All Chapters of Kafan Hitam: Chapter 41 - Chapter 50
198 Chapters
36
“Menurut keterangan dari sosok yang mengaku sebagai anak Mbah Atim, mereka ingin mendapatkan kujang sakti dengan memanfaatkan buku itu sebagai petunjuk. Sejujurnya, saya kesulitan untuk menerjemahkan isinya. Saya baru bisa menerjemahkan asal muasal kujang itu.”Ustaz Ahmad menimpali, “Jadi—”Ucapan Ustaz Ahmad dihentikan oleh gerakan tangan Kiai.“Saya pikir akan lebih aman kalau buku ini berada di pesantren, terlebih ada Lukman yang mengerti dan paham dengan aksara Sunda,” lanjut Rojali, “dengan tau isi dari buku itu, kita bisa bertindak lebih cepat dibanding mereka.”Ustaz Ahmad melirik Kiai yang tersenyum meski ia tahu bila ayahnya itu tengah berpikir.“Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Jali?” Kiai bangkit, memakai serbannya lagi. Meski sudah berumur, tetapi Kiai memiliki fisik yang kuat. Jarang sekali sakit-sakitan.Rojali masih duduk di tempat yang sama. “Saya
Read more
37
Lukman langsung menutup mulut. Ia seperti terlalu jauh menceritakan soal Rojali. Menyadari kesalahannya, pria itu menggenggam bahu Aep kuat-kuat. “Kamu tolong jangan bilang sama Rojali kalau saya bicara hal ini sama kamu. Saya tahu kalau kamu orang baik. Makanya kamu ditolong Rojali walaupun kamu jadi penyusup. Dengarkan saya.”Aep mengangguk.Lukman menoleh ke kiri dan kanan, memastikan keadaan. “Rojali sebenarnya dibawa Kiai entah dari mana saat bayi. Dia yatim piatu dan tidak tahu asal-usul tentang keluarganya. Dia besar dan tumbuh di pesantren sampai usianya sekarang. Meski nasibnya tak seberuntung orang lain, tapi dia tumbuh jadi sosok yang tak hanya pandai, tapi juga tangguh secara fisik dan mental.”Aep menunduk, menelan ludah berkali-kali. Jakunnya naik-turun. Pantas saja ustaz muda itu jarang sekali membahas tentang keluarga, pikir Aep.“Tolong jaga Rojali selama di Ciboeh,” pesan Lukman sebelum menaiki tangga.
Read more
03 - Kafan Hitam (Part 1)
Tahun 1985Suara entakkan kaki membangunkan Ujang dari tidurnya. Matanya mengerjap beberapa kali. Tubuhnya masih cukup sakit meski tak separah kemarin. Pria itu memaksakan berdiri, lalu berjalan ke luar kamar.Ujang menyusuri lorong yang berlawanan dari lorong yang kemarin malam ia lewati. Begitu menemukan sebuah pintu, ia lantas membukanya dan langsung disambut dengan dinginnya udara.Ujang meraup oksigen dengan rakus. Ia berjalan ke arah depan dengan sesekali menggosok tangan. Satu-satunya cahaya yang menjadi penerangnya hanya sinar bulan purnama dan taburan bintang di langit.Ujang berhenti saat mendengar suara deru air. Setelah memastikan tempatnya, pria itu menuruni tangga yang terbuat dari tumpukan batu. Ia berpegangan pada kayu sebelum akhirnya tiba di depan pancuran air.Ujang segera membasahi wajah dan rambutnya dengan air. Rasanya dingin sekali hingga langsung membuat kantuknya menghilang. Pria itu segera mengalihkan pand
Read more
03 - Kafan Hitam (Part 2)
