Semua Bab Karma Pengkhianat Pernikahan: Bab 21 - Bab 30
42 Bab
21. Harapan Seorang Ibu
(PoV Mama)Semua orang tua di dunia ini, pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tak ada satu pun orang tua yang mau melihat anaknya hidup susah. Termasuk aku, ingin melihat anak-anakku bahagia dan sukses. Aku akan senang dan bangga jika hidup anakku bergengsi dan bergelimang harta. Hidup itu keras, kamu harus memilih agar mendapatkan kehidupan yang layak dan mudah. Sudah tidak jaman hidup susah dan kerja keras. Jika bisa hidup senang dengan mengandalkan orang lain, kenapa tidak?Aku pun, sejak muda sudah pilih-pilih suami. Begitulah tuntutan menjadi perempuan. Karena dibesarkan dari keluarga miskin, akhirnya aku muak dan bertekad untuk tidak lagi hidup susah di masa depan. Dulu, aku adalah kembang desa. Banyak pemuda yang berusaha merebut hatiku. Beberapa di antaranya merupakan juragan atau pun pengusaha.Namun entah mengapa, hatiku tercantol pada seorang abdi negara dengan gaji pas-pasan. Yah paling tidak, aku bisa hidup sederhana meskipun tidak mewah. Kadang terbersit rasa
Baca selengkapnya
22. Tingkah Vania Semakin Menjadi
Dengan sedikit malas, kubuka pesan WA dari nomor baru tersebut. [Dan, ini aku, Bella. Maaf, cuma mau tanya. Kamu benar-benar sudah cerai sama Vania?]Aku mengernyitkan dahi. Drama apa lagi, ini? Tadi Mama, sekarang Bella. Aku tak yakin harus menjawab apa? Bella hanyalah orang asing, walaupun ia berteman dengan Vania. Bagiku, tak terlalu penting untuk memberitahunya masalah rumah tangga kami.[Kenapa memangnya, Bell?]Kubalas juga pesan itu, walau hanya sekadar saja. Masih belum tahu maksud pembicaraan Bella ini ke mana. Beberapa detik kemudian, tak ada jawaban.[Ya ... soalnya Vania bilang sudah cerai sama kamu. Sekarang sering wira-wiri sama Nathan. Aku gak mau ada masalah lagi. Aku udah sering mengingatkan dia loh, Dan. Kalau ada apa-apa, kamu jangan cari aku!] Pesan balasan darinya masuk.Dadaku berdebar membaca balasan Bella. Jadi, tingkah istriku semakin menjadi? Haruskah aku benar-benar menjatuhkan talak tiga? Padahal aku hanya mengikuti saran Papa untuk sama-sama mendinginkan
Baca selengkapnya
23. Perlahan Move On
Tak terasa sudah dua minggu berlalu, sejak aku terakhir kali bercakap dengan Vania melalui WA. Yang artinya, sudah sebulan lebih status kami menggantung. Aku bukannya tak ingin memperbaiki semuanya. Hanya saja, sikap Vania benar-benar sudah jauh berubah.Tak jarang, kudapati ia mengunggah foto-foto bersama Nathan di story WA. Harga diriku sebagai laki-laki, benar-benar sudah tercabik. Entah apa lagi yang harus aku perbuat.Sudah satu minggu ini pula, aku mulai bekerja lagi. Dengan proyek baru bersama Pak Wira, aku menjadi semakin bersemangat. Selama itu pula, aku masih menumpang di rumah Kak Fitri.Dengan pekerjaan yang baru ini, otomatis pikiranku cukup teralihkan. Saat siang sibuk bekerja, saat malam cepat tertidur karena kelelahan. Tak ada waktu untuk memikirkan hal yang tidak penting.Aku baru saja menuntaskan menyantap makan siang, saat Pak Wira mendekat. Sosoknya terlihat gagah, untuk seorang yang sudah berumur.“Gimana Mas, seneng gak dengan kerjaan proyek kali ini?” tanyanya d
Baca selengkapnya
24. Pertemuan Dua Keluarga
