Semua Bab Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa ): Bab 11 - Bab 20
100 Bab
11
Menikahi Keke? Bujang tersenyum hambar. Rasanya tak perlu menanggapi gadis itu, gadis kecil yang masih labil. Namun, apa yang disampaikan Keke begitu mengganggunya. Entah kenapa dia memikirkan ide gila Keke itu sampai saat ini.Sudah seminggu berlalu, Bujang menganggap ucapan Keke hanya lelucon yang tak serius, tapi tetap saja mengganggunya. Biasanya dia tak ambil pusing."Hey, bermenung lagi, kau sedang jatuh cinta?" Luqman tiba-tiba sudah berada di depannya sambil merebut rokok yang hendak dibakar. "Jatuh cinta? Bang Luqman ngawur.""Kalau beneran jatuh cinta baru tau rasa kamu, Jang."Bujang mengabaikan ucapan Luqman. Dia mengeluarkan satu batang rokok lagi dan membakarnya, mereka tengah beristirahat untuk makan siang."Bang, aku boleh nanya?""Wah, sepertinya akan ada hal serius ini." Luqman memperbaiki posisi duduk bersilanya, jarang-jarang Bujang mau bercerita."Menurut Abang, Keke gimana?"Luqman tersenyum l
Baca selengkapnya
12
Keke tak mampu menyembunyikan raut kesalnya. Kenapa pria itu begitu cuek dengan motornya sendiri, bukankah dia orang yang sebenarnya punya banyak uang, kalau membangun mesjid saja bisa, masa membeli motor baru tidak mampu. Keke mengusap wajahnya lalu berjalan ke arah Bujang."Korslet lagi?""Habis minyak.""Huff.""Maaf, Ke. Motornya terpaksa didorong, jadi kita sama-sama jalan kaki.""Ya gimana lagi, Bang? Nggak ada pilihan lain, kan? Lagi pula, kenapa nggak beli motor baru, sih, Bang? Atau yang bekas tapi yang kondisinya masih bagus.""Ini banyak historinya, Ke. Banyak kisahnya, sayang kalau dijual cuma laku satu juta.""Segitunya, Bang."Bujang tak menyahut, mereka beriringan berjalan di jalan desa yang sudah sepi karena para hadirin telah pulang dengan motor mereka masing-masing. Zaman sekarang, ke wa
Baca selengkapnya
13
Keke meyakinkan dirinya, bahwa yang dia lakukan ini telah benar. Dia baru jatuh cinta sekali, pada kevin yang dulu sangat manis.Kevin laki-laki dengan fisik sempurna dan keluarga berada, dia juga perhatian dan penyayang, bahkan dari hal-hal kecil. Namun Keke tak menyangka, laki-laki yang dicintainya itu ternyata bukan jodohnya.Keke tak butuh cinta lagi, rasa sakit itu masih membekas ibarat luka yang membusuk. Ayahnya ingin dia segera menikah, umurnya sudah cukup, kuliah selesai, apa lagi? Dia tak butuh lagi laki-laki yang akan membuatnya jatuh cinta. Ayahnya suka Bujang, Keke rasa alasan itu cukup. Bujang punya banyak uang, dia tak perlu bekerja setelah mereka menikah. Iya, kan?Keke memantapkan hatinya, perhatiannya teralih ke pekarangan rumah, tepatnya pada mobil pick-up milik Bujang. Pria itu datang tepat waktu, tak sendiri, tapi dengan Luqman.Kemeja kotak-kotak, kemeja yang sama d
Baca selengkapnya
14
Bunyi mesin pemotong pohon berbunyi keras, dua anggota yang bekerja sebagai pekerja lepas yang bekerja pada Bujang memindahkan kayu yang berjenis kayu Ulin itu ke samping gudang. Kebetulan, Minggu ini ada pesanan perabot dari sekolah, membuat kursi belajar. Mau tidak mau mereka bekerja lebih keras dari biasanya untuk mencapai target.Luqman menggerutu, pria yang kelihatan lebih tua dari umurnya itu tampak kesal. Dia mengusap keringatnya dengan handuk kecil yang tersampir di bahunya."Lain kali kau cari yang lain sajalah, Jang. Jangan kau pakai lagi si Bambo itu, lain disuruh lain pula yang dikerjakan. Bikin aku darah tinggi saja. Sudah seratus kali dibilang, nggak ngerti-ngerti juga."Bujang memandang sekilas pada Luqman, kemudian kembali menyalakan mesin amplas di tangannya."Sabar saja, aku kasihan sama dia, yatim piatu, nggak punya pekerjaan. Abang hanya perlu bersabar sama dia, walaupun dia nggak ngerti, tapi tenaganya kuat melebihi tenaga Abang."