Perjalanan Ujang melewati hutan berakhir saat komplotan berhenti di sebuah sungai ketika bulan purnama sudah menggantung di langit. Tubuhnya sudah basah kuyup oleh keringat. Betisnya serasa mau meledak karena terus dipaksa berjalan. Rasa laparnya hanya diganjal dengan rebusan ubi dan pisang yang diberikan komplotan itu tadi siang.Ujang mencuci wajah dengan air sungai. Ia membasahi rambut untuk mengusir penat. Api tampak lahap menggerus kayu bakar. Begitu ia berdiri, seorang kakek berjenggot putih tiba-tiba muncul dari balik sebuah gubuk. Pria tua itu berjalan dengan tongkat kayu yang memiliki hiasan tengkorak di atasnya. Kalung-kalungnya menjuntai panjang hingga perut.Serempak, enam orang pria di dekat Ujang membungkuk, sedang pria berikat kepala merah berjalan ke arah kakek berjenggot panjang tadi. Ujang sendiri hanya menatap penuh keheranan. Tiba-tiba saja Engkos mendorong kepalanya hingga membuat tubuhnya agak membungkuk.“Segera siapkan ritualnya,&rd
Read more
38
Tangis haru masih menguasai kerumunan warga di depan rumah Mak Iyah. Aksi mereka seakan menjadi pengganti ucapan selamat datang bagi Ujang, pria yang sudah lama menghilang. Rojali sendiri hanya mematung di tempat tanpa bisa mengucap kata ap apun. Pandangannya mendadak kosong, dan telinganya tiba-tiba tuli, meski tangisan dan obrolan warga di depannya tampak mendominasi. Pemuda itu terperosok pada alam pikirnya sendiri.  Tubuh Rojali bergoncang saat secara tiba-tiba Aep menabrak bahunya. Meski begitu, ustaz muda itu masih tak bergeming dari tempat dan pikirannya.Di sisi lain, warga silih bergantian maju ke arah depan untuk memeluk maupun menyalami Ujang. Beberapa kali bahu Rojali tertabrak. Namun, ekpresi pemuda itu masih sama.Reza  yang menyadari keanehan pada Rojali segera menepuk bahu sahabatnya sekaligus memanggil namanya. Tak hanya sekali, tetapi hingga berkali-kali. “Jali!” panggilnya agak membentak.Suara Reza seketika memecah lamun
Read more
39
Rojali tengah bersiap-siap di kamar. Tubuh tegapnya dibalut koko berwarna merah dan celana katun hitam. Tak lupa, ia menyisir rapi rambut sebelum mengenakan peci hitam. Setelah memastikan pintu depan terkunci, ia bergerak menuju arah dapur.Rojali  mengintip kediaman Ujang dari celah pintu yang sengaja ia buka. Kondisi rumah itu sudah ramai dengan para tetangga. Terlihat kumpulan bapak-bapak dan pemuda sudah duduk di kursi di depan rumah, mengobrol sembari tertawa. Jarang sekali kejadian ini terlihat, terutama semenjak peristiwa kematian Mbah Atim.Semenjak pulang dari kediaman Mak Iyah, Rojali sama sekali belum mengunjungi tempat itu. Ia hanya keluar untuk mengumandangkan azan dan mengimami salat. Aep dan Asep yang merupakan sahabat dekat Ujang tampak berada di sana semenjak siang. Wajah keduanya tampak begitu bahagia.Rojali berjalan ke arah kediaman Ujang yang jaraknya hanya beberapa langkah. Saat ia datang, bapak-bapak segera menyalami dan memintanya un
Read more
40
Tak lama setelah mendengar penuturan Ujang, satu per satu warga mulai meninggalkan kediaman acara syukuran. Suasana yang tadinya dipenuhi tawa juga nostalgia, segera terjamah sunyi.“Kunaon pada pulang ya, Ep? tanya Ujang di teras depan, memperhatikan gerombolan tamunya yang menjauh dari rumah. “Padahal makanan masih banyak. Biasanya juga pada dibungkus.”Aep mengembus napas panjang, membenarkan letak sarung yang sempat jatuh dari bahu. “Sa-saya juga harus pulang, Jang.”Rojali yang paling terakhir keluar dari rumah Ujang, masih berada di teras, memakai sandalnya.“Saya bareng Ustaz Rojali saja.” Aep buru-buru memakai sandal.“Kunaon kamu teh, Ep? Katanya kamu mau cerita.” Ujang berkerut bingung, sekilas menoleh pada Rojali.Aep dengan cepat menggeleng. “Kan besok masih bisa atuh, Jang.”“Oh iya, tunggu sebentar.” Ujang berjalan ke
