Semua Bab MADU SATU MERTUA: Bab 21 - Bab 30
181 Bab
Bagian 21
Setelah puas melepas rindu, aku pamit pada Bik Sum, juga Maryam. Tidak lupa, kuselipkan beberapa lembar uang ratusan pada Maryam. Ia menolak, tapi aku memaksa. “Buat jajan anak kamu. Aku tidak bisa bertemu dengannya,” ucapku membuat Maryam tidak bisa menolak. Kulajukan kembali sepeda motor menembus jalan yang penuh kenangan. Merapatkan jaket, memakai masker dan juga memastikan helm menutup kepala dengan sempurna. Ah, rasanya aku seperti maling saja. Entah kenapa, aku berpikir untuk berkeliling kompleks sejenak. Ingin mengetahui rumah beberapa temanku. Toh, anak-anak ada sama Mas Danang, mereka pasti tidak akan kesepian. Motorku berhenti di depan sebuah rumah yang sudah berubah modelnya. Hunian itu adalah milik Restu, kakak kelas yang pernah aku taksir. Dulu, aku harus berjalan jauh saat Ibu memintaku membeli sabun. Meskipun ada toko yang lebih dekat, aku memilih yang jauh karena melewati
Baca selengkapnya
Bagian 22
Apa yang kamu lakukan, Firna?” teriak Rasti kesal. “Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian berdua. Aku merasa, kamu terlalu egois, Mbak. Kita posisinya sama. Sama-sama menantu. Tidakkah kamu berpikir, bahwa aku juga kamu memiliki kewajiban yang sama? Membahagiakan Ibu. Mas Danang satu-satunya anak yang tersisa. Tidak mudah untuk Ibu memutuskan semua ini. Ada banyak hal yang beliau pertimbangkan. Aku juga menantunya sama seperti kamu, Mbak. Yasmin pun memiliki posisi yang sama dengan anak-anakmu. Jadi, jangan pernah menekan ataupun memaksa Mas Danang menjadi seorang pembangkang. Dan kamu, Mas, bila kamu menuruti apa yang dikatakan Mbak Rasti, maka tidak menutup kemungkinan kalau kita akan kembali kehilangan orang yang kita sayangi.” Ucapan Firna seperti sudah direncanakan. Ia mengungkapkan itu dengan sangat lancar, membuat Mas Danang menundukkan kepalanya. “Firna, aku mohon, keluarlah dari kamar kami. Kamu hany
Baca selengkapnya
Bagian 23
Ya Allah, kuatkan anak-anakku. Ucapku dalam hati.   Kini aku kembali memeluk mereka berdua dan menangis sesenggukan. Hingga sebuah suara membuatku menoleh.   “Ma, kamu sudah makan belum?” tanya Mas Danang lembut.   “Sudah. Aku sudah makan, Mas,” jawabku jujur.   “Kakak, Adek, nanti sore kita ke kolam renang, ya?” ajak Mas Danang.   “Tapi,Papa tidak akanpindah jadi papanya Yasmin, ‘kan?” si kecil Raline bertanya dengan kepolosannya.   Masih dalam posisi menoleh, aku melihat lelakiku mengangguk.   ***     “Jangan katakan apapun sama anak-anak,” ujar Mas Danang kala aku sudah kembali ke kamarku.   Aku yang tengah merapikan baju dalam lemari menoleh, menatapnya yang duduk di sofa. “Bukankah keluargamu yang berusaha menjelaskan ini pada mereka, Mas? Tidakkah Ibu dan Bapak bisa bersabar unt
Baca selengkapnya
Bagian 24
Pagi itu, aku kembali menyusuri jalan kenangan masa kecil. Sebelum menemui seorang teman, aku akan ke rumah Bik Sum terlebih dahulu. Dari balik helm, aku melihat lagi, ibu Firna keluar dari rumah orang tuaku. Terlihat membawa sebuah kantung plastik sampah yang ia letakkan di tempat sampah yang tersedia di depan rumah. Tuas gas aku tarik dengan cepat, menghindari wanita itu melihatku. Rumah Bik Sum terlihat sepi, tapi pintunya terbuka. Kuketuk daun pintu yang berwarna cokelat usang. Meskipun sudah terbuka, aku tidak berani masuk. “Eh, Rasti!” Tergopoh wanita itu berlari ke arahku. Menit berikutnya, kami sudah terlibat obrolan hangat. Tak ingin membuang waktu, segera kutanyakan maksdu kedatanganku ke sini. “Bagaimana, Bik, apa Bibik sudah menemui ketua RT saat itu untuk menanyakan perihal rumahku?” tanyaku pada Bik Sum. 