Baca selengkapnya
15
"Sah." Suara serentak menggema memenuhi kantor KUA, seiring dengan lafaz doa yang dipanjatkan oleh pak penghulu dan diaminkan oleh hadirin yang menjadi saksi. Acara sakral itu hanya dihadiri beberapa orang saja, keluarga terdekat Keke, dan di pihak Bujang, yang hadir adalah Luqman dan istrinya.Keke memejamkan mata, tanggung jawab sudah beralih ke pundak Bujang, dia tak lagi bisa merengek pada ayahnya seperti biasa. Dan sebentar lagi dia akan ikut suaminya, berpisah dengan keluarganya. Keke mengahalau air mata dan rasa sesak di dadanya.Selepas shalat Jumat, dua insan itu sudah terikat oleh yang namanya akad. Banyak yang takjub, dan banyak juga yang mencibir, bagaimana si Bujang lapuk bisa mempersunting bunga desa yang cantik itu, banyak prasangka buruk berdatangan, mulai karena kena guna-guna sampai soal Pak Iwan yang terlilit utang sehingga menggadaikan anak gadisnya untuk membayarnya.Keke sangat cantik dengan kebaya putih dan make-up sederhananya. Sedangkan
Baca selengkapnya
16
"Bang," sapa Keke. Keadaan rumah sudah sepi, para tetangga yang membantu telah pulang ke rumah masing-masing. "Ini bantal dan selimutnya," ujar Keke menyodorkan benda itu. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Bujang menerima benda itu tanpa melihat Keke. Sedangkan Bayu telah tidur lelap.Keke berniat meninggalkan pria itu, tapi sebagian hatinya merasa ada yang mengganjal. Akhirnya, dia memutuskan untuk duduk di samping Bujang, tepatnya di ranjang milik Bayu."Pernikahan kita telah terjadi, Bang." Keke menautkan jari-jarinya, senyum gundah itu tak bisa ia sembunyikan. "Kamu menyesal, Ke?" Suara rendah Bujang menggema, dia menjaga agar Bayu tidak terbangun. Dia menatap lekat Keke yang tengah menunduk dalam. Sekali lagi, Bujang menemukan raut sedih yang begitu kentara.Mulut Keke terkatup rapat. Tapi detik berikutnya isakan lirih terdengar di telinga Bujang. Isakan pilu yang mengungkapkan betapa menyesalnya
Baca selengkapnya
17
Keke bangun sebelum subuh, bahkan dia tak sadar bahwa dia tak lagi tidur sendiri. Dia masih mengumpulkan nyawa ketika dia meregangkan badannya, tiba-tiba saja tangannya menyentuh bulu. Bulu?Keke terkejut bukan main, Keke langsung terlonjak kaget bangun dari rebahannya, bagaimana bisa tangannya mendarat di dada liat itu? Ini memalukan, tapi Keke kan tidak sengaja. Untung saja si pemilik tak terganggu dan masih meneruskan tidurnya.Wajah Keke memerah. Sejak kapan kaos singlet yang dipakai Bujang terlempar ke atas lantai. Dia juga menendang selimut tipis yang diberikan semalam.Mungkin pria itu kepanasan, padahal kipas angin sudah dinyalakan maksimal.Wajar saja, Riau adalah daerah yang diberi istilah di atas minyak di bawah minyak. Minyak di bawah, minyak bumi, minyak di atas, kebun sawit yang luasnya tak putus-putus. Udaranya panas, tak ada pegunungan.Keke mendengar suara azan sayup-sayup dari mushala, sedangkan bunyi kompor yang dinyalakan itu, pasti ibunya telah bangun lebih dulu.
