Semua Bab Sang Legenda dari Masa Lalu: Bab 71 - Bab 80
164 Bab
Bab 71: Kemarahan Dua Penyihir Tetragram (part 1)
Semua orang di ruang tahta hanya terdiam setelah Arya Surawisesa membacakan surat dari Raja Wirya. Rena saat itu juga langsung mengalihkan pandangannya kepada Nata, saat itu juga Nata mengangguk paham. Sebenarnya sejak awal Nata sudah menduga jika Kerajaan Wisteria yang sangat menghormatinya menerima kabar keberadaannya di Kerajaan Irish pasti mereka akan segera bertindak, tapi Nata tidak mengira kalau Kerajaan Wisteria akan mengambil tindakan secepat itu. “Kerajaan Irish tidak perlu terlibat dalam masalah ini, biarkan saya yang langsung membereskannya,” ucap Nata seraya maju ke depan, terlihat jelas kalau pria yang membawa surat itu sangat terkejut saat melihat wajah Nata. Semua orang di Kerajaan Wisteria tentunya tahu seperti apa wajah penyihir legendaris yang mereka banggakan. “Mustahil,” ujar pria itu tanpa sadar, beberapa kali dia menggosok matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. 
Baca selengkapnya
Bab 72: Kemarahan Dua Penyihir Tetragram (part 2)
Tubuh utusan Raja Wisteria langsung mendarat di tepi pantai dengan raut wajah pucat, sementara Nata sendiri masih melayang di atas permukaan laut. Dia merasakan aliran mana Laja dan Lilis yang tidak stabil menahan kemarahan, karena itulah dia memilih untuk menjaga jarak terlebih dahulu. “Jika dilihat dari luapan mana di dalam tubuh mereka yang luar biasa, kelihatannya mereka berdua adalah penyihir utama Kerajaan Wisteria,” gumam Nata sambil menatap Laja dan Lilis yang mulai mengepalkan tangannya. “Siapa kau sebenarnya keparat! Berani-beraninya kau membuat wajahmu terlihat seperti tuan Nata Digjaya?” bentak Laja yang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Mungkin dalam situasi biasa Nata akan tertawa mendengarnya, tapi hal itu akan memperburuk keadaan jika dilakukan saat ini. “Aku memanglah Nata Digjaya, aku tidak menyerupai siapapun di dunia ini,” jawab Nata sembari tersenyum karena m
Baca selengkapnya
Bab 73: Dua Tetragram vs Satu Pentagram
Melihat hal itu Nata hanya tersenyum lalu tanpa bergerak kini di sekitar tubuhnya muncul titik-titik air yang langsung menggumpal membentuk seekor naga air, riuh angin yang menderu juga terasa semakin kencang tatkala dari awan yang ada di langit langsung muncul seekor naga angin yang melesat dan berputar di sekitar tubuh Nata. “Kekuatannya itu,” gumam Laja. “Sudah setara dengan seorang penyihir utama kerajaan,” batin Lilis. Dia dan Laja langsung menggerakan tangannya, saat itu juga sihir naga mereka langsung melesat menuju ke arah Nata. Tapi merespon serangan lawannya, sihir naga air dan sihir naga angin milik Nata langsung melesat menyongsong dua sihir lawannya. ‘Dddhhhuuuaarrrr’ Terdengar suara ledakan hebat saat sihir mereka beradu di udara, laut yang tadi bergelombang sedikit kini langsung membentuk lapisan-laspisan gelombang ombak tinggi sampai kapal-kapal yan
Baca selengkapnya
Bab 74: Pertama Kalinya Nata Terpojok
