Semua Bab VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU : Bab 41 - Bab 50
614 Bab
BAB 41. Nyeri mengingat proses ijab kabul dulu.
“I—ya, Mbak ... maaf deh!Mas Fais muncul dari sebelah kiri bersama rombongan pengantin pria.Sekarang Mas Fais sudah ganti kostum. Kalau tadi pakai kemeja sekarang dia ganti pakai batik. Itu mungkin yang membuat dia izin sebentar karena mau ganti baju.Mas Fais tersenyum ke arah kami seraya melambaikan tangannya. Susanti ikut melambaikan tangannya. Aku diam saja tengok kanan-kiri takut salah. Sudah ger-er ternyata bukan melambaikan tangannya pada kami.Mas Fais mempersilakan rombongan itu untuk masuk ke dalam lewat pintu khusus untuk tamu laki-laki.Ternyata tamunya di pisah. Antara laki-laki dan perempuan.Setelah mengantar rombongan pengantin itu Mas Fais menghampiri kami.“Maaf ya, Mbak, lama banget ya, nunggunya, tadi rombongan pengantinnya salah jalan alias kesasar jadi, nunggu di depan dulu. Terus kami melaksanakan salat isya dulu di masjid sebelah. Ayo, masuk, sudah ditunggu, Umi,” jawab Mas Fais.“Enggak apa-apa Mas, mau lama kayak apa pun aku tetap setia menunggu,” ujar S
Baca selengkapnya
BAB 42. Tidur di luar? Aku lawan!
“Mbak benar kan, itu Mbak Lintang? Itu, tu ... lagi ngobrol sama Mas Fais.” Kuikuti arah jari Susanti. Benar saja itu Mas Fais sedang ngobrol dengan Mbak Lintang. Mereka terlihat akrab sekali.“Cocok ganteng dan cantik udah gitu sama-sama tajir melintir, tir, tir,” ujar Santi.“Iya, benar. Memang ya, kalau jodoh itu ada kemiripan.”“Ke sana, yuk, Mbak. Kita belum disapa sama Mbak Lintang.”“Eh, jangan ... enggak usah sok akrab. Mereka orang kaya, beda dengan kita, San.”“Eh, iya, juga, sih, Mbak. Ya, udah kita foto aja, yuk, kita kan, belum foto.”Akhirnya aku dan Susanti foto-foto sendiri dengan berbagai gaya. Di sini tidak ada yang kenal kami, jadi mereka hanya menyapa saja. Sedang tuan rumah masih sibuk.Aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu dan aku sangat maklum. Sudah diundang ke sini aja aku bahagia sekali.“Coba lihat, San, fotonya?” Kulihat foto kami berdua. Memang cantik dari biasanya pantas saja di rumah tadi semua orang pangling.“Kirim ke HP-ku ya, San, mau aku kirim
Baca selengkapnya
BAB 43. Pertengkaran Hebat.
Assalamualaikum selamat pagi semua Alhamdulillah Fatki sudah tayang lagi ... siapa nih, yang sudah nungguin ... btw bantu follow akunku yuk! Biar aku makin semangat nulisnya.Happy reading, wajib like dan komentar 💕🌸🌸🌸Brak!Brak!Kutendang berkali-kali hingga pintu dapur ini benar-benar roboh.Lampu dapur langsung hidup. Ada ibu, Reni, dan Intan yang sudah siap menerkamku. Di tangan mereka masing-masing membawa senjata untungnya sih, bukan senjata tajam hanya sapu dan gebukan kasur saja.“Fatki ya, ampun! Tingkahmu sudah kayak maling saja!” bentak ibu seraya berkacak pinggang. Aku sama sekali tidak takut.“Untung tadi belum kita teriaki maling, Bu. Kalau kita teriaki terus digebukin masa kayaknya seru, biar kapok sekalian!” sahut Intan.“Kelakuan perempuan kok, kayak, gitu! Ibu enggak mau tahu kamu dandanin pintu ini malam ini juga! Kalau tidak kamu tidur di luar!”Aku malas dengar repetan ibu. Gegas aku ambil gelas dan minum. Rasanya haus sekali.“Ini kuping dengar, enggak, sih
Baca selengkapnya
BAB 44. Mas Arman kesal.
