeluk dengan amat eratnya sampai-sampai aku kesulitan bernapas."Ssshhh… Man… I need you, beib,” desahnya sambil tapak tangannya meremas-remas di punggung."Eh… Nise...""Jangan munafik, Sayang. Gue tau elo juga pengen banget meluk gue kan? Ayo, Sayang, gue di sini, Sayang. Peluk gue, Sayang. Ayo peluk gue."Tangannya dengan liar menarik dan mencakar-cakar punggungku lagi. Sedang dadanya yang sekal dan kenyal menekan-nekan sesak di dadaku.Tiba-tiba satu tangannya turun lalu meremas-remas pangkal pahaku dengan keras hingga aku,"Ahhh…. shit!! Naka
Baca selengkapnya
Ultimatum
Kupandang wajah eloknya itu sesaat. Dia, cantik. Parasnya begitu natural, sederhana, tidak lebih. Namun sungguh. Cantik! "Maaf, elu salah orang!" "Tapi kata anak-anak, yang namanya Lukman itu, ya kamu. Anak SMU yang bisa dikenali dari penampilannya dan sahabatnya yang--" "Berandalan? Begitu kan maksud lu?" potongku cepat setelah biji matanya berpindah mengamati pria-pria di belakang punggung. Gadis itu langsung mengernyitkan dahinya tanda tidak sependapat. "Bukan gitu, mak--" "Udah ah, gua lagi sibuk. Permisi." Lekas-lekas aku melangkah seraya mengabaikannya. Bahkan saat berpapasan,
Baca selengkapnya
Rapat Penting
"Pergi! Kembali ke kelasmu sana!"Bapak itu kemudian membalikkan badannya seraya mengusirku dengan tenang. Namun saat kakiku hendak melangkah, bibirnya berucap lagi."Jangan lupa. Nanti, sepulang sekolah ada rapat koordinasi. Kamu sudah tahu kan, dimana tempatnya?"Aku mengangguk. Lalu tanpa menunggu kalimatnya yang lain, aku lekas berbalik, dan dengan amat acuhnya segera meninggalkan tempat tersebut.Kususuri koridor sekolah yang sesekali diisi oleh siswanya yang diam-diam mencuri pandang ke arahku.Aku tahu, dalam sorot-sorot mata yang singkat itu, mereka seolah berkata, ada urusan apalagi nih si anak bengal?"Eh, udah balik, Nyet?" tanya Brian sambil menoleh."Diapain aja lu, di sana?" sambungnya.Bibirku hanya diam sambil kutatap datar wajahnya yang terus bertanya-tanya."Woy! Ditanya, diem aja. Kesambet setan gagu ya?""Bawel lu!"Tanganku langsung menarik tong tempat sampah yang ada di sebelah Jonathan. Begitu ia sudah ada di belakang, segera kuubah fungsinya sebagai kursi yang
Baca selengkapnya
Kunjungan Sponsor
"Nanti sore, kamu ada acara?""Jawab dulu pertanyaan gua. Nama lu siapa? Kita belum kenalan.""Kalau nanti sore kosong, kita ketemu di toko buku depan kompleks. Jam lima ya. Jangan telat. Aku sudah janji mau ketemu sama ownernya."Seketika kugenggam tangannya yang mungil."Nama lu siapa?""Jam lima. Toko buku depan kompleks. Terima kasih," ujarnya sambil mengentakan pergelangannya.Begitu dia berhasil melepas cengkeramanku, tubuhnya berbalik lagi dan pergi meninggalkanku."Jam lima. Toko buku depan kompleks. Harus gitu? Cewek aneh."***Pikiranku seperti masih dibuat bingung saat biji mata ini melirik ke arah jam meja lagi. Di sana, jarumnya sudah mengatur diri dengan sempurna sehingga menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh sore.Begitu aku berhasil membaca maksud jarum-jarum itu, aku langsung menjatuhkan lagi tubuh ke atas kasur."Jam lima. Tiga puluh menit lagi. Cukuplah kalau mau ke sana. Telat sedikit sih," ucap bibirku pelan.Pikiranku tetiba terbang ke angan lain. Di sana, aku
Baca selengkapnya
Jebakan Denise
"Tapi apa? Cukup ya. Saya rasa tidak perlu penjelasan lagi.""Pak.. Pak.. Tapi-"Pria itu kemudian maju lebih dekat ke arahku."Sebaiknya Anda pergi dari sini, atau mau saya panggil keamanan?" katanya dengan mata melotot dan nada yang mengancam.Aku mendengus di depannya. Tak peduli dan merasa tidak takut dengan ucapannya barusan."Anda juga. Silahkan pergi.""Tap-Maafkan sa-kami ya, Pak," kata gadis satu kelompokku itu.Dia berjalan gontai ke sampingku, namun tak lama ia memutar kembali."Pak. Mohon dipertimbangkan tawaran saya ya. Jika bukan Bapak yang terlibat, kiranya siapa lagi yang masih memiliki nurani yang tulus.""Nanti saya pikirkan kembali. Tapi tidak untuk saat ini. Silahkan pergi. Jika saya butuh, akan saya kontak.""Ba-baik, Pak. Terima kasih.""Kita balik? Udahan?"Gadis itu menatapku dengan amat kesal. Lalu dia melengos begitu saja.Aku masih bersitatap dengan pria berdasi yang kemudian merapikan barang-barangnya yang berserakan. Dibantu dua pramuniaganya yang sesekali
Baca selengkapnya
Hadiah Tak Terduga
“Come on, Sayang,” bujuknya lagi. Bibirnya kemudian digigit-gigit manja bersama kedipan bulu matanya yang kian menggoda.“Nise…. Kit–”Tanpa kusangka, Denise langsung melumat bibirku lagi dengan gairahnya. Libidoku pun meledak dan memuncak, menjalar ke sekujur tubuh untuk membangkitkan gelora liar yang lain.“Ahh…. Shit! Denise…Shhh...” desahku sambil merengkuh tubuh montoknya.“Come on, Honey.”Tanganku langsung mengacak liar di seluruh liuk tubuhnya, hingga kemudian kedua tangan ini melepaskan semua pakaian kami.Entah berapa lama aku memainkan pemanasan itu. Mungkin kali ini lebih liar dari yang sebelumnya. Denise sepertinya amat menikmati semangat kejantananku. Lidahnya dengan lincah menjilat-jilat daun telingaku, lalu turun ke leher, dada, bulu-bulu halus di atas perutku, kemudian dengan penuh kegirangan menikmati bagian keras yang berdenyut dengan gagah.“Ahh…”Permainan panas itu pun kian berlanjut ke babak yang lebih memanas. Sungguh-sungguh permainan yang luar biasa.Tak ada
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status