Namun di saat air laut turun bagaikan hujan belum reda, Laja dengan sangat cepat langsung menghantamkan tendangannya mengincar perut Nata. Tapi Nata sudah bisa merasakan pergerakan Laja berhasil menahan hantaman kaki kanannya dengan menggunakan kedua tangannya, kini kaki kanan Laja berhasil dipegang oleh Nata. Tapi tiba-tiba saja sekilat bayangan datang dari samping kirinya, mata Nata terbelalak saat Candra sudah berada di hadapannya dengan memutar tubuh dan melayangkan tendangan kaki kanannya dari bawah. “Pemuda ini.. melenyapkan aura mana di dalam tubuhnya?” batin Nata yang jelas kaget karena tidak merasakan pergerakan orang di sekitarnya. ‘Dddaaakkhh’ Terdengar suara benturan keras, tapi meski Nata telat menyadari pergerakan Candra namun dia masih sempat menyilangkan kedua tangannya untuk menahan tendangan keras Candra. Meski begitu tubuh Nata langsung terpental ke tengah laut, selain itu tubuh
Baca selengkapnya
Bab 75: Serangan Balasan Sang Legenda
Nata mulai membuka kedua telapak tangannya, saat itu juga semua sihir naga miliknya langsung bersatu membentuk tiga naga angin besar dengan campuran elemen yang berbeda. Air laut di bawah Nata tampak terangkat seakan tersedot ke dalam tiga naga angin besar yang bergerak di dekatnya. Ketiga naga angin besar itu langsung melesat menuju puting beliung angin yang bercampur dengan pusaran air raksasa. ‘Wwwrrrrr’‘Sssssrrrriiinnnkk’ Terdengar riuh angin bergemuruh seiring melesatnya tiga naga angin besar, suara gesekan sihir tersebut sudah terdengar meski jaraknya masih berjauhan. Sihir tingkat tinggi yang digunakan Laja dan Lilis terlihat goyah seakan terserap ke arah tiga naga angin yang datang, mereka berdua tentu saja terkejut melihatnya. Ini baru pertama kalinya mereka melihat sihir yang pergerakannya bisa menyerap sihir lainnya. ‘Bbbhhhhaaammmrrr’‘Bbbbhhuuuurrrrhh&
Baca selengkapnya
Bab 76: Putra Mahkota vs Sang Legenda (part 1)
Lilis yang melihat hal itu segera menyilangkan tangannya ke depan, Nata tiba-tiba saja sudah berada di depannya dengan sebuah tendangan yang siap menghantam Lilis. Sebuah dinding air langsung tercipta di sekeliling tubuh Lilis, namun dinding air itu seakan terserap ke arah kaki Nata yang sudah diselimuti oleh sihir elemen angin tercepat. ‘Dddaagghh’ Nata berhasil menendang pinggang Lilis sampai tubuhnya terpental seperti Laja, tubuhnya melayang menghantam gelombang air yang bergerak menuju Pulau Koneng. Andaikan saja dia tidak melindungi dirinya dengan sihir air tadi maka pinggangnya mungkin sudah patah. Nata sendiri masih melayang di udara dengan darah yang mengalir dari mulut dan hidungnya, pakaiannya juga sudah sobek-sobek. “Andaikan saja aku tidak melakukan sihir healing untuk menyelimuti tubuhku, saat ini tubuhku pasti sudah terpotong-potong,” batin Nata dengan nafas yang memburu, tangan kana
Baca selengkapnya
Bab 77: Putra Mahkota vs Sang Legenda (part 2)
Nata kali ini mencoba melakukan serangan balik dengan menciptakan empat tombak angin yang melesat menuju Candra, tapi dengan cekatan Candra berhasil menghindarinya. Ledakan-ledakan terjadi ketika tombak angin yang dilesatkan Nata hanya menghantam pasir pantai saja, tanah juga tampaknya sudah berhenti bergetar meskipun riak air lautan masih terus bergelombang dan belum setenang sebelum pertarungan mereka terjadi. Candra kembali maju dengan tebasan pedang secara diagonal mengincar bahu Nata, tapi dengan cepat Nata menghentakan kakinya dan mundur ke belakang. Akan tetapi Candra langsung menggunakan tehnik pedangnya dengan menebaskan pedangnya ke udara, saat itu juga udara yang memadat membentuk tebasan angin melesat mengarah kepada Nata yang langsung menghentakan telapak kaki kanannya ke pasir pantai. ‘Bbbbrrrrrgggghh’ Terdengar suara benturan hebat saat tebasan jarak jauh Candra menghantam sihir dinding tanah y
