All Chapters of Maduku Sayang: Chapter 31 - Chapter 40
144 Chapters
31. Yuni, Kamu Di Mana?
Setelah kepergian Vidia, aku kembali mengecek ponsel. Tidak lupa membutakan mata, menulikan telinga agar ketika ia kembali memberontak aku tidak usah hadir menyaksikan atau mendengarnya.Kupandangi nomor telepon Yuni. Sial, benar bukan. Aku ingat betul digit terakhirnya.Notifikasi pesan membuyarkan lamunan, segera aku cek dan ada balasan dari orang yang dicari.Wahyuni : Di suatu tempat. Kamu tidak perlu tahu saat ini, Din. Kenapa?Aku : Aku khawatir banget sama kamu, seenaknya bilang gitu.Tidak ada balasan. Titik hijau sudah hilang, tertulis di bawah namanya 'aktif satu menit yang lalu.'"Kenapa dia?" gumamku lagi.Aku berusaha mengingat kejadian kemarin jangan sampai melakukan kesalahan. Akan tetapi, sampai sepuluh menit berlalu tidak ada yang aku dapatkan.Mungkinkah ia seperti ini karena rencana menghancurkan Vidia atau dia sendiri yang sudah dihancurkan jadi memilih kabur dan tidak ingin ada yang tahu keberadaannya?
Read more
32. Izin dari Suami
"Fer, aku izin ke luar sebentar," ucapku pada Ferdila pagi ini setelah tiga hari berpikir mencari solusi."Ke mana?""Cari kerja." Ucapanku berhasil membuatnya berhenti mengunyah. Ia menatap heran bukan amarah. Memang sejak tiga hari pula kami tidak saling bertegur sapa dan kupikir jika mendapat kerja bebannya akan terasa ringan.Jika terus berada di rumah ia bisa dengan mudah merendahkanku yang tidak punya penghasilan. Apalagi Vidia juga tidak bekerja dan selain itu sibuk dengan banyak hal bisa sejenak melupakan beban pikiran terutama jika ada teman yang menghibur."Kerja di mana?"Aku memang belum tahu ke mana harus mencari pekerjaan dan akan bekerja sebagai apa. Surat lamaran saja belum ada. Namun, melihat postingan Elsa di Facebook tadi malam yang membuka lowongan kerja membuatku tertarik dan semakin membulatkan tekad.Kerja di salon. Jika belum berpengalaman, boleh di-training selama seminggu sampai sebulan tergantung skill. Lagian kala
Read more
33. Kejutan Untuk Ardina
"Aku pun tidak akan pernah lupa untuk membalas kejutanmu, Ardina. Sebuah kejutan yang tidak akan pernah kamu lupakan!" balasku mendengar ucapan Ardina. Ia mengira aku tidak kembali ke luar dari kamar dan mengintip pergerakannya.Entah perempuan itu bodoh atau tidak, dia sungguh lupa siapa aku. Tidak mungkin seorang Vidia Maida akan melepaskannya begitu saja. Rencana bekerja itu sudah aku ketahui karena mengintipnya tadi malam yang menelepon di dapur.Rengekan tadi itu adalah palsu. Hanya sebuah kamuflase agar tidak ada curiga dalam hatinya kalau aku akan memberi kejutan di rumah ini. Nantikan saja, hanya sebentar lagi."Ardina!" panggilku.Perempuan yang baru saja selesai mencuci piring menoleh dengan senyum manisnya seakan kami adalah sahabat yang tidak saling memiliki dendam. "Ada apa, Vid?""Kamu mau keluar nyari kerja, 'kan?"Dia mengangguk."Kalau begitu sekalian belikan seblak. Aku ngidam itu, pengen banget makan seblak kamu yan
Read more
34. Kejutan Lagi
