All Chapters of Aku Dimanfaatkan Mertua dan Suamiku: Chapter 41 - Chapter 50
58 Chapters
Bab 41: Jawaban yang Tak Diinginkan
“Terima kasih banyak, Gah! Kamu banyak bantuin aku selama proses pengurusan perkaranya Anha,” ucapku siang ini pada pria bernama Gagah.Ini sudah ketiga kalinya dia menemaniku membereskan permasalahan yang menimpa Anha. Kasus dari gadis yang disiksa habis-habisan oleh lima orang sekaligus memang berakhir damai, ketiganya meminta maaf pada kami usai mendapat panggilan dari pihak kepolisian.Aku tahu, ini terdengar tidak memuaskan. Aku sudah meminta rujukan untuk melakukan visum dan hasilnya kuserahkan kepada pihak kepolisian. Tetapi nyatanya memang perkara begini harusnya diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan. Anha memang tertekan, tapi menurut dokter mentalnya akan berangsur membaik dengan cepat, seiring dengan luka-luka yang ada di tubuhnya.“Sama-sama , Gin! Ini laporan terakhir ke polisi, kan?” balas Gagah.“Iya, Gah. Aku kira bakalan naik pengadilan. Ternyata semuanya diselesaikan secara d
Read more
Bab 42: Tangis Gadis Kecil
Aku menghentikan Si Gagah, kemudian lekas menurunkan kaca jendela. Gagah berlari menghampiriku, wajahnya memerah dan terlihat jelas jejak kakegatan di sana.“Gin, turun!” pintanya setengah berteriak.Gagah membukakan pintu mobil, menuntunku turun dari Si Gagah yang tinggi ini. Aku gegas berlari bersama Gagah, dan apa yang kulihat saat ini telah membuat jejak yang dalam di hati.“Astagfirullah!” Aku menjerit sekeras mungkin, lalu berbalik bersembunyi pada Gagah.Tubuh seorang pria tergeletak pingsan di belakang mobilku, kepalanya terluka dan darah mengucur pelan. Di sebelah sang pria, ada gadis kecil yang merengek, menangis dan terus memanggil nama dari pria itu.“Papa ... Papa!” Tangan mungilnya mengguncang tubuh sang pria. Hingga Gagah memintaku melepas dirinya.“Gin, lepas dulu. Kita harus bawa dia ke rumah sakit!” ucap Gagah.Aku memaksakan di
Read more
Bab 43: Pria Itu Dirawat
Aku berdiri di depan unit UGD dengan tangan masih menggenggam erat si gadis kecil. Anggrek— begitulah dia mengaku. Tak pernah kutanyakan apa kelanjutan namanya, mungkin saja anggrek bulan yang selalu hits itu atau anggrek jenis apapun. Tetapi kuakui, namanya memang secantik parasnya.Dia berdiri di sampingku, menatap ke arah pria berbaju putih yang masih berbicara dengan Gagah. Si kecil tidak bereaksi apapun, bahkan merintih memanggil nama pria di dalam sana pun tidak lagi dia lakukan. Anggrek diam, menggenggam satu jemariku lebih erat.“Kamu kenapa, Nak?” tanyaku padanya saat menyadari perbedaan itu. Aku mencoba berbasa-basi, mungkin Anggrek masih menyimpan khawatir dengan apa yang terjadi pada papanya.“Macih ama? Angyek lapar,” akunya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Aku tergelak mendengar penuturan si kecil, menyebabkan Gagah dan pria berprofesi mulia itu ikut melirik ke arah kami. Gagah menegu