“Entah deh, enggak janji. Tergantung Fatki mau bersikap manis atau tidak. Sudah kamu jangan seperti orang bodoh begitu. Nikmati saja peranmu. Kamu kan, ganteng, jadi wajar kalau punya istri dua. Lagi pula kamu itu jangan hanya menyalahkan Ibu saja. Ini sudah terlanjur. Kita kan, sudah sepakat. Lagi pula kamu suka juga kan, sama Reni.”“Suka, Bu, tapi aku tidak cinta padanya.”“Halah, persetan dengan cinta. Nanti kalau anakmu sudah lahir juga kamu bakalan cinta sama dia.”“Entahlah, Bu. Tapi, hidupku tanpa Fatki rasanya hambar sekali. Apalagi tadi Fakti pergi sama dosennya Intan. Itu ancaman banget untukku, Bu.” Curhat Mas Arman.“Halah, enggak usah khawatir dan kamu itu enggak usah terlalu dramatis, Man. Mana mungkin itu dosen terpikat sama Fatki. Meski, dia itu cantik, tapi yang laki-laki butuhkan itu bukan hanya cantik. Keturunannya pun dibutuhkan. Ibu yakin itu laki-laki bujang enggak mau sama Fatki. Mahasiswinya saja banyak yang cantik, tajir, pintar, dan juga subur.”“Iya, aku ta
Baca selengkapnya
BAB. 45. Intan julid.
“Kok, kamu bawa-bawa masalah pribadi kita sih, Dik. Aku kan, hanya menegur dia saja supaya bersikap sopan di rumah ini,” elak Mas Arman.“Sama saja, Mas. Karena ini bukan urusan Mas Arman, jadi Mas dilarang ikut campur. Lagi pula sejak kapan Mas Arman jadi sok peduli begitu padaku?”“Aku ini suamimu! Jelas aku peduli.”“Ck, basi, Mas. Apa madumu itu sudah pahit atau malah sudah busuk, jadi kamu bersikap begini padaku?”“Fatki! Aku sudah bilang aku hanya menegur anak itu saja! Jangan lantas kamu hubungkan dengan masalah kita!” bentak Mas Arman. Dia sepertinya sangat marah.Ibu yang sedang asyik nonton TV pun tergopoh-gopoh menghampiri kami.“Apa sih, Man, kok, malah marah-marah begini? Kamu juga Fatki pasti kamu kan, yang sudah buat suamimu marah begini?” ucap ibu.“Iya, memang benar Bu, aku yang buat Mas Arman marah, lantas Ibu mau apa?” tanyaku kesal.Sumpah demi apa pun aku kali ini tidak bisa mengontrol emosi. Hatiku benar-benar panas.“Eh, dasar bocah gendeng! Ini otak dipakai. Sa
Baca selengkapnya
BAB 46. Perjalanan Reni.
Assalamualaikum selamat siang semuaaa Alhamdulillah Fatki sudah tayang lagi. Yuk, bantu follow akunku biar aku makin semangat nulisnya ☺️Happy reading everyone wajib like dan komentar.🌸🌸🌸POV Reni“Mbak, mau tanya kalau kita mau ke kota karang itu lewat mana, ya?” tanyaku pada Mbak yang tadi menegurku. Syukurlah dia belum pergi.“Itu jauh banget naik bus saja 6 jam perjalanan. Emang Mbaknya mau ke tempat siapa?”“Mau ke rumah saudara. Jemput mamaku di sana,” jawabku berbohong. Aku tidak mungkin menceritakan masalahku ke sembarang orang. Takutnya nanti malah ada orang jahat padaku.“Oh, gitu, apa ada alamatnya?” tanyanya penasaran.“Ada, aku ingat alamatnya karena mamaku semalam telepon.”“Oh. Biasanya sih, kalau mau ke sana suka ada bus yang isi bensin di sini. Nah, nanti kamu ikut saja,” jelasnya. Pandangannya tak luput dari tas ransel yang kubawa.“Busnya warna apa, Mbak?”“Enggak tentu si, warna apa aku tidak paham, tapi yang jelas di kaca belakang bus ada tulisannya kok, Raja
Baca selengkapnya
BAB 47. Perjalanan Reni.
“Iya, Mbak enggak apa-apa. Kita ngobrol di sini saja. Oh, iya, bajuku ada yang basah karena tadi hujan di jalan. Boleh saya masuk kamar mandinya lagi untuk cuci bajuku?” Kulihat dia gelisah, tangannya meraba-raba kantong celananya. Aku tahu pasti dia enggak ada uang untuk membayarkan sewa kamar mandiku.“Tenang saya bayar sendiri, Mbak. Saya kalau duit recehan ada tadi sebelum berangkat aku bongkar celengan,” kataku lagi seraya tertawa sumbang. Tiga kali sudah aku berbicara pada gadis baik hati ini.“I—iya, bukan maksudku begitu. Anu, saya ternyata enggak ada uang,” katanya lagi seraya menggaruk pipinya yang kurasa tak gatal.Aku segera masuk ke kamar mandi mencuci bajuku yang basah karena kehujanan semalam. Untung tadi aku beli perlengkapan mandi sekaligus sabun cuci jadi aman.“Mbak, jemurnya di mana?” tanyaku lagi. Aku berasa jadi orang paling merepotkan hari ini.“Di sana aja Mbak, bawah pohon mangga tadi. Aman kok,” jawabnya ramah.Aku istirahat di teras masjid Pertamina ini m
Baca selengkapnya
BAB 48. Perjalanan Reni .
