All Chapters of Crescent Moon: Chapter 61 - Chapter 70
80 Chapters
61. Tebusan
Xaferius seketika menarik gigitannya dengan bibir yang masih dipenuhi darah, lantas mengarahkan tatapannya padaku, “Sakit? Bagus, kau memang layak mendapatkannya.” “Sakit sekali,” rengekku sambil menahan tangis. “Apa kau masih berpikir bahwa aku pasangan yang sempurna sekarang setelah hukuman yang kau dapatkan?” Air mataku pun serta-merta tumpah di hadapan Xaferius dan bergumam, “Maafkan aku.” “Aku memang akan selalu memaafkanmu, tetapi kau harus membayar pengkhianatan yang telah kau lakukan secara sadar di belakangku dengan cara yang berbeda.” “Apa maksudmu?” 
Read more
62. Sang Alpha
Kami duduk di atas sofa sekarang—berpelukan dan menikmati dua cangkir minuman cokelat panas—seperti pasangan normal. Aku membuka percakapan yang rasanya sudah lama hilang di antara kami. Xaferius merangkul pundakku dengan lembut sambil sesekali mengangguk atau menggeleng sebagai tanggapan. “Jadi, bagaimana kondisi portal? Apa semuanya baik-baik saja?” “Kau tidak perlu mencemaskan hal itu, Anna. Mereka telah mengurusnya.” “Aku hanya penasaran.” “Gadisku memang selalu ingin tahu,” seloroh Xaferius yang tersenyum samar padaku. “Kau belum menceritakan tentang lukamu. Bagaimana kau mendapatkannya?
Read more
63. Paranoid
Hari-hari yang kulalui bersama Xaferius selalu menyenangkan—penuh afeksi—di setiap detiknya. Bulan-bulan bergeser dengan cepat. Kami pun tiba di penghujung tahun dan musim dingin datang jauh lebih buruk daripada sebelumnya. Suhu turun drastis di titik minus, sementara salju terus berjatuhan sejak tadi malam. Rasanya seolah-olah embusan napasku sanggup membeku kapan saja. Kehidupan kami terasa monoton, tetapi tenang selepas Pavla menghilang dari insiden mengerikan yang telah terjadi di kawasan portal waktu itu. Dia tak lagi muncul atau bahkan terdengar kabarnya oleh para kawanan, begitu juga dengan Aldrich. Aku sudah lama sekali tak bertemu dengan pria itu. Ikatan yang pernah terjalin di antara kami berdua pun serta-merta berakhir setelah dia menjauh. “Apa kau sudah siap, Anna?” tanya Xaferius yang masih sabar
Read more
64. New Orleans
Kami tiba di New Orleans—kota metropolitan yang terbelah oleh Sungai Mississippi itu—pada waktu setempat. Langit senja turun menyambut kami setelah berhasil mendarat dengan aman di Bandara Internasional Louis Armstrong. Aku menyambut uluran tangan Xaferius yang ingin berjalan berdampingan denganku. Kami saling berpegangan—mengaitkan jemari satu sama lain—seperti kekasih umumnya.  “Apa kau lelah?” tanya Xaferius yang kembali membuka obrolan di antara kami sebelum memasuki ruangan berikutnya untuk mengambil bagasi. “Ya. Aku ingin melepas leherku saja jika itu memang bisa kulakukan.” “Apa kau perlu bantuanku?” “Itu hanya kiasan, Xaferius. Apa kau be
Read more
65. Gerald dan Lucia
“Berhentilah khawatir secara berlebihan sebab kita sudah sampai sekarang,” ucapnya dengan sorot mata yang dijejali oleh ledakan euforia. Kami kemudian bergegas turun dari taksi setelah membayar tarif perjalanannya. Xaferius kembali menggandengku seperti sebelumnya. Senyum di sudut bibirnya terus melebar seiring dengan langkah panjangnya yang bergerak menuntunku masuk ke halaman rumah besar tipe minimalis modern—yang mengusung konsep kaca—yang elegan. Nyaman. Itu merupakan kesan pertama yang kudapat dari tempat tinggal orang tua Xaferius. Mereka sangat memahami cara menyelaraskan desain dan tema yang harus ditonjolkan pada sebuah bangunan sekaligus menciptakan nilai tambah yang apik. Aku bertanya-tanya apa profesi mereka selepas ‘pensiun’ d
Read more
66. Titian Takdir
