Semua Bab Kafan Hitam: Bab 31 - Bab 40
198 Bab
02 - Kafan Hitam (Part 2)
Pria berikat kepala merah itu memberikan kode pada pria yang menjambak Ujang agar menghentikan aksinya. “Maneh harus jadi anggota Kalong Hideung,” ujar pria itu seraya berjongkok dan menaikkan dagu Ujang.“Saya ... belum tau siapa kalian,” sahut Ujang.Pria yang menjambak Ujang tadi bersiap memberi tendangan. Namun, pria berikat kepala merah itu memberi kode dengan tangannya. Pria tadi kembali mundur.Pria berikat kepala merah itu kembali berdiri. “Sejujurnya, kami adalah orang yang sudah menyelamatkan maneh dari kematian. Kami juga yang sudah merawat luka-luka maneh selama ini.”“Di mana saya?” Ujang bertanya. Matanya memindai sekeliling.“Maneh sedang berada di markas Kalong Hideung,” jawab pria berikat kepala merah. Ia memutari Ujang beberapa kali. “Bagaimana, Maneh bersedia?”“Bagaimana kalau saya menolak?” Uja
Baca selengkapnya
27
Ujang, batin Rojali.Rojali seketika menahan napas. Pemuda itu berusaha menggeser tubuh tanpa suara. Meski begitu, ekor matanya masih terpusat pada dua orang di dalam rumah. Dugaannya tepat. Pria yang ia lihat tempo hari di rumah tua di Legok Kiara itu sama persis dengan lelaki yang tengah bersama Romlah saat ini.Syukur, Rojali terbantu dengan sedikit cerita dari Aep mengenai pertemanannya dengan Ujang, juga foto yang ia temukan barusan. Besar kemungkinan bila Ujang adalah salah satu anggota Kalong Hideung.Namun, ada yang hal ganjil dari dari penjelasan Aep. Pria itu mengatakan bila Ujang masih belum ditemukan keberadaannya hingga saat ini. Hidup dan matinya pun masih dalam tanda tanya. Itu berarti Aep tidak mengetahui jika Ujang masih hidup dan saat ini justru bergabung dengan komplotan Kalong Hideung.Rojali masih berada di posisi sama selama beberapa menit. Punggungnya menempel di dinding bilik, sementara kakinya dalam posisi siaga. Hujan ma
Baca selengkapnya
28
Pagi di Ciboeh kembali dibuka dengan kabar penemuan potongan jari manusia di aula desa. Seorang warga yang merupakan petugas kebersihan di sana tampak tak sadarkan diri saat diangkat oleh beberapa orang. Warga sudah berkerumun tak jauh dari lokasi kejadian. Raut cemas mereka begitu tampak dari hari ke hari. Dari seberang jalan, mobil polisi terlihat di jalanan desa. Debu-debu berterbangan ke kanan-kiri tersapu angin.Tiga orang aparat polisi mengembus napas panjang begitu turun dari mobil. Tak jauh berbeda dengan Pak Dede dan warga lain. Raut letih mereka tampak jelas saat harus menangani kasus yang tak jauh berbeda dari hari kemarin. Polisi langsung mengadakan penyelidikan. Saksi mata yang adalah Soleh, salah satu aparatur desa, langsung diinterogasi. Berdekatan keterangan saksi, petugas kebersihan itu sudah ditemukan tak sadarkan diri. Begitu melihat hal itu, Soleh langsung memukul kentongan hingga para warga berdatangan. “Saya harap ini yang
Baca selengkapnya
29
