All Chapters of Membuat Suami dan Mertua Menyesal: Chapter 41 - Chapter 50
57 Chapters
Seseorang yang Membuatku Takut
 "M-mbak," ucapnya dengan ekpresi terkejut."Panggil, Naya saja! Nama saya Naya," ucapku tersenyum."Oh, Iya. Naya," balasnya sambil mengangguk."Kamu sendirian kesini?" tanyaku basa-basi.Tiba-tiba terlihat Ammar memegangi kepalanya seperti orang yang sedang pusing."Kamu kenapa?" tanyaku panik."Gak apa-apa, saya permisi!" jawabnya, lalu buru-buru meninggalkanku.Aku hanya memandangi punggungnya sampai menghilang di balik pintu. Entah mengapa, aku begitu yakin kalau Ammar adalah Mas Bram.Aku pun melanjutkan langkahku menuju toilet. Usai dari toilet aku kembali menemui Dewa dan Qila."Maaf lama," ucapku tak enak."Santai aja kali, Mbak," jawab Qila sembari tersenyum, begitupun Dewa. Rasanya aku begitu jahat, saat memikirkan laki-laki lain sementara Dewa begitu tulus menerimaku."Habis ini kita kemana lagi?" tanya Dewa sembari menyendokkan makanannya ke dalam mulut."Memangnya mau keman
Read more
Kemunculan Doni
"Naya! Sepertinya kita memang berjodoh." Suara bariton tiba-tiba datang dari arah samping kanan, aku sangat mengenali suara itu saat melihat wajahnya. Seketika perasaan takut menyelimuti hatiku."M-mau apa kamu?" tanyaku dengan perasaan takut. Langkahku mundur, sementara ia semakin maju."Tenanglah, Naya. Aku tidak akan menyakitimu. Bagaimanapun kita pernah menghabiskan malam bersama, dan tinggal serumah." Doni tersenyum, tetapi lebih terlihat menyeringai jahat.Kenapa aku harus bertemu dengan mantan suamiku tersebut. Aku pikir dulunya dia adalah lelaki yang sangat penyanyang dan setia. Menyesal, dan merasa tertipu. Ternyata Doni tak ubahnya seperti srigala berbulu domba. Dulu aku bertemu dengannya saat ia menjadi salah satu rekan kerja, sikapnya sangat manis bahkan hati yang sempat beku ini, terasa begitu mudah mencair dengan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, begitu terdengar bijak dan menenangkan. Tetapi, semua itu hanya sebuah tipuan be
Read more
Pengakuan Mita
 "Jadi apa maksud, Bu Naya menunjukkan semua ini?" tanya Mita sembari menyerahkan ponsel ke arahku."Kamu pasti sudah tau apa maksud saya, Mita," ucapku penuh penekanan. Berharap ia akan menceritakan semuanya."Maaf! Kalau Ibu mengajak saya ke sini hanya untuk membahas soal ini, saya pikir tidak perlu!" ucap Mita seraya bangkit dari tempat duduknya, berniat untuk pergi. Aku sama sekali tidak menyangka dengan reaksi yang ia tunjukkan, sehinga membuat terkejut."Tunggu! Kalau kamu mau jujur saya akan naikkan jabatanmu!" Aku tetap berusaha membujuk Mita agar ia berkata jujur, bahwa sebenarnya Ammar adalah Bram.Mita tersenyum tipis, lalu kembali duduk. "Saya pikir, harta tidak membuat, Bu Naya buta dan menilai semuanya dari materi. Tapi, hari ini Bu Naya menunjukkan seperti apa, Bu Naya sekarang."Maaf, sekalipun harta kekayaan Bu Naya, Ibu berikan semua ke saya. Saya tidak akan menukarnya dengan informasi tentang kakak saya. Bukankah sebentar la
Read more
Kejutan dari Dewa
"Naya, kenapa kamu di sini?" Tiba-tiba seseorang datang mengagetkan kami, dan seketika membuat wajah Mita ketakutan."Dewa, kamu bisa tau aku di sini?" tanyaku balik melihat kedatangannya."Em, tadi gak sengaja dengar ada yang sedang ngobrol, suaranya mirip sama kamu, dan bener ternyata kamu," jawab Dewa."Jadi, Bapak denger semua pembicaraan kita?" tanya Mita terkejut.Dewa nampak mengangkat sebelah alisnya. "Dikit," jawab Dewa santai sembari menyandarkan tubuh di kusen pintu.Wajah Mita terlihat memerah, dan gelapagapan. "Apa aja yang, Bapak dengar?" tanya Mita penasaran, membuat Dewa nampak risih."Emang kalian ngomongin apa sih?" tanya Dewa."Em gak kok, Pak. Bukan apa-apa," jawab Mita, dengan wajah terlihat lega mendengar jawaban Dewa."Ya udah kalau begitu, saya keluar dulu. Kamu bisa lanjutkan kerjanya," ucapku pada Mita."Ba-baik, Bu!"Aku pun melangkah keluar, begitu pun Dewa ikut pergi bersamaku.