“Apa kau suka memasak?” tanya Lucia yang mencoba menerka lagi.   “Ya, tetapi aku sudah jarang melakukannya sekarang.”   Kini kami berdua sedang duduk di atas kursi berkaki panjang yang terbuat dari bahan aluminium—dipoles sampai mengilat—seperti yang biasanya ada di area bar. Lucia kemudian menyerahkan segelas jus lemon dan memintaku untuk menghabiskannya tanpa sisa.   “Terima kasih, Lucia. Kau membuatnya dengan sempurna. Rasanya sangat enak,” ucapku setelah berhasil menenggaknya separuh.   “Benarkah? Tidak ada yang pernah memuji kemampuanku sebelumnya,” komentarnya dengan nada takjub.   Tawaku seketika mengudara selepas mendengar pengakuan Lucia, “Apa itu
Read more
67. Pemburu Andal
“Mengapa kalian harus kembali secepat itu?” keluh Lucia yang masih merangkulku dengan sikap tak rela. Aku mengumbar senyumku pada Xaferius kemudian kembali mengarahkannya pada Lucia yang masih gigih membujuk putranya agar tinggal lebih lama—tiga atau empat hari—lagi. Sudah dua minggu kami berada di New Orleans dan Xaferius ingin segera pulang ke Glasglow. Ada setumpuk pekerjaan yang sedang menantinya di sana. Shaunn juga beberapa kali meneleponku dan merengek tentang jadwal kepulangan kami. Kesepian menjadi salah satu alasan yang paling vokal dia ungkapkan, sementara suara Simon selalu meneriakinya dengan beragam kalimat sorakan yang menjadi latar belakang percakapan di antara kami. Pria itu mengolok-oloknya lewat julukan ‘Si Bocah Tantrum’. 
Read more
68. Pasangan Sejati
“Pastikan kau selalu ditemani Xaferius atau para kawanan saat kau berada di luar rumah, Nak. Alexandr merupakan pemburu yang paling andal dari semua anggota kelompok. Kau akan menghadapi bahaya dan mimpi buruk di waktu yang sama selepas menjadi incaran makhluk itu,” pesan Gerald yang menggumam dengan nada parau. Sensasi yang sudah lama hilang dari tenggorokanku itu kembali merayap dan menyebar dengan cepat. Aku hanya mampu mengangguk, lantas menggali kenangan tentang sosok Alexandr yang muncul di area perbatasan waktu itu. Punggungku gemetar sesaat setelah mengingat sepasang taringnya yang runcing itu berkilau diterpa cahaya bulan. “Ada apa, Anna? Apa kau baik-baik saja?” bisik Xaferius yang menyadari perubahan pada tingkahku. “Tidak ada apa-apa
Read more
69. Simbol Para Alpha
Kami sudah pulang dan ranjang menjadi satu-satunya tempat paling nyaman yang masuk di urutan nomor satu dalam kategori tempat terbaik untuk kuhabiskan bersama Xaferius. Dia sedang bergelung di bawah selimut—tanpa pakaian—denganku sekarang. Kadang-kadang mendengkur, kadang-kadang mengigau tentang pekerjaannya.  Aku memandangi wajah Xaferius—rupa yang masih tetap sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya—sejak tadi, lantas mendesah heran. Mengapa dia sesempurna itu? Namun, aku juga senang setelah menemukan satu fakta menarik lainnya bahwa pria yang tengah terlelap itu milikku. Ada sejenis guyuran emosional yang mengirimkan simbol peringatan di kepalaku. Aku kembali memutar kilas balik memori antara kami berdua, kemu
Read more
70. Nakhoda
“Kau juga pernah melihatnya di tubuh seseorang selain aku, bukan?” Apa aku harus menjawabnya? Aku tahu Xaferius sedang memancing seluruh pengakuanku. Ternyata dia masih marah tentang insiden antara aku dan Aldrich tempo lalu. Sungguh, tiada yang salah dengan itu. Xaferius memang berhak marah padaku. Seribu rajam atau sejuta makian pun tak akan pernah membuat satu kesalahan fatal cukup untuk dimaafkan semudah itu. Manusia sepertiku akan selalu dikuasai oleh ego dan serakah, tetapi bukan berarti aku juga membenarkan sikap kelewat batasku. Aku menyesali sekaligus menikmatinya dan kupikir menikmati sesuatu yang bukan milikku adalah rasa yang paling memuaskan. Dua perasaan ganjil itu sukses mendominasi sebagian besar diriku selepas kami melalui begitu banyak hal yang
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status