Read more
Bab 44: Wanita Tak Punya Hati
“Malah hah! Kan kamu yang nabrak Mas Zildi, jadi kamu tanggungjawab ngurusin dia juga, dong!” sungut wanita itu.Dia dengan sengaja mengibas rambutnya ke arahku. Menyebabkan wajah ini terasa perih berkat hempasan dari helaian surainya yang berwarna madu. Tidak cukup sampai di situ, dia juga menghentak tumit heels-nya yang seruncing jarum, mengakibatkan derak keras mengusik telinga.Kulirik Anggrek di atas brankar, gadis kecil itu menggeliat, terusik dengan apa yang dilakukan oleh ibunya. Sedangkan Mas Zildi yang baru saja terbangun segera meninabobokan putri mereka lagi.Entah sudah seperti apa zaman saat ini, suami bersikap dhalim terhadap istri, mertua membenci menantunya sendiri dan sekarang istri bersikap kasar pada suami. Edan! Aku tidak habis pikir kalau nasib bisa begitu sama antara aku, Mas Zildi dan juga Gagah. Anehnya, kami dipertemukan dalam satu kecelakaan.“Loh, Mba ....”“Jan
Read more
Bab 45: Demi Anha
Aku berhenti berjalan tepat di depan kamar beraroma lavender itu. Anha, kutemukan sedang berbaring di ranjang, memainkan gawai baru yang belum lama ini kubelikan demi menghibur hatinya yang remuk. Meski alasan sebenarnya, gawai gadis itu mengalami kerusakan usai insiden pengeroyokan.Anha yang menyadari kepulanganku segera beranjak bangun, ditinggalkannya benda pipih yang menyala itu di ranjang, lalu dia menyerbu ke arahku, memeluk erat seperti bayi pada ibunya. “Kok lama sekali, Gin? Aku takut di sini,” rengeknya percis anak kecil.“Jangan manja, An. Biasanya kamu juga senang aku tinggal di rumah. Enggak ada yang omelin kamu kalau rumah kotor dan bisa sepuas-puasnya malas-malasan,” ucapku seraya melepas pelukan gadis itu.Kuperhatikan wajah Anha, meski masih sedikit layu namun jadi lebih berwarna dibanding sebelumnya. “Urusan dengan emak-emak arogan itu sudah selesai. Mereka akan membayar ganti rugi untuk kamu, An
Read more
Bab 46: Tetangga Selama Ini
Aku terdiam cukup lama saat netra ini mengenali sosok yang berdiri di depanku. Wajahnya kian kurus dan pucat, cekungan pipinya semakin dalam dan tulang pipi mulai menonjol. Penampilannya sangat biasa, jauh berbeda dengan apa yang pernah kulihat terakhir kali saat di rumah Nita dulu. Wanita ini, rupanya sudah melahirkan anak pertamanya. Tapi, kenapa dia ada di sini? Di desa yang jauh dari rumah mereka? “Mbak Gina, kan?” panggilnya lagi. Aku bingung, harus mengiyakan atau memilih melarikan diri. Mantan madu yang merebut Bang Teguh dariku, kini berdiri dengan wajah terkejut. Dia batal meninabobokan anaknya yang merengek di ayunan dari sarung motif kotak-kotak— sudah lecek dan kusam, seperti kain lama yang digunakan. “Mbak Gina apa kabarnya? Makin cantik saja, ya? Badannya juga makin bagus, baju dan tasnya juga,” pujinya sembari melihat-lihat penampilanku. 