Baca selengkapnya
Bagian 25
Ia lalu kembali, meninggalkanku dengan Bik Sum. Sejenak bernafas lega, karena tidak jadi menjawab pertanyaan wanita yang akrab dengan keluargaku sejak dulu. Berharap dirinya akan lupa dengan keingintahuannya. “Bik, aku harus segera pergi. Karena mau menemui temanku. Kapan-kapan, aku datang lagi ke sini, ya?” ujarku dengan mengambil dan mencangklongkan tas di pundak. “Mbak Rasti anaknya Pak Sasmita pemilik dan Ibu Fitri, ya? Pemilik showroom mobil bekas dulu kala?” Tiba-tiba, Huda kembali dan berkata demikian, membuatku menghentikan aktivitas hendak pergiku. “Iya, kamu kenal dengan kedua orang tuaku?” tanyaku kemudian. “Sangat mengenal, Mbak. Kadang-kadang, bapak mengajakku ke sana. Saat orang tua Mbak Rasti meninggal, aku masih kelas tiga SMA. Rencananya, setelah lulus akan bekerja di showroom Pak sasmita. Akan tetapi, takdir berkata lain,” ujar Huda de
Baca selengkapnya
Bagian 26
“Mas?” ucapku tak kalah kaget. “Kenapa bisa ada di sini?” tanyaku kemudian. “Itu, aku sedang mencari ….” Belum sempat Mas Danang meneruskan ucapannya, seorang karyawan datang tergopoh. “Pak Danang, ada orang yang mau menjual mobil. Sepertinya buru-buru,” ujarnya membuat suamiku salah tingkah dan terlihat panik. Dari situ aku berpikir kalau pria yang telah lama hidup bersamaku itu ikut menyembunyikan sesuatu hal. Sertifikat yang kutemukan di lemari, juga keberadaan Mas Danang di tempat yang dahulu adalah milik orang tuaku membuat pikiran dan hati ini semakin yakin, mereka telah mengambil alih apa yang seharusnya menjadi hakku. “Rasti, kamu sedang apa di sini? Kenapa bisa kamu ke sini?” tanyanya gugup. “Aku hanya ingin menyambangi tempat yang menjadi kenangan dengan orang tuaku, Mas. Entahlah, aku sangat merin
Baca selengkapnya
Bagian 27
Mas Danang bercerita tentang perjuangan Pak Har untuk bisa membuatku terbebas dari segala tuntutan orang-orang yang terlibat. “Dari mana kamu tahu, Mas? Dan kapan kamu tahu itu?” tanyaku setelah sekian lama terdiam. “Bapak bercerita semuanya setelah kita menikah. Bapak menceritakan ini saat memintaku mengelola kembali showroom milik bapak kamu. Namun, aku diminta merahasiakan ini dari kamu karena tidak ingin kamu terluka  lagi dengan kejadian di masa lalu saat kamu kehilangan mereka,” jawab Mas Danang lancar. “Dan sekarang, memberikan luka baru lagi dengan memintaku berbagi suami dengan Firna?” ujarku jujur. Mas Danang terdiam tidak bisa menjawab. “Mas, bolehkah aku bekerja di showroom? Aku ingin mendapatkan uang. Toh bagaimanapun, tempat itu yang merintis adalah orang tuaku. Jadi, berikanlah sedikit tempat agar aku merasa menjadi or
Baca selengkapnya
Bagian 28
Danang menatap wajah Rasti yang tertidur lelap. Diusapnya perlahan dahi yang tertutup rambut. Ada sakit yang menyayat hati, kala mengingat segala masa lalu dari wanita yang telah ia nikahi selama bertahun-tahun itu. Tentang sebuah hal yang ia ikut sembunyikan, dan juga sikap orang tuanya terhadap Rasti. Segala hal yang ia pikirkan tentang sang istri membuat hatinya semakin mantap akan keputusan untuk mengakhiri pernikahannya dengan Firna. Sebuah hubungan yang hanya status semata demi menyenangkan hati wanita yang telah melahirkannya. Dan ia sama sekali tidak mencintai wanita dengan status aduk ipar. "Sabarlah, semua akan kembali seperti sedia kala. Aku berjanji," ucapnya lirih seraya mengecup dahi Rasti. * "Kenapa menatapku seperti itu, Mas?" tanya Rasti penuh selidik suatu pagi kala sepasang suami istri itu masih berada di dalam kamar. Kedua anaknya telah diantar ke sekolah. "Ka
Baca selengkapnya
Bagian 29
Pesan terakhir Rasti tidak dibalas. Ia lalu duduk termenung di sofa, melempar pandangan ke arah taman yang ada di luar. Tatapannya terhenti pada sebuah anggrek yang ia tanam. Bunga yang juga disukai mendiang ibunya. 'Bila aku mendapatkan suami dan ayah dari anak-anakku kembali, dan hidup tanpa bayang-bayang Firna, aku tak perlu mencari tahu kebenaran dari masa lalu. Aku akan menganggap semuanya sudah menjadi sebuah barang yang harus dikubur. Tak ada yang aku inginkan selain Mas Danang dan anak-anak. Biarlah semua menjadi masa lalu yang takkan pernah terungkap, asalkan aku masih bisa hidup bersamanya, merenda hari yang damai dan mengukir masa depan yang lebih indah. Karena dialah yang aku punya setelah kematian Bapak dan Ibu.' Hati Rasti berkata. Ia mengabaikan isi pesan yang dikirimkan Huda, lalu beranjak untuk beraktivitas seperti sedia kala. * "Mama, hari ini Mama sepertinya gembira sekali," ujar R
Baca selengkapnya
Bagian 30
Sepulang dari bekerja, Danang melajukan  kendaraan menuju rumah orang tuanya. Niat hatinya sudah mantap, ingin menyelesaikan hubungan dengan Firna. Apapun yang terjadi. Meski harus melawan kedua orang yang sangat ia hormati. Danang sudah bertekad, akan melindungi Rasti apapun yang terjadi. Di tengah perjalanan, bahgan bakar kendaraannya hampir habis. Lelaki itumampir ke tempat pengisian bahan bakar yang ada di pinggir jalan yang ia lalui. Di saat bersamaan, hasrat untuk buang air tidak terbendung lagi. Dengan cepat ia berlari mencari toilet. Dan saat menemukannya, Danang tanpa hati-hati melepas celana, hingga ponselnya terjatuh ke dalam ember yang berisi air. Saat ia mencoba menghidupkannya, benda pipih itu ternyata rusak. “Tak mengapa, aku nanti akan pulang cepat agar Rasti tidak khawatir,” gumamnya seorang diri. Selesai melakukan segala kegiatan di tempat itu, Danang kembali meneru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
19
DMCA.com Protection Status