Semua Bab Pembalasan Untuk Pengkhianat: Bab 41 - Bab 50
89 Bab
Teror lagi
Pagi yang syahdu, di temani rintik hujan yang mengalun-alun, membuat mata ini enggan untuk terbuka. "Rosa .... Bangun! Ayo sarapan!" teriakkan Mamah selalu menggema setiap pagi. Semenjak hamil, aku selalu tidur setelah menunaikan ibadah salat subuh.Dan, Mamah lah yang akan kerepotan setiap pagi membangunkanku.Aku seperti anak kecil yang merepotkan ucap Mamah setiap kali membangunkanku yang begitu sulit.Namun aku selalu berkilah, bahwa ini bawaan dari cucunya yang sedang aku kandung.Disaat sarapan pagi, aku mengutarakan niatku untuk membuka bisnis baru di bidang kuliner."Kamu yakin? Kamu kan nggak ada basic ke arah sana, nak!" seru Mamah dengan mengernyitkan dahi."Kan itu masih termasuk bisnis, Mah."Mamah menghela napas panjang. "Biarin sajalah, Mah. Yang penting Rosa sungguh-sungguh!" sahut Papah."Pah, kan Rosa lagi mengandung begitu, apa nggak sebaiknya nunggu melahirkan dulu?" tany
Baca selengkapnya
Malang
Degup jantung kian cepat, kala perawat masuk ke dalam ruang UGD dengan pakaian yang berbeda.Mereka membawaku ke ranjang yang memiliki roda, aku di bawa keluar ruang UGD yang di sambut Mamah di depan ruangan dengan wajah panik berurai air mata.Laki-laki yang masih belum kutahu namanya itu pun masih berdiri di samping Mamah."Ros, kamu yang kuat dan semangat sayang! Jangan panik ya nak, berdoa terus, agar di permudah persalinannya."Aku tersenyum seraya mengangguk! Dan memusut pelan tangan Ibu yang memegang tanganku memberi semangat.Aku di bawa masuk ke dalam ruang operasi. Melewati serangkaian persiapan untuk operasi._______________"Selamat ya Ibu Rosa, bayi nya perempuan! Cantik," ucap Bu Dokter Trisa, yang membantu operasiku melahirkan bayi sebelum waktunya."Dok, mana bayi saya?" tanyaku."Bayinya masih di Ruang NICU, bayi ibu lahir prematur, harus mendapat pengawasan ketat dulu.""Ya
Baca selengkapnya
Kehilangan lagi
"Bagaimana keadaan bayi saya? Dok." Aku bertanya dengan khawatir, kondisi bayi mungilku itu, yang harus lahir sebelum waktunya.Dokter menghela napas berat, tatapan sendu ia layangkan kepadaku, pikiranku langsung menangkap aroma kekecewaan."Kami beserta team medis lainnya, sudah berusaha sebaik mungkin, namun Allah SWT lebih sayang dengan anak Ibu. Maafkan kami." Ucapan Dokter perempuan itu sukses membuat hatiku luluh lantak, hancur berkeping-keping.Tubuhku bergetar hebat, jantungku berpacu kuat menahan rasa sakit di hati yang luar biasa."Mah ...." Ucapanku tercekat, tenggorokanku mendadak sakit, dadaku sesak bagaikan terhimpit batu besar.Mamah pun tak sanggup berkata-kata, isak tangisnya membuai bagaikan alunan musik yang mengundang air mata.Mataku berkaca menatap Mamah, kupaksakan mulut yang membeku ini untuk berkata. "Maa--aah .... Apa salah Rosa? Mengapa Rosa harus kehilangan lagi? ...." Dengan terbata-b
Baca selengkapnya
Kematian