Perempuan itu terlihat menganga. Dia pasti tidak menyangka aku yang melakukan ini semua dalam waktu singkat. Tangannya gemetar, tubuhnya terperosok ke bawah. Aku ikut mensejajarkan diri."Kamu tidak suka, Din?""Kamu yang melakukan ini?" tanya Ardina tidak percaya."Iya, aku yang melakukannya! Aku yang menyuruh orang-orang untuk membunuh Yuni dengan menyiksanya selama dua hari ini!" ucapku lantang.Air matanya berlinang dan jatuh begitu cepat. Dia mendekati Yuni yang mulai pucat. Aku bangga bahkan sangat puas melihat kedua sahabat berpisah. Ardina memegang pipi itu lembut berulang kali berucap maaf."Vidia Maida, kamu tidak hanya berusaha memisahkan aku dari Ferdila, tetapi juga sahabatku tercinta. Lantas, siapa lagi targetmu?!" tanya Ardina lantang.Mendengar itu aku hanya tertawa riang seperti orang gila karena terlampau bahagia. Target selanjutnya tidak usah bertanya, cukup nantikan kelanjutan surprise ini. Kematian Yuni hanyalah permulaa
Read more
35. Dendam
Vidia menoleh dengan wajah angkuhnya. Aku menarik sudut bibir, kemudian berucap lembut, "Kamu harus baik-baik di sini, Maduku Sayang."Perempuan berambut pirang itu tersulut emosi. Namun, aku harus segera pergi karena Yuni harus di makamkan lepas asar nanti. Genta yang sudah aku hubungi tadi merasa terkejut karena tidak menyangka maduku akan senekat ini.Hanya singgah mengucapkan itu untuk menambah perih dalam hatinya. Sepasang kaki ini menuntunku menjauh, kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah Yuni yang jaraknya lumayan jauh.Pukul 17.00 aku bersama Genta. Air mata jatuh membasahi pipi. Keluarganya sudah datang semua. Ada yang meraung padahal menurut agama itu tidak boleh. Jika ditegur pasti akan berkata, "Yuni bukan keluarga kamu jadi tidak merasa terluka dengan kepergiannya!""Kok, kamu bisa tahu kalau Vidia bunuh Yuni sampai datangin polisi hari itu juga, Din?" tanya Genta sambil mengangkat satu alisnya."Aku liat dari rekaman CCTV dan langau
Read more
36. Ferdila Sayang
"Kenapa harus menangis, Fer? Bukannya senang karena Yuni meninggal dan tidak ada yang membantuku menyingkirkan istrimu itu?"Ferdila semakin mengeratkan pelukannya. Untuk sesaat aku tidak tega memenjarakan Vidia, tetapi jika membiarkannya hidup tanpa hukuman apakah akan sepadan?Yuni telah melakukan banyak hal untukku selama dia hidup dan saatnya aku membalas budi. Rasa sakit merebak ke seluruh tubuh, sunyi pun merajai hati dan aku hanya bisa mengembuskan napas kasar berusaha menerima takdir."Maafkan aku, Sayang. Aku menyesal," lirih Ferdila. Aku membalikkan badan dan menatap matanya dalam. Tidak ada kebohongan di sana."Maafkan aku yang selama ini tidak bisa mengawal perasaan bahkan tidak pernah berlaku adil. Sementara Vidia ada dalam penjara, mari kita buka lembaran baru," lanjutnya lagi.Aku terenyuh dengan kalimat Ferdila. Detik selanjutnya dia mendaratkan kecupan di kelopak mata yang perlahan tertutup. Sesuatu yang sudah lama tidak aku rasaka
Read more
37. Tersenyum Menang
Rupanya suasana sudah sepi. Ke mana mereka semua? Ini tidak mungkin halusinasi. Tiba-tiba aku terkejut saat ada yang memegang bahuku, saat menoleh...."Fer! Kaget tau!" pekikku dengan suara tertahan."Ke mana mereka, Din?""Entah.""Seperti ada yang menyelamatkan kita," bisiknya.Namun, aku tidak mengindahkan kalimat Ferdila barusan. Sekarang karena situasi sudah aman, maka lebih baik menikmati makan malam khusus.Ini adalah saat yang paling aku nantikan. Makan berdua dengan Ferdila sementara madu yang paling aku cintai harus tinggal di balik jeruji besi. Ah, aku tidak ingin tahu tentangnya lagi karena bisa merusak mood.Di meja makan sudah terhidang beberapa lauk. Betapa menyenangkannya melihat tangan Ferdila terulur. Dia ingin menyuapiku seperti dulu semasa jadi pengantin baru.Senyuman merekah indah di bibir. Dan ... ada sesuatu yang menempel ketika aku menutup mata. Nikmat sekali, hingga jantung berdegup lebih cepat dari bi