Read more
Bab 47: Kemunculan Bang Teguh
Mas Zildi terdiam cukup lama setelah mendengar penuturanku. Dia menatap diri ini dari ujung kepala hingga kaki, lalu memalingkan wajahnya ke kanan, diam seribu bahasa.Kulihat tangannya terangkat pelan, ragu-ragu, sebelum kemudian mengusap wajahnya yang layu. Bisa kutebak, bagi Mas Zildi, ini adalah ide paling aneh di dunia. Siapapun juga akan merasakan hal yang sama. Aku hanyalah orang asing yang ditemuinya kemarin dan sangat tidak mungkin dia akan memberi izin untuk membawa Anggrek bersamaku, sesulit apapun keadaannya di sini.Sebab itulah, Mas Zildi tidak memberiku jawaban. Dia terus saja diam, memandangi dinding rumah sakit tempatnya dirawat. “Mas Zildi?” tuntutku. Setidaknya, dia harus memberiku balasan atas permintaan barusan. Walau pada akhirnya tetap berakhir dengan penolakan. Sejenak kuabaikan Mas Zildi yang mematung, lalu memandangi wajah Anggrek yang kusut bekas b
Read more
Bab 48: Kejamnya Bibir Gagah
Aku membawa Anggrek kembali ke rumah sakit tempat Mas Zildi dirawat. Meski perasaanku terus bergejolak berkat pelecehan yang dilakukan Bang Teguh, tetapi kuteguhkan hati agar tidak berimbas pada sikap terhadap Mas Zildi dan Anggrek nantinya.Gadis kecil yang sedari tadi sibuk menangis ketakutan, kini terlihat lebih stabil dan tenang. Saat menaiki lift pun, Anggrek begitu santai. Dia hanya merapatkan bibir, sesekali menyentuh wajahnya yang kumal dengan tangan, menggaruk pelan meski berulangkali kularang.Kami tiba di depan pintu tempat dimana Mas Zildi dirawat. Anggrek gegas mendorong daun pintu setelah melihat celah kecil yang tercipta berkat gerakku. Anggrek menerobos cepat, mungkin tidak sabar untuk mandi dan berganti gaun baru yang kubelikan untuknya.Tak bisa kutahan, bibir ini membentuk lengkungan yang mengalirkan hangat hingga ke hati. Gelagat Anggrek yang begitu menggemaskan, serta sikapnya yang kadang bikin pusing tujuh keliling. Padaha
Read more
Bab 49: Wanita yang Meminta Pekerjaan
Seminggu berlalu begitu saja. Aku tak lagi bersedia menerima panggilan dari Gagah, atau sekadar menjenguk Mas Zildi dan Anggrek. Kabar keduanya hilang, ditelan waktu yang terus berjalan tanpa mau menunggu.Aku dan kegelisahan ini, berselimutkan rasa sepi. Selain Anha, hidupku hanya dipenuhi warna kelabu yang membosankan mata dan pikiran.Kegiatanku selama ini hanya berputar di dalam roda yang sama, pagi berangkat ke gudang, siang makan bersama Anha dan sorenya kembali pulang setelah memastikan segala urusan selesai. Begitu seterusnya, tidak ada lagi persimpangan yang membuat hidup ini kian berwarna.Hari ini misalkan, sudah jam sepuluh siang, dan aku masih di depan teras rumah sewa. Memandang ke jalanan yang sepi dan berpura-pura tak mendengar perdebatan dari rumah tetanggaku yang budiman.Sepertinya, Bang Teguh belum menyadari jika aku dan Anha tinggal tepat di sebelah mereka, karena itulah baik dia atau ibu mertua tidak pernah mu
Read more
Bab 50: Hukumankah Ini?
Usai menerima Adinda bekerja di gudang, aku bersikap seperti biasa. Membiarkan semua hal berlalu tanpa memberi peduli meski hanya sedikit. Termasuk soal Gagah yang pada akhirnya tidak lagi berusaha menghubungiku. Dia berhenti bekerja sebagai agen dari distributor langganan gudang tanpa alasan yang jelas, kemudian menghilang tanpa jejak.Dari karyawan yang menggantikan Gagah aku tahu satu hal, Gagah minta dipindahkan ke cabang yang berbeda karena alasan pribadi. Dan satu poin penting lain yang membuatku tercengang, menurut pria yang mengambil alih pekerjaan Gagah, pria itu sedang menjalin kedekatan dengan seorang gadis muda yang dikenalkan ibunya. Mereka berniat menikah, dan Gagah mulai membangun karir di daerah tempat gadis itu tinggal.Aku terdiam saat mendengar kisah itu, tidak pernah mengira jika Gagah yang mendeklarasikan perasaannya padaku begitu dalam bisa berpaling dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini, membuatku bertanya-tanya, tentang kebenaran
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status