Baca selengkapnya
18
Keke memandang Bujang tak percaya, dia ingin Bujang membantah, atau mengatakan bahwa masih ada kamar mandi yang lebih layak. Keke tak bisa membayangkan, bisa saja binatang dari dalam hutan, masuk ketika dia mandi."Abang serius? Ini?" ulang Keke lagi."Iya, memang tak sebagus kamar mandi kamu.""Bukan masalah bagus atau tidak, tapi, ini letaknya terpisah dari rumah." Keke cemberut, keinginan untuk buang air kecil sirna sudah.Bujang diam saja. Ini yang dikhawatirkannya, bahkan baru dua hari, Keke mulai menampakkan sikap tidak bisa menerima."Keke mau tidur."Keke membalikkan badan, melangkah ke tangga menuju rumah panggung, lalu masuk ke dalam kamar."Bahkan, plastik springbed pun tidak dibuka," gerutunya. Keke memijit keningnya, lalu sekali tarik, dia merobek plastik pembungkus springbed itu."Apa tidak ada alasnya?" keluhnya pada Bujang."Aku belum sempat belanja banyak." Pria itu membuka sebuah kotak yang berada di dalam peti kecil. "Ini, belilah apa yang menurutmu penting, apa saj
Baca selengkapnya
19
"Perlu bukti, Ke?"Keke terkesiap, antara terkejut dan panik, buru-buru dia mendorong dada Bujang, sehingga Bujang melepaskannya. Dia tak siap dengan gerakan mendadak Bujang, tak pernah terpikirkan akan mendapatkan kejutan mendadak seperti ini. Sungguh, Keke kaget.Keke sempat melihat senyum geli di bibir Bujang. Pria itu kembali tenang, setelah berhasil membuat jantung Keke berpacu kencang."Lain kali, jangan sembarang menuduh." Bujang kembali dengan wajah biasa. "Keke tak menuduh Abang, kan cuma bertanya. Tapi kok Abang malah gitu." Keke tak mau kalah."Dan aku akan membuktikan tuduhanmu salah. Masa aku punya kelainan, itu penghinaan namanya." Bujang kembali menghisap rokoknya santai. Keke yakin, saat ini bajunya bau asap, tapi lama kelamaan dia terbiasa melihat Bujang merokok."Masih mengherankan, Abang belum jatuh cinta sekali pun. Apa ada orang yang begitu? Kedengaran mustahil.""Ada, aku. Aku tinggal sendiri, terpencil pula, aku tak suka berteman dengan wanita, juga tak berniat
Baca selengkapnya
20
Bahkan besok paginya, Keke belum bisa mengembalikan Mood-nya. Masih ada yang mengganjal di hatinya, tapi dia tak mampu meluapkan. Semalam dia susah tidur, sementara Bujang tidur lelap seperti kerbau.Bujang meminta Keke mengantar kopi dan kue ke gudang. Keke sempat membuat goreng pisang setelah subuh, cukup untuk pengganjal perut.Luqman baru saja sampai, dia sempat menyapa Keke sebelum mengambil pahat. Keke menyahut tapi tak seramah biasanya, hal itu menimbulkan pertanyaan bagi Luqman."Jang, istrimu kenapa? Wajahnya cemberut seperti baju kusut." Luqman memandang punggung Keke yang telah menghilang di balik pintu rumah panggung."Tidak tau, dari kemaren begitu," sahut Bujang santai. Sesekali dia mengambil gelas kopinya dan menyesapnya sedikit. Tangannya terus bekerja."Kau harus banyak belajar, Jang. Keke itu ibaratkan anak remaja yang kau harus pandai-pandai dengannya. Menghadapi perempuan itu memang sulit."Bujang memandang Luqman sekilas, kemudian fokus lagi pada kuas cat di tang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status