[Persiapkan diri kamu, akhir pekan ini Abang akan datang bersama Kak Fitri dan Bang Tamrin. Bukan untuk menjemputmu, tapi untuk memberi kado ulang tahun. Abang akan berikan apa yang sudah lama ini kamu inginkan. Perceraian.]Kukirimkan sebuah pesan kepada Vania, wanita yang segera akan menjadi mantan istriku. Aku yakin saat ini perasaannya berbunga-bunga. Dia akan bebas pergi dengan siapa pun yang ia mau tanpa beban. Sedangkan aku, tak terlalu merasakan apa pun lagi. Tak sedih atau pun senang, hanya ada rasa yang entahlah, sulit untuk kujelaskan. Dua hari lagi, statusku sebagai seorang suami akan berubah kembali menjadi lajang.Kubuka folder di ponsel yang berisi kenangan-kenangan bersama Vania. Foto-foto dan video yang menangkap momen bahagia. Dengan mengucap bismillah, perlahan kuhapus semua itu satu persatu. Cincin yang tadi tersemat di jari manis, kulepaskan dan letakkan di atas meja. Selamat tinggal, kenangan. Pernikahan seumur jagungku, sungguh harus direlakan.Tak ada balasan d
Baca selengkapnya
25. Tau Mau Cerai
Ruang tamu yang kami tempati, tiba-tiba terdengar riuh. Masing-masing kami saling bergumam dan berbicara. Entah suara siapa yang harus didengarkan. Semua tampak kebingungan.“A-apa katamu, Van? Kamu sudah gila? Kamu gak mau cerai dari Dani?!” Suara Mama melengking. Kami semua seketika bungkam. Kak Fitri mendekap Adelia yang tampak sedikit ketakutan. Sementara Vania, hanya terdiam sambil terus menatapku.“Van, apa kamu serius dengan ucapanmu?” tanya Papa. Wajahnya tampak pias, dalam ketidak percayaan.“Vania … gak mau bercerai, dari Bang Dani,” ucap wanita di depanku lirih. Aku meyakinkan diri kalau barusan, tidak salah mendengar ucapannya.“Vania, sadar, Sayang! Kamu apa-apaan, sih? Bukannya ini adalah sesuatu yang sudah lama kita idam-idamkan!” Mama mengguncang tubuh Vania, seolah-olah ingin membangunkannya dari mimpi.“Ma, biarkan Vania berpikir dan berbicara sendiri. Jangan terus mendiktenya!” sergah Papa. Ia terlihat kesal. Mama mendelik tak suka.Vania menunduk. Tangannya mengusa
Baca selengkapnya
26. Tak Yakin
“I-itu, saya, benar-benar sudah sadar akan kesalahan saya. Saya tahu saya masih sangat mencintai Bang Dani. Yang jelas, saya gak mau pisah,” jawab Vania tergagap-gagap. Entah kenapa, terdengar tak meyakinkan. Bang Tamrin pun, tampaknya kurang puas dengan jawaban Vania yang terdengar klise.Bang Tamrin memberiku kode untuk mendekat. Aku menggeser pantatku ke dekatnya.“Kita ngobrol di luar sebentar,” bisiknya. Aku mengangguk.“Maaf, kami mau bicara di luar sebentar.” Aku pamit kepada mereka bertiga yang ada di ruangan. Tanpa basa-basi, Bang Tamrin sedikit menyeretku keluar.Kami berdiri di dekat pagar, sedikit menjauh dari rumah. Sementara Kak Fitri yang berada di mobil bersama Adel, langsung keluar saat melihat kami.“Ada apa?” tanyanya dengan kedua alis yang bertaut.“Abang yakin ada yang tidak beres. Kemarin-kemarin dia bersikukuh mau bercerai dari kamu. Sekarang malah ngotot tidak mau bercerai,” ujar Bang Tamrin. Aku mendesah.“Betul, Dan. Terus, kamu lihat lagi penampilannya. Kusu
Baca selengkapnya
27. Kalau Aku Jadi Kamu
“Bang, Vania mau ikut!” Suara teriakannya yang sedikit parau masih terdengar jelas. Aku tak menoleh, terus mantap melangkah maju menuju mobil. Alih-alih merasa senang, aku malah was-was dengan perubahan sikapnya itu.“Vania kenapa, kok nangis-nangis gitu?” tanya Kak Fitri ketika aku sudah duduk di bangku depan, di samping Bang Tamrin. Kak Fitri duduk di bangku belakang, memangku kepala Adelia. Keponakanku itu tampak tertidur pulas.“Gak tau, Kak. Tiba-tiba pengen ikut Dani pulang katanya. Sampe peluk-peluk segala. Dani jadi sedikit risih,” jawabku sambil memasang seat belt.“Terus, keputusanmu gimana?” Kak Fitri tak henti bertanya. Aku memandang keluar jendela. Kendaraan yang lalu lalang tampak berebutan ingin saling mendahului.“Dani minta waktu dua hari, Kak.” Terdengar helaan napas lega Kak Fitri. Sementara Bang Tamrin hanya diam, pandangannya fokus ke jalanan yang sedikit ramai.“Apa yang akan kamu lakukan, Dan?”“Dani ingin memastikan sesuatu dulu, Kak. Semoga ada titik terangn
Baca selengkapnya
28. Memaksa Bertemu
Aku bersembunyi di balik gorden, tak ingin Vania melihat bayanganku dari balik jendela kaca. Dia berjalan dengan tenang memasuki halaman rumah. Sejenak langkahnya terhenti, saat melihat motorku terparkir di dekat teras. Ah, si*l! Sekarang dia tau kalau aku ada di rumah. Kenapa tadi aku tidak langsung masukkan saja kuda besi itu?Jantungku berdetak lebih kencang, debarannya bertalu-talu seperti genderang yang ditabuh. Entah kenapa, aku menjadi takut untuk bertemu Vania. Seperti ada yang tidak beres dengannya. Sekarang dia sudah berdiri tepat di depan pintu. Aku menahan napas, jangan sampai suaraku terdengar sedikit pun olehnya. Beberapa detik kemudian, suara ketukan mulai terdengar.“Bang, Bang Dani! Buka pintu Bang! Ini Vania!” teriaknya tanpa mengucap salam. Aku menutup mulut dengan telapak tangan. Suara ketukan di pintu terdengar berulang-ulang tanpa jeda.“Abang, ini Vania, Bang! Vania mau bicara sama Abang!” Suaranya semakin ditinggikan.Kuintip sekilas, Vania mulai merogoh tasnya
Baca selengkapnya
29. Raungan Vania
“Gak sopan kamu! Kalau Dani ingin bertemu, dia pasti sudah mencarimu. Pulanglah! Jangan bertingkah seperti wanita murahan yang mengejar laki-laki!” tegas Kak Fitri, tangannya sibuk membelai kepala Adelia. Keponakanku itu terlihat gelisah. Mungkin tidak nyaman dengan suasana di sekitarnya.“Akan aku tunggu sampai ketemu Bang Dani!” Vania menghentakkan kaki, kemudian kembali duduk di kursi teras. Astaga, benar-benar urat malunya sudah putus.“Kalau kamu masih bersikeras, akan saya panggilkan Pak RT dan tetangga sekitar untuk mengusir! Kamu sudah mulai meresahkan!” ancam Kak Fitri dengan nada serius.“A-apa? Berani-beraninya!” Vania seketika berdiri. Matanya menatap garang ke arah Kak Fitri, dengan tangan mengepal erat.“Silakan pilih. Pulang sendiri, atau diusir dengan tidak hormat?” Kak Fitri balas menatapnya tajam, intonasi suaranya mematikan.Tampaknya pilihan itu membuat nyali Vania menciut. Ia segera mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja, kemudian segera berlalu.“Ingat bai
Baca selengkapnya
30. Kubangan Nista (1)
(PoV Vania)“Sudah, kamu gak usah sedih gitu. Kalau ditalak Dani, ya sukur. Lagi pula dia sekarang sudah jadi orang kere, kok. Mama malah yang jadi sedih kalau lihat kamu menderita. Masa sehari cuma dikasih uang lima puluh ribu. Kan kelewatan, dia!” ucap Mama yang terus menghiburku setelah Bang Dani mengucapkan talak satu.“Ta-tapi, Ma. Vania masih muda. Masa sudah menjadi janda!” rengekku sambil menahan isakan.“Ya justru itu! Mumpung masih muda, kamu bisa cari ganti yang lebih pantas. Cari yang berduit dan bisa memanjakan kamu! Sayang wajahmu yang cantik itu, kalau tidak digunakan.” Mama menyemangati.Meski demikian, dalam hatiku terbit sedikit rasa sedih. Ya, walaupun Bang Dani sekarang tidak seperti dulu lagi, aku masih punya sedikit rasa cinta untuknya. Kemarahan Bang Dani terjadi karena aku telah khilaf dan tergoda oleh pesona Nathan.Hari itu, aku pergi ke gym setelah ditelepon oleh lelaki berambut pirang dan berwajah tampan itu. Hati rasanya melayang-layang karena ucapannya y
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status