Read more
38. Petaka Malam Bercinta
Aku melirik jam yang sudah menunjuk angka sembilan malam. Tadi sebenarnya ingin menemui Genta, tetapi Ferdila bilang aku harus pulang cepat karena sudah tidak tahan.Entah bagaimana kabar lelaki itu sekarang. Dia sulit dihubungi bahkan via sosial media sekali pun. Suara pintu kamar mandi terbuka, aku segera meletakkan ponsel agar Ferdila tidak curiga.Dia baru saja selesai mandi dan berdiri dalam keadaan bertelanjang dada. Jujur saja sebagai perempuan normal aku harus menelan saliva karena ingin memeluk erat tubuh jangkung yang dadanya bidang itu.Aroma sampo juga sabun merebak cepat. Tiba-tiba rasa ingin semakin menyeruak menggemuruhkan jiwa. Ferdila menarik sudut bibir menghampiriku yang hanya mengenakan kimono tipis. Kami duduk saling berhadapan. Malam belum terlalu larut, haruskah secepat ini bahkan ketika aku masih sempat memikirkan Genta?"Ardina ... kamu sudah siap?""S-siap apa?" tanyaku pura-pura untuk mengulur waktu. Sialnya
Read more
39. Gambar Tidak Senonoh
Aku menelan saliva ketika mendapat pesan Whats*pp dari nomor tidak dikenal. Pasalnya itu bukan pesan singkat biasa melainkan foto bug*l seorang lelaki bernama Genta.Dia tidur di hotel dengan seorang perempuan yang tubuhnya berbalut selimut. Sayang sekali wajah itu diblurnya, mungkin tidak ingin malu jika sampai viral di media sosial.Namun, ada sesuatu yang aneh. Ketika aku mencoba mengabari Genta perihal foto itu, dia tidak aktif sama sekali. Ada rasa khawatir yang menguasai jiwa."Ardina!"Aku terkejut. Ternyata sejak tadi diam-diam Ferdila menatapku dengan pandangan curiga. "Lagi mikirin apa?""A-anu ... mikirin kerjaan, Fer." Lagi aku harus berbohong karena baru baikan satu jam yang lalu."Memangnya kenapa dengan pekerjaanmu?"Aku berdiri, mematikan ponsel dan mengisi daya. Untung saja memang sedang lobet jadi tidak menambah kecurigaan Ferdila. Dia melipat kedua tangan di depan dada."Itu ... apa bisa kalau aku diminta bos
Read more
40. Perempuan Bernama Namira
Setelah kusebutkan nomor ponsel sekaligus yang terhubung ke akun Whats*pp. Sambil menggulung handuk kecil di kepalanya aku mulai bertanya, "Satu hal apa yang kamu inginkan?" Dia tersenyum. "Nanti saja aku sampaikan via Whats*pp karena kita sedang di salon tempatmu bekerja. Kalau ada yang mendengar gimana?" Aku diam, hanya berusaha menuruti kata Namira. Dia berkata seperti itu membuatku berprasangka bahwa permintaannya sedikit berat. Entah kenapa aku tiba-tiba mengingat foto Genta dengan seorang perempuan. Di mana dia sekarang masih belum kuketahui juga. Harap-harap setelah ketemu Ferdila nanti dia membahas dan aku akan berusaha agar dia cerita tentang kantor. Napas memburu, aku berusaha menguasai diri karena masih jam kerja. "Kamu cantik. Sudah menikah?" tanya Namira lagi. "Iya, terimakasih." "Punya anak berapa?" Deg! Pertanyaan seperti inilah yang paling dihindari pasangan yang tidak lagi muda usia pernikahannya terutama sang
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status