Semua Bab Maaf Mas, Aku Tega! : Bab 21 - Bab 30
100 Bab
Bab 21
Aku duduk menunggu giliran sidang kedua. Setengah jam lagi aku harus ada di ruang sidang. Namun hingga detik ini Mas Deni belum datang. Aku sangat berharap Mas Deni tak usah hadir dalam sidang kali ini dan seterusnya agar hakim segera mengetuk palu, dan aku terbebas dari Mas Deni. Panjang umur benar, baru juga kupikirkan,Mas Deni dan Rani sudah nampak berjalan ke arahku. "Sendirian nih,Mbak?" ejek Rani padaku. "Kalau sendirian memangnya kenapa?""Kasian kamu mbak," ucap Rani sinis. "Aku akan tetap ajukan pembagian harta gono gini ke pengadilan,salah sendiri kamu maruk!" lantang Mas Deni bicara. "Hahahaha ... mimpi kamu Mas!Harta tak punya minta pembagian harta gono gini. Mbok, ya, ngaca!" ejekku. "Kita lihat saja, berapa banyak harta yang akan menjadi milikku," ucapnya sombong. "Oke,kalau Mas nekat minta harta gono gini. Siap-siap saja, Ibu dan Rani mendekam di penjara!" gertakku. "Halu kamu, Mbak!" sinis Rani. "Kamu lupa, aku punya punya bukti uang-uang mbak yang kamu pinja
Baca selengkapnya
Bab 22
Kunyalakan mesin, perlahan meninