Semua Bab Sang Penakluk: Bab 181 - Bab 190
217 Bab
Resiko yang Pahit
Entah apa yang ada di pikiran keluarga Niara, tapi saat melihat Indira duduk bersama keluarga Alden, cibiran pun terlihat dari mereka.Indira dengan jelas melihat semua perlakuan mereka dari kursi seberang. Sesekali mereka berbisik dan melirik ke arah Indira dengan sinis. Suara mereka cukup jelas.“Mereka bahkan tidak mencoba mengucapkan dengan nada pelan. Maaf, Ndi, mama nggak bermaksud buat bikin kamu dalam posisi tersiksa kayak sekarang,” sesal Menik yang duduk di sampingnya.“Sudah terbiasa kok, Ma. Ini mungkin yang kesekian ratus kalinya,” sahut Indira dengan tenang.Menik merasakan hatinya berkedut dan tidak menduga akan mendengar hal itu.“Resiko pahit sebagai janda ya?” tanggap Menik dengan getir.“Tepat banget, Ma. Resiko yang paling pahit.” Senyum Indira terukir dan tidak terlihat tersinggung, justru malah geli.Kedua wanita beda generasi itu terkekeh dan mengundang pandangan j
Baca selengkapnya
Akhir Dari Perjalanan Panjang
Seto dan Keenan kembali dengan tangan kosong. Keduanya mulai panik dan berniat untuk memberitahu mengenai situasi saat ini pada kedua keluarga mempelai.Belum sempat mereka melangkah, Niara muncul.Wanita dengan baju pengantin putih itu tampak cantik dan menawan. Tanpa mempedulikan pandangan heran semuanya, Niara melangkah menuju altar dengan langkah tegap.Indira terhenyak dan menatap wanita itu dengan hati berdebar. Ada yang tidak beres!Niara meraih mikrofon dan naik ke atas podium di altar.“Terima kasih atas kedatangan kalian semua. Mohon maaf atas kejadian saat ini yang pasti menimbulkan banyak pertanyaan yang simpang siur. Dengan sangat menyesal, pernikahan ini dibatalkan.”Keluarga Niara berteriak memprotes dan semua mengeluarkan keberatan masing-masing.“Bukan atas andil atau kehendak Alden atau saya saja, tapi ini atas kesepakatan kami berdua!” seruan Niara membungkam semua yang masih berteriak.
Baca selengkapnya
Extra Part - Warisan Keluarga
Lima belas tahun kemudian ….Satu persatu baju yang sudah Renzo persiapkan, ia masukkan ke dalam koper. Hari ini ia akan kembali ke Jakarta untuk mengambil gelar keduanya di salah satu universitas negeri.Pemuda yang telah berusia enam puluh empat tahun tersebut tampak gagah dan dewasa. Indira menatap putranya di pintu dengan pandangan sendu.Menyadari jika ibunya sedang berdiri di belakangnya, Renzo tertawa kecil.“Ma, aku nggak akan lama. Tiap ada kesempatan akan pulang ke Bali kok,” ucap Renzo sembari menata baju dengan rapi di koper.Indira tersenyum tipis. Wanita yang masih cantik walau hampir mencapai setengah abad usianya.“Seingatku, selama kau menjadi anak mama, nggak pernah nyusahin dan selalu mandiri. Rasanya baru kemarin mama jemput kamu les matematika, sekarang udah gede dan nggak butuh mama nemenin buat ngelakuin banyak hal.”Renzo berhenti sejenak dan menoleh. Ia menatap ibunya yang kemudi
Baca selengkapnya
Anak Muda Generasi Milenium