“Aku juga sudah tidak punya ayah, Rum. Ayahku meninggal saat aku masih kecil. Lalu ibuku menikah lagi.”“Jadi, ibumu sama ayah tirimu kerja di kota, Ren?” Aku mengangguk.“Ayah tirimu baik?” Aku mengangguk lemah. Tak mungkin kubuka identitas ayah di sini. Salah ucap aku tidak bisa kabur dari sini.“Syukurlah kalau baik. Kalau ayahku menikah lagi dan aku punya ibu tiri pasti lain lagi ceritanya. Di mana-mana kan, Ibu tiri jahat,” ujar Arum lagi.“Tapi, enggak semuanya juga ibu tiri jahat dan bapak tiri baik, Rum. Terganggu pribadi masing-masing.”“Iya, betul. Ngomong-ngomong umurmu berapa tahun, Ren? Sepertinya kamu lebih muda dariku?”“Aku 15 tahun, kalau kamu?”“Aku 17 tahun kelas XI SMA.”“Wah, ternyata kamu sekolah SMA? Keren sekali. Gimana rasanya sekolah? Apa seperti di TV itu?”“Kamu lihat TV?”“Iya, di rumah tetangga. He he he. Apa kamu punya TV, Ren?”“Punya, aku punya semuanya, tapi aku tidak betah di rumah. Makanya aku mau nyusul ibuku saja,” jawabku lagi-lagi berbohong.~K~
Baca selengkapnya
BAB 49. Hari Baru.
"Mbak kok, ada Mas Fais di sana" Tunjuk Susanti.Benar juga ada Mas Fais dan Mbak Lintang di depan ruko kami.Ada juga Bu Hajjah Halimah. Mungkin saja itu yang dimaksud Bu Hajjah halimah bahwa akan ada pembeli rukonya."Mungkin Mas Fais yang akan beli rukonya Bu Hajjah Halimah, San""Berarti nanti ruko yang Mbak sewa jadi milik Mas Fais, ya, Mbak?“Ya mungkin saja, begitu, San. Ayok, kita masuk! Aku sudah tidak sabar mau masuk rukoku,” ajakku pada Susanti. Dia pun tak kalah semangatnya denganku.Dengan mengucap Bismillah aku masuk rukoku. Tempat usaha baruku. Di sini semoga rezekiku tambah banyak dan berkah jadi bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.Begitu masuk aku langsung sujud syukur. Susantilah pun ikut sujud syukur. Aku sampai menitikkan air mata. Aku tidak pernah menyangka akan melangkah sejauh ini.Pernikahan pahit yang kujalani membawa hikmah yang begitu besar. Mungkin jika aku tidak ditinggal nikah lagi sama Mas Arman, aku tidak akan sampai di titik ini.Aku masi
Baca selengkapnya
BAB 50. Tingkah Susanti.
“Woi, Mbak sini! Jangan berdiri aja di situ, mau jadi manekin! Enggak usah jaim-jaim ayo, sini dari pada enggak ada tempat duduk!” teriak Susanti. Seketika semua orang menoleh padaku. Bu Hajjah Halimah dan rombongan tertawa.Ya Allah tuh, anak kapan enggak buat aku malu!“Assalamu’aliakum ... permisi Bu Hajjah, maaf ini kami merepotkan,” sapaku basa basi. Segera kuambil tempat duduk dekat Susanti.“Wa’alaikumsalam ... Mbak Fatki silakan pesan nanti biar sekalian sama Ibu.”“Kita? Idih, Mbak Fatki aja kali, aku mah enggak merepotkan,” sahut Susanti. Lagi-lagi rombongan Bu Hajjah tertawa karena ulah Susanti.“Maaf, Bu Hajjah ....” ucapku lagi benar-benar tidak enak.“Santai aja, Mbak Fatki. Oh, iya, dari ruko, ya?”“Iya, Bu Hajjah. Kami habis beres-beres lantai atas. Makanya capek banget ini langsung cus cari makan,” jawab Susanti.“Masya Allah rajin sekali. Berarti bakalan disayang bos kalau rajin gitu,” timpal Mbak Lintang.”“He’em betul, Mbak. Buktinya ini ditraktir bakso, tanpa pot
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
62
DMCA.com Protection Status