Baca selengkapnya
Bab 78: Bukti Sang Legenda
Kini tubuh Candra sudah terbaring di tanah, sementara Nata masih mencengkram erat tangan kirinya. Kaki kanan Nata juga masih berada di atas punggung Candra, sedangkan Laja dan Lilis yang sudah bangkit lagi hanya bisa menyaksikan dari kejauhan mereka langsung berlutut hormat di tanah seraya menunduk. “Tidak salah lagi, dia adalah tuan Nata. Kecerdasannya sudah membuatku kalah, dia sengaja berpura-pura bisa menggunakan tehnik pedang dengan pedang sihirnya untuk memancingku mundur menjauh. Dia juga sudah menyiapkan sihir tombak angin, tapi dia tahu aku pasti bisa menahannya karena itu dia menghancurkan sihirnya sendiri menggunakan sihir lainnya agar aku terkena efek ledakannya hingga dia memiliki peluang untuk menghajarku,” pikir Candra sambil meringis kesakitan. “Keterampilanmu memang sangat bagus, tapi kau seratus tahun lebih cepat jika ingin mengalahkanku,” ucap Nata sambil melepaskan cengkraman tangan dan kakinya.
Baca selengkapnya
Bab 79: Kabar Buruk
“Ada apa pangeran?” tanya Laja sambil berjalan mendekat. “Kerajaan Wisteria sedang diserang!” jawab Candra dengan raut wajah penuh amarah. Semua orang yang ada di sana termasuk Nata langsung terkejut mendengarnya. Saat itu juga Candra langsung meminta maaf kepada Nata karena dia ingin mengumumkan sesuatu kepada prajurit, Nata hanya tertawa karena dia bilang tidak ada alasan bagi Candra untuk meminta maaf kepadanya. Candra hanya berterima kasih lalu maju ke hadapan ribuan prajurit yang dibawa olehnya. “Wahai prajuritku yang pemberani, saat ini ada situasi yang sangat genting melanda kerajaan kita. Kerajaan Fragaria sudah mengkhianati perjanjian dengan menyerang Pulau Biru yang ada di bagian utara! Mereka telah menginjak injak harga diri mereka sendiri karena tanpa menyatakan perang mereka langsung menyerbu kerajaan kita!” teriak Candra dengan suara yang menggema. &l
Baca selengkapnya
Bab 80: Misteri Penyihir Legendaris Terakhir
“Ini tidak mungkin, aliran mana miliknya sangat mirip dengan aliran mana kak Sinta Sintiasari,” batin Nata saat melihat aliran kakek tua yang berdiri di dekat Raja Wirya terasa sangat mirip dengan aliran mana milik temannya di Pentagram. “Kelihatannya Baginda Raja bersama Ketua juga ikut hadir untuk menyambut kedatangan tuan,” tukas Laja. Namun Nata tidak menanggapi kata-katanya, saat ini dia sedang sibuk menjawab pertanyaan yang timbul di benaknya. Ini adalah kali kedua baginya melihat seseorang yang aliran mananya sangat mirip dengan rekannya. Dia yakin kakek tua yang merupakan penyihir terkuat Tetragram Kerajaan Wisteria itu pasti memiliki hubungan darah dengan Sinta Sintiasari yang dijuluki Dewi Tanah dari Pentagram. Kapal yang membawa Nata dan Candra akhirnya berlabuh di dermaga. Sebelum turun, Nata berganti pakaian dulu dengan pakaian yang diberikan Candra sebab pakaian yang dia kenakan sebe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status