Read more
Tamu Spesial
Perlahan kami pun kembali melangkah menuju pintu utama, begitu pintu terbuka dan menampakkan pemandangan di dalamnya jantung berpacu cukup kencang dari biasanya, rasanya benar-benar seperti suprise. "Assalamualaikum," ucapku gugup.Mereka yang tengah asik mengobrol langsung teralihkan perhatiannya begitu mendengar ucapan salam dariku."Waalaikumsalam," jawab mereka kompak."Nah itu, Mbak Naya sama Mas Dewanya pulang!" ucap Qila."Wa, kenapa gak bilang kalau mau ketemu sama, Mama dan Papamu," bisikku pelan, rasanya gemes pengen cubit itu anak.Dewa hanya tersenyum. "Ayo masuk!" ajaknya.Wait!Kenapa aku yang kayak jadi tamu, ini kan rumahku? Dengan perasaan berdebar aku pun mulai melangkah mengikuti, Dewa. Lalu, menyalami Mama dan Papanya Dewa, setelah itu tak lupa menyalami, Oma dan duduk di sampingnya. Perasaan canggung seketika menyusup kerelung hati. Dewa memilih duduk di sofa sebelah kiri, Mamanya.Kulihat tata
Read more
Lebih Tajam dari Pisau
Saat melintasi kamar tamu, samar kupingku menangkap suara yang membuat debaran jantungku berpacu lebih cepat, dan tanganku gemetar, sementara bahuku terasa lemas. "Mami gak habis pikir sama kamu, apa yang membuatmu menyukai perempuan seperti, Naya? Janda dua kali. Sementara kamu, belum pernah menikah sama sekali.""Mi, urusan jodoh itu biarlah Tuhan yang mengatur sebagai orang tua kita tidak bisa ikut campur.""Pi, Dewa itu anak kita satu-satunya, wajar kalau, Mami memimikirkan masa depannya. Harusnya, Dewa bisa cari perempuan yang masih lajang, ini malah janda dua kali."Coba Papi pikir, pasti ada yang salah dari, Nayanya makanya sampai harus dua kali menjanda," ucap Mama Dewa terdengar emosi.Mendengar ucapan Mama Dewa hatiku benar-benar rasa tertohok. Seandainya lidahnya adalah mata pisau tentu saja tubuh ini sudah tercabik-cabik."Tapi, Mi, Dewa mencintai, Naya tulus tidak peduli masa lalunya," Dewa terdengar membela."Halah
Read more
Orang-Orang Masa Lalu
"Kenapa mesti bingung, ayo kita cari ayamnya?" tiba-tiba seseorang datang menganggetkan, membuat jantungku rasa mau melompat dari tempatnya, kulihat Bi Jum pun sama kagetnya denganku."Dewa, bisa gak sih gak usah ngagetin gitu?" gerutuku kesal dengan tubuh masih gemetar karena saking kagetnya."Sorry, sorry," ucap Dewa sembari merentangkan kedua telapak tangannya dan mendekat ke arahku dan Bi Jum.Akhirnya aku dan Dewa pergi ke luar ke tempat yang biasa jualan sayur keliling untuk membeli daging ayam. Namun, sayangnya hari ini yang biasa dagang keliling lewat depan rumah tidak jualan, karena sakit."Jadi gimana?" tanyaku ke Dewa setelah kembali."Ya udah, kita jogging aja yuk!""Terus rencana masaknya gimana?""Masalah itu gampang, nanti bisa beli!" jawab, Dewa santai."Tapi ...." "Udah ayo!" tanpa mendengarkan ucapanku, Dewa langsung berjalan mendahuluiku.Terpaksa aku pun mengikuti langkahnya, entah
Read more
Mundur atau Bertahan
"Habis dari mana kalian?" Langkahku terhenti saat tiba-tiba seseorang bertanya dengan ketusnya padaku."Tante ...," ucapku tertahan. "Em, tadi kita habis dari jogging," jawabku gugup melihat sorot matanya yang begitu nyalang menatapku."Naya, kamu tau, 'kan Dewa anak saya satu-satunya, kamu pasti tau apa yang harusnya kamu lakukan!" ucap Tante Alana penuh penekanan."Saya hanya ingin kebahagian, Dewa. Tante mohon tolong kamu tinggalkan, Dewa! Kamu juga ingin, Dewa bahagian bukan?" Lanjut Tante Alana memohon, membuatku seketika mendongak rasanya benar-benar tidak percaya dengan permintaannyaTubuhku seketika terasa lemas mendengar permintaan mamanya, Dewa. Mata pun mulai terasa panas karena menahan tangis, apa aku salah menikah dengan, Dewa karena statusku?Dewa pun datang menghampiri kami, wajahnya terlihat sendu, dan menatap iba ke arahku."Maafin aku, Nay ... Sepertinya hubungan kita memang harus sampai di sini," ucap Dewa dengan wajah sed
Read more
Apa yang Kalian Rencanakan?
Hari ini aku kembali bekerja seperti biasanya. Namun, pikiran tidak bisa konsentrasi, karena mengingat sikap mamanya, Dewa yang begitu terasa dingin terhadapku. Sejak tadi pagi sampai menjelang siang beberapa kali berkas yang kubuat salah, hingga terpaksa mengulang lagi.Setelah merasa terus-terusan salah, sejenak aku menenangkan diri bersandar di kepala kursi, dengan segelas air putih. Nampaknya butuh minuman coklat biar sedikit lebih rileks. Dengan segera aku mengambil gagang telpon dan menelpon bagian OB untuk minta di buatkan minuman coklat hangat.Tidak lama kemudian pesananku datang. "Ini coklat hangatnya, Bu," ucap salah satu OB kantor, Rina namanya."Oh iya, taruh saja di situ!" Aku menunjuk bagian ujung meja yang masih kosong.Dengan telaten Rina pun menaruh minumannya. "Terima kasih," ucapku sembari mengulas senyum.Rina pun mengangguk, lalu pamit keluar. Aku pun membalasnya dengan anggukan.Begitu minum coklat hangat, pikiran sedi
Read more
Katanya Salah Paham
"Apa yang sedang kalian rencanakan?" tegasku, dengan menahan emosi, membuat wajah gadis itu semakin terlihat ciut."Bu-bu, Na-naya." Mita tergugup memyebutkan namaku. Sementara lelaki itu diam membisu, ia tertunduk. Langkahku semakin mendekat ke arah mereka."Ki-kita gak merencanakan apa-apa kok, Bu. Mungkin, Ibu salah dengar," ucap lelaki bernama Ammar itu membela."Diam kamu!" Bentakku dengan keras, membuat tubuhnya sedikit terlonjak."Aku sudah mendengar semuanya, dan kau! saya tidak menyangka kamu melakukan semua ini, aku pikir kamu sudah berubah," ucapku menunding wajah gadis yang masih berdiri tidak jauh dari Ammar."Saya bisa jelaskan semuanya, Bu. Semua ini salah paham," ucap Mita. Namun, aku tidak mempedulikannya."Aku bisa saja melaporkan kalian ke polisi dengan kasus tidak menyenangkan," ancamku penuh penekanan.Seketika Mita langsung memegang pergelangan tanganku memohon dan mengiba agar aku memaafkan kesalahannya.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status