"Dari mana saja kamu? Pah. Bahkan cucumu sudah di kebumikan, kamu baru datang!" Mamah berteriak dan memukuli dada bidang Papah, Papah diam membisu, namun air matanya meluruh.Aku hanya mampu memandang wajahnya sesaat, lalu kembali menatap tanah basah bertabur bunga di depanku.Papah memeluk erat Mamah. "Maafkan Papah," hanya kata-kata itu yang ia ucapkan. Aku diam membisu. Dengan langkah gontai, Airin memegang erat lenganku, menuntunku menuju mobil.Kami semua kembali menuju pulang ke rumah, pandanganku kembali kosong, pikiranku di penuhi dengan dendam dan dorongan untuk membalas.Setibanya kami di rumah, aku merebahkan diri di ruang keluarga bersama Airin, Mamah dan juga Papah."Pah, tolong jelaskan! Papah dari mana saja? Kenapa penampilan Papah lusuh begini?" tanya Mamah.Papah menghela napas berat. "Papah dan anak buah menyelidiki Ibu mertua Rosa! Sepertinya ada permainan di keluarga mereka. Papah curiga
Baca selengkapnya
Akhir masalah
"Papah .... boleh bicara berdua?" tanyaku. Mamah menatap heran kepadaku, begitu juga dengan Airin.Papah mengangguk, ia pun berjalan menuju ruang kerjanya, aku mengekor Papah. Ruang kerja Papah sudah dibuat kedap suara, jadi, apapun yang kami bicarakan, tidak akan terdengar dari luar.Papah duduk di sofa, aku pun duduk bersebrangan dengan Papah.Aku menghela napas pelan, mengatur napas."Pah, apa yang Papah lakukan?" tanyaku, menyelidik.Papah mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Papah."Pah, serius! Mana mungkin Papah bisa berlaku seperti ini. Rosa yakin betul, Papah dalang di balik kematian tragis keluarga Gunawan."Papah tertawa sumbang. "Kamu tunggu saja! Mereka semua akan lenyap! Mereka tidak tahu berhadapan dengan siapa," ucap Papah. Aku syok mendengar penuturannya, beginikah aslinya Papah. Aku tercengang, melihat api dendam di manik matanya."Rosa, kamu harus tau! Bagi Papah,
Baca selengkapnya
Pertemuan
Hari ini aku menjemput Brian di Bandara, anak Tante Nora."Kak Rosa!" teriak Brian, seraya melambaikan tangannya. Aku yang tadinya celingukan mencari-cari wajah Brian dari banyaknya orang yang datang pun tersenyum ke arahnya."Ayo, Kakak nggak bisa lama-lama nih, masih banyak kerjaan menumpuk di kantor.""Iya, ayo."Mobil melaju ke arah rumah, Tante Nora menyambut kedatangan anaknya dengan senyum mengembang."Aduh, pangeran Mamah sudah besar." Tante Nora memeluk Brian penuh kerinduan. Berpisah dengan anak semata wayang tidaklah mudah, apalagi ia tinggal seorang diri saat itu. Tante Nora tipikal orang yang enggan menyusahkan keluarganya, itu sebabnya kami tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya."Te, bagaimana kondisi Mamah? Apa ada perubahan?" tanyaku. "Lumayan, Ros. Hari ini dia sudah mau makan siang bersama Tante, di ruang makan. Kamu nggak makan dulu? Ros.""Sukurlah, ak
Baca selengkapnya
Pilih Siapa
"Em, sebelumnya, saya mau bertanya dulu! Apakah, Nak Rosa. Sudah punya calon?" tanya Bu Ustadzah Maya dengan wajah tersenyum simpul. Entah perasaan apa ini? Rasanya sedikit berdebar."Belum, Ustadzah! Ada apa ya? Bu.""Alhamdulillah jika belum, anak Ibu, mau ngajak kamu ta'aruf. Apakah kamu bersedia?" Hatiku kian berdebar, merasa beruntung tentu saja! Sebab, lelaki yang di depanku ini. Selain ganteng, ia juga pandai dalam ilmu agama.Bahkan kenaikan hatinya, serta kepiawaiannya dalam bertausiah sudah tidak di ragukan lagi.Namun perasaanku justru dalam di lema, beberapa hari ini pikiranku di kuasai orang lain, yang tengah dekat denganku. Julian."Rosa, di jawab pertanyaan Ustadzah Maya, nak."  Perkataan Mamah mengejutkanku dari lamunan."Emm .... Maaf ustadzah Maya, tanpa mengurangi rasa hormat. Bolehkah saya meminta waktu satu Minggu untuk berpikir?" tanyaku.Biar bagaimana