Realitanya, apa yang ditakutkan oleh sebagian besar warga Ciboeh tak terjadi. Syukur dipanjatkan, tak ada penemuan potongan tubuh manusia lagi selama tiga hari ini di desa. Warga yang beberapa hari ke belakang seringkali diselimuti ketakutan akhirnya bisa bernapas lega.Kehidupan warga mulai kembali normal. Para petani pergi ke sawah ditemani cangkul dan kerbau dengan perasaan tenang. Madrasah kembali dipenuhi tawa anak-anak laki-laki yang bermain kelereng, anak perempuan yang asyik bermain lompat tali, juga obrolan para guru di ruangan pengajar.Mobil dari kecamatan atau desa lain kembali terlihat keluar-masuk jalanan Ciboeh, membawa keperluan warga untuk diantar ke warung dan toko-toko. Pangkalan ojek ramai oleh beberapa pria yang tengah bermain kartu. Baik Cigeutih maupun Cimenyan mulai berbenah.Kabar mengenai penemuan potongan tubuh itu nyatanya tersebar lebih cepat dibanding barang-barang yang tengah diturunkan dari bak mobil di sebuah toko oleh dua orang
Baca selengkapnya
30
Awan hitam enggan bergeser dari langit Ciboeh sejak pagi. Angin berembus melewati dedaunan dan juga ranting pohon, lalu dengan nakal bermain di kulit penduduk desa. Udara terasa lebih dingin dari biasa. Kebanyakan warga sudah kembali ke rumah sejak azan zuhur berkumandang.Hujan deras tiba-tiba mengguyur Ciboeh begitu mobil polisi memasuki jalanan desa. Warga yang masih berada di luar bergegas kembali ke rumah, meski harus menerobos hujan. Wajah ceria mereka selama beberapa hari seketika tergilas oleh beragam tanya.Di aula desa, Pak Dede, aparatur desa serta beberapa tokoh masyarakat sudah duduk melingkar untuk mendengar kabar dari pihak kepolisian mengenai hasil penyelidikan.Dua orang polisi turun dari mobil, sedikit berlari dengan tangan di atas kepala untuk melindungi serbuan hujan. Begitu masuk ke aula desa, mereka disambut dengan aksi kompak hadirin yang tiba-tiba berdiri.“Bagaimana hasil autopsi dan penyidikannya, Pak?” tanya Pak Dede
Baca selengkapnya
31
“Sosok itu mengatakan kalau desa ini dalam keadaan bahaya.”Ucapan Rojali seketika menambah ketegangan dan keheningan di wajah warga yang hadir di aula. Di sisi lain, hujan kian deras mengguyur Ciboeh. Petir menggelegar merobek lamunan. Di luar aula, tepatnya di samping aula, sebuah batang pisang jatuh ke tanah. Tak ada tanya atau sanggahan pada ucapan Rojali yang hampir satu menit yang lalu terucap. Kebanyakan hadirin menunduk, termasuk Pak Dede sekalipun. Udara dingin merambat masuk dari celah pintu yang setengah terbuka.Pak Dede tampak gemetar dari tempatnya duduk. Rokok yang sudah ada di genggaman jari jatuh ke lantai. Tak ada niatan untuk sekadar mengambil, baik yang baru atau yang sudah dicumbu kuman. Beberap akali ia menoleh pada warga lain. Mereka sepertinya kompak untuk tutup mulut.“Ya Allah,” teriak Pak Iwan memecah keheningan. Punggungnya tiba-tiba lemas hingga akhirnya tak sadarkan diri. Beberapa orang langsung
Baca selengkapnya
32
Seminggu berlalu setelah kepergian Ilham dari desa, dan ini adalah hari terakhir kesepakatan mereka. Rojali berada di kebun untuk mengecek hasil panen yang akan dikirim ke pesantren di kabupaten. Di sana, hasil kebun akan dipasarkan ke beberapa pasar tradisional. Pekerjaan mandor ini sudah ia lakoni semenjak kedatangannya ke Ciboeh dua tahun lalu.Perkebunan sayur ini memang sejatinya milik pesantren, hanya saja pesantren memperkerjakan warga desa sebagai pegawai. Dahulu, mandor perkebunan adalah penduduk Ciboeh asli. Hanya saja untuk sekarang, pesantren memilih menunjuk santrinya sebagai pengawas pekerjaan.Kedatangan Rojali ke desa ini tak lepas dari perintah Kiai pemilik pesantren yang menugaskannya menjadi mandor perkebunan sekaligus sebagai dai di Ciboeh. Awalnya, memang tak mudah bagi Rojali, terlebih sambutan warga pada pendatang bisa dibilang tak ramah. Namun, berkat kegigihan, sumbangsihnya pada desa, juga pertolongan dari Sang Mahakuasa, perlahan hati warga m