Jakarta selalu mengingatkan Renzo pada seorang pria yang begitu terkesan dalam hidupnya dulu. Jantayu.Mendiang ayahnya yang telah pergi masih menyisakan duka dalam dirinya yang tidak pernah Renzo ungkapkan pada siapa pun juga.Hari pertama, ia memilih untuk mengunjungi keluarga Jantayu dan menemui kakeknya. Neneknya telah meninggal lima tahun yang lalu dan Renzo juga sempat terpukul ketika itu terjadi. Mereka baru saja menghabiskan waktu bersama dan minggu berikutnya, ia menerima kabar bahwa neneknya telah meninggal karena serangan jantung.Kakeknya tersenyum dan menyodorkan rokok padanya.“En udah berhenti, Opa.” Dengan sopan, ia menolak.“Ayolah! Sejak kapan kamu memutuskan berhenti?”Demi menyenangkan hati pria tua yang telah sendiri menjalani hidup tanpa istri dan anak lelakinya, Renzo mengambil satu batang lalu menyalakan.Kepulan asap rokok berlomba mengebul lewat hidung dan mulut mereka.“B
Baca selengkapnya
Pandangan Pertama Renzo
Dengan langkah cepat, Renzo memasuki kelas paginya. Ini adalah hari pertama dan dia cukup beruntung karena hanya ada dua jam kuliah hari ini. Dirinya membutuhkan tidur panjang untuk menggantikan jam tidurnya yang hilang.Semalam dirinya menghabiskan waktu hingga hampir dini hari bersama sepupunya. Terlalu banyak minuman dan kini kepalanya mulai pusing.Hangover!Profesor memasuki kelas dan Renzo malas menaikkan wajahnya melihat siapa pengajar yang akan mengisi kelasnya pagi itu. Ia sibuk membuka laptop sementara mengikuti perintah profesornya serta mengumpulkan konsentrasi yang sulit ia dapatkan.Selama tengah jam, Renzo sibuk membuat catatan dan merangkum semua yang profesornya sampaikan. Tidak sedetik pun ia melihat ke depan.“Renzo Aminata. Adakah yang bernama Renzo Aminata?”Renzo berhenti mengetik dan mendengar namanya disebut. Dengan cepat ia mengangkat tangan, namun pandangannya tertutup oleh kepala mahasiswa yang menurutn
Baca selengkapnya
Bicara Soal Hati
“Kamu lagi jatuh cinta.”“Sok tahu!”“Aku tahulah! Sikapmu jadi aneh!”Perdebatan yang terjadi pagi hari di meja makan saat sarapan antara Ignar dan Renzo membuat Silka mulai memberikan pandangan menyelidik.Benaknya berusaha mengingat dengan baik, kira-kira siapa saja gadis yang bisa membuat kakak sepupunya salah tingkah di kampus.Renzo bukan tipe pria yang mudah jatuh cinta dan gadis cantik tidak hanya cukup untuk menjadi daya tarik tersendiri. Wanita itu harusnya memiliki sesuatu yang cukup menarik lainnya, seperti otak cerdas contohnya.“Wajar nggak sih, kalo aku menuntut lebih dan selektif dalam milih cewek? Apa cowok yang ada di sekitar kalian juga bersikap sama?” tanya Renzo meski sedikit sungkan.“Oh, tidak dong! Cowok dalam lingkaran pertemananku hanya peduli sama selangkangan, itu yang pasti!” sahut Silka yang terkenal dengan ceplas ceplos.“Sama! Mere
Baca selengkapnya
Terpukau
Hanya dalam waktu dua hari, Renzo berhasil menyiapkan proposal untuk mengajukan diri sebagai Asisten dosen professor Gya.Dengan langkah percaya diri, Renzo berjalan menuju ke kantor para dosen.Pesan yang ia kirimkan pada Gya belum juga terbaca dan dibalas. Tapi Renzo memilih untuk memberikan proposal yang telah ia cetak. Ketika tiba di kantor, salah satu dosen mengatakan jika Gya masih mengajar. Dengan kecewa, Renzo meletakkan proposal di atas meja dan berlalu.Langkahnya tampak gontai, menjauh dari gedung tersebut.**Kuliah terakhir hari ini baru saja selesai. Jam tiga sore lebih seperempat. Waktu yang pas untuk menikmati es degan di tempat biasanya.Renzo melaju meninggalkan parkiran kampus dan menuju ke tempat penjual kepala muda yang terkenal paling enak. Setelah memesan, Renzo duduk di bawah pohon rindang sembari menyalakan rokok. Semilir angin yang perlahan membelai kulitnya, cukup menyegarkan untuk cuaca panas di sekitar Depok.