Baca selengkapnya
Akhir Dari Mereka
Bab50 "Julian, apa ini nggak terlalu cepat?" tanyaku."Tidak, untuk apa berlama-lama dekat, nanti kamu diambil orang."Aku semakin dilema, hatiku selalu merasa nyaman dan kagum pada Julian.Sedangkan dengan Fahrianur, aku memang tidak pernah dekat dengannya, namun aku juga mengaguminya.Wajar, selain tampan rupawan, Fahri memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas, tentu hal itu baik untuk dunia dan akhiratku.Sedangkan Julian, dia pun tak kalah tampan, juga mapan. Namun, pengetahuan agamanya aku kurang tahu."Boleh minta waktu untuk berpikir?" tanyaku."Satu hari, hanya satu hari." "Baiklah, besok aku akan ngasih jawabannya."Panggilan telepon pun diakhiri dengan ucapan salam.Aku menyukai Julian, namun aku juga berat menolak Fahri. Ya ampun, aku bingung kalau begini.Aku memilih bergegas pulang, dan membawa kerjaanku yang tertunda ke rumah. "Amira, saya hari ini pulang lebih awal, kamu h
Baca selengkapnya
Kedatangan mertua
Season 2. Karma Seorang Pengkhianat, yang dialami keturunannya. Jalu pun kini telah menikah, dan memiliki seorang Putri cantik yang dia beri nama Zulaeha. Biasa dia di panggil Leha. Wanita cerdas, yang di besarkan oleh Wanita tua. Mengulik kehidupan Zulaeha setelah menikah. "Mas, bukannya aku keberatan, tapi kamu tahu sendirikan, bahwa aku sama Ibu kamu itu gak pernah cocok. Aku selalu salah di matanya, sehari saja aku di kampung, di rumah Ibu, sudah mau gila aku-nya. Apalagi kalau satu rumah di sini," protesku, ketika Mas Juna mengatakan, bahwa Ibu Mertua akan tinggal bersama kami."Leha, kamu kan tahu, aku ini anak laki-lakinya Ibu. Anak laki-laki itu milik Ibunya, mana mungkin aku bisa menolak Ibu mau tinggal dimana pun." "Tapi kan masih ada Adek kamu! Mas. Si Nora, kenapa Ibu gak milih Nora aja sih, kan dia selalu Ibu bangga-banggakan.""Sudah, deh. Kamu kok jadi Istri gak bisa nurut sama Suami? Coba kalau itu or
Baca selengkapnya
Sandiwara
Subuh, setelah selesai menunaikan kewajiban, aku kembali fokus kepada pekerjaan rumah, mumpung si Baim belum bangun. Aku menyiapkan menu sarapan lezat setiap harinya, tentunya menu yang sehat.Untuk masalah masakan, aku ahlinya. Kami bertiga makan dalam hening, selesai makan, Mas Juna bersiap untuk berangkat ke toko Pakaian milik kami, yang ada dua cabang. Toko yang lumayan laris, dulu sebenarnya itu toko usaha milikku.Namun semenjak melahirkan, Mas Juna yang ambil alih urusan toko, sedangkan aku di minta untuk fokus urus bayiku saja. "Mas, berangkat dulu, Dek!" ucap Mas Juna sambil mencium keningku, aku pun mencium punggung tangannya.Sedangkan Ibu nampak tak suka, wajahnya begitu datar ketika Mas Juna berpamitan padanya.Saat Mas Juna berangkat dan meninggalkan halaman rumah."Leha...! Kamu ada uang gak?" tanya Ibu Mertua dengan wajah datar."Leha gak ada uang, Bu. Mas Juna gak ada ngasih," ucapku d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status