Read more
41
Rojali tengah berada di kebun, tepatnya di gubuk yang dijadikan sebagai tempat menyimpan benih, menyimpan hasil panen, sekaligus tempat peristirahatan. Pemuda itu duduk sembari meneguk minuman dari batok kelapa yang airnya baru saja ia tuang dari cerek.Matahari sudah berada tepat di pertengahan langit. Dari tempatnya duduk, Rojali bisa tahu kalau beberapa warga sedang berjalan ke arahnya, membawa beberapa karung dan keranjang bambu. Begitu mereka sampai, ustaz muda itu membantu memasukkan karung dan keranjang ke dalam gubuk. “Punteun, Ustaz.” Cecep, salah satu pegawai yang mewakili beberapa orang di belakangnya berbicara. “Kami izin pulang dulu. Assalamualaikum.”“Waalaikumussalam,” balas Rojali dari balik pintu. Pria itu kembali ke dalam untuk mengatur letak karung dan keranjang.“Punteun,” ucap seseorang dari luar.Rojali segera membereskan barang-barang, kemudian berjalan k
Read more
42
Mau tak mau Ilham segera menuruti permintaan Rojali. Ia harus menyingkirkan dahaga penasaran saat melihat dua orang yang disebut tadi kian mendekat. Ilham bersembunyi di dalam gubuk, di antara susunan karung dan keranjang bambu. Syukurlah, dari persembunyiannya, ia bisa melihat keadaan depan dengan cukup jelas.Rojali sendiri bergegas menuju depan gubuk. Ia menyambut Aep dan Ujang dengan ramah. Ia mengambil beberapa batok kelapa juga cerek untuk minum. Camilan seperti rengginang, opak, wajik dan papais tak lupa ia suguhkan.“Nuhun, Ustaz,” ucap Aep sembari mengambil air dari cerek, lalu memberikannya pada Ujang, kemudian untuk dirinya sendiri.Suasana tampak cerah siang ini. Dedaunan pepaya dan pohon jeruk tampak bergoyang akibat sapaan angin. Kumpulan capung terbang bebas di lahan perkebunan.“Akang-akang habis dari mana?” Rojali bertanya.“Saya dan Asep habis ngajak Ujang ja
Read more
43
Obrolan dua orang itu perlahan tersapu jarak, yang tampak hanya aksi keduanya yang terus menjauh dari gubuk. Selama beberapa menit, pandangan Rojali terus tertuju pada Ujang. Tanpa sadar, tangan kanannya meremas rokok pemberian pria itu.Rojali tersadar dari lamunan saat mendengar suara dari belakang. Ia lantas memutari saung dan menemukan Ilham baru saja keluar dari persembunyian.“Apa laki-laki yang bernama Ujang itu yang kamu maksud?” terka Ilham sembari kembali duduk di papan kayu.Rojali mengangguk, ikut duduk di samping Ilham.“Kamu yakin?” Ilham memastikan.“Liontin merah itu yang membuat saya sangat yakin. Saat kita memeriksa bangunan tua di Legok Kiara, saya tidak sengaja melihat Ujang ada di sana,” ujar Rojali, “kemungkinan besar dia yang selalu mengawasi saya saat malam. Ujang adalah warga Ciboeh yang dinyatakan hilang lima tahun lalu, dan entah bagaimana kejadiannya, dia malah bergabung dengan K
Read more
PREV
1
...
34567
...
20
DMCA.com Protection Status