Kusempatkan membuka ponselku sebentar. Mas Arman mengirim banyak sekali pesan, dan juga berkali-kali meneleponku, tapi aku malas membacanya. “Pagi Bu Fatki, sebelum pulang sarapan dulu, ya? Apakah ada yang bisa saya bantu lah?” Seorang petugas pengantar makanan pasien datang tepat saat aku sedang beres-beres barang mau pulang.“Tidak usah, Mbak. Terima kasih,” tolakku halus. Lalu mereka pergi mengantarkan makanan ke ruangan lain.“Pulang ke mana, Nak? Kok kamu sendirian dari kemarin keluargamu ke mana?” Ibu paruh baya yang dirawat di sebelahku ikut bersuara. Pasti beliau juga penasaran kenapa aku sendirian. Pulang pun sendiri.“Ada Bu, mereka di rumah,” jawabku singkat. Aku tersenyum getir. Mata kukerjapkan berkali-kali agar tidak menangis.Ah, tentu saja mereka sedang berbahagia. Ibu sedang senang menghitung uang amplop sedang Mas Arman masih dengan maduku.“Pulangnya ke mana, Nak?” tanya beliau lagi.“Kampung Tugurejo, Bu?”“Wah, satu arah nanti biar bareng anakku saja, Nak. Dia ma
Terakhir Diperbarui : 2022-07-09 Baca selengkapnya