Baca selengkapnya
Bernapas Bersamamu
Gya memeluk pinggang kekar Renzo kuat-kuat dan tanpa helm, mereka melaju di keramaian jalan sore itu. Aroma tubuhnya begitu melekat dan Gya menyukainya. Tidak pernah wanita itu bayangkan bisa melakukan kegilaan seperti ini.Pria itu begitu pandai mencari jalan untuk menghindari macet dan akhirnya dalam waktu satu jam, mereka tiba di Pondok Indah.Rumah mewah itu tampak sepi. Ignar masih ada di Bandung, dan Silka mungkin akan menginap di rumah sakit untuk mengejar bahan kuliahnya.Hanya ada dua pembantu dan mereka selalu menghindar serta tahu diri jika majikannya ada tamu. Satpam rumah itu juga tidak pernah ambil pusing. Setelah masuk ke garasi, Renzo membantu Gya turun lalu mengandeng Gya.“Mau apa, Ren?” tanya Gya mendadak berhenti dan menahan langkah.“Tenang, aku nggak akan ngelakuin hal konyol. Cuman pengen sama kamu, itu aja.”Gya tersenyum samar dan akhir mengikuti Renzo. Keduanya terus berjalan dan Renzo membuk
Baca selengkapnya
Kenanglah Aku Saat Bercinta Nanti
Entah apa yang selama terpendam dalam jiwa masing-masing, tapi Gya merelakan diri sepenuhnya pada Renzo. Ketika bibir dan lidah pria itu menelusuri setiap inci tubuhnya, Gya melenguh dan menikmati dengan penuh perasaan.Mereka bercinta seakan waktu berhenti untuk momen ini. Gya baru kali ini menikmati sentuhan pria seutuhnya dengan melibatkan perasaan.Lumatan demi lumatan, membuatnya merintih dan mendesah penuh gelora. Hempasan tubuh Renzo yang membuatnya memekik berkali-kali, seakan seperti candu yang Gya tidak ingin berakhir.Renzo menunjukkan kepiawaiannya dalam bercinta. Gya merengkuh kenikmatan dan itu tidak membuatnya lelah atau menyesal.Pria yang lebih muda itu justru memperlakukan dirinya sebagai wanita yang lebih layak dan tidak egois. Setiap gerakan Gya tahu itu untuk menyenangkan dirinya. Bahkan saat Renzo menggodanya, Gya memohon untuk tidak berhenti.“Nikmati aku, sepuasmu,” pinta Gya seperti bersedia mengemis.Ren
Baca selengkapnya
Hati yang Terluka
Seharusnya pagi ini menjadi awal hidup yang baru bagi Renzo. Ketika dia datang ke kampus dan berharap mendapat perlakuan yang berbeda dari Gya, ternyata itu tidak terjadi.Wanita yang menghabiskan waktu bersamanya kemarin, kini tampak bersikap biasa, bahkan terkesan dingin.Saat dia mencoba untuk menemuinya, Gya hanya melirik dan membalas sapaannya dengan datar.“Aku nggak bikin salah yang fatal, kan?” tanya Renzo dengan wajah heran.Gya menghela napas dan melewati Renzo dengan wajah kesal.“Gya!”Renzo menarik tangan dan mencoba menghentikannya.“Hei! Jangan kurang ajar kamu, Ren!” bentak Gya tajam.Renzo melepas tangannya dan menatap Gya dengan mata yang terluka.“Sorry, aku pikir kamu ….”“Seharusnya kamu menyebut saya dengan Profesor Gya dan ini kampus, bukan tempat yang pas untuk beromantis ria! Belajar dewasa dan bisa membedakan cara beretika!&rdqu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status