Baca selengkapnya
33
Rojali masih menatap persawahan melalui kaca spion. Jendela mobil dibiarkan sedikit terbuka, memudahkan angin untuk masuk. Terdengar suara kodok bersahutan, juga serangga malam yang entah berada di petak sawah yang mana.“Pasti berat ya, Kang,” ucap Deni, santri yang mengemudikan mobil. Pandangannya melirik Rojali sekilas, lalu kembali ke arah depan.Rojali menoleh.“Pasti berat karena Kang Rojali harus tinggal di Ciboeh, tinggal di desa yang angker, desa yang dikutuk,” lanjut Deni, “saya saja merinding saat membayangkannya, apalagi kalau saya disuruh tinggal di sana. Saya pasti—”“Tidak ada yang namanya desa terkutuk, Den,” sela Rojali, melirik santri yang usianya lebih muda empat tahun darinya, lantas memercik senyum. Matanya yang sipit berubah menjadi garis lurus untuk sesaat“Punteun, Kang.” Deni menunduk, tak enak hati.“Bagaimanapun juga, Kiai sudah menuga
Baca selengkapnya
34
“Den.” Rojali menampar pipi Deni hingga beberapa kali. Namun, pemuda itu nyatanya tak bergerak sedikit pun. Wajah santri itu tampak pucat. Rojali lalu mengangkat Denia dan mendudukkannya di kursi samping.Merasa ada yang tak beres, Rojali kembali tancap gas. Mobil sekali lagi membelah gelapnya kebun jati. Sekelibat bayangan yang bergerak cepat tak sengaja tertangkap matanya melalui kaca spion samping.Rojali terus berusaha membangunkan Deni. Akan tetapi, pemuda itu masih belum sadarkan diri. Rasanya tidak mungkin jika Deni sengaja tertidur.Mobil akhirnya berhasil melewati kebun jati. Dari jarak saat ini, tampak menara masjid pesantren sudah mulai terlihat. Secarik senyum mengembang dari bibir Rojali. Pria itu lantas melirik kaca spion. Para penguntit itu nyatanya memilih menyerah.Rojali menyipitkan mata begitu gempuran cahaya dari depan menyilaukan penglihatannya. Ia memelankan laju mobil untuk memastikan apa yang terjadi di depan sana.
Baca selengkapnya
35
Di tengah heningnya Ciboeh, Reza justru memilih keluar rumah. Pemuda itu hanya ditemani sebatang rokok yang terselip di sela-sela jari, berjalan melewati rumah-rumah panggung yang memiliki pekarangan luas. Waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi suasana desa seperti dini hari.Reza mengembus napas panjang, menyedot rokoknya kuat-kuat. Meski udara dingin, tubuhnya justru hanya dibiarkan berbalut kaus dan celana jin kumal, tanpa jaket.“Ieu desa sudah jiga (seperti) kuburan,” ucap Reza sembari memandangi sekeliling. Langkahnya berbelok ke halaman rumah Rojali. Kediaman ini tak jauh berbeda dengan rumah penduduk lainnya, berupa bangunan panggung dengan halaman cukup luas.Reza terpaku sesaat. Gemerisik angin merangkak di tengkuknya. Pemuda berambut gondrong itu menggaruk leher belakang yang terasa dingin. Kaki kanannya yang akan melangkah tiba-tiba ditarik kembali saat merasa seseorang tengah mengawasinya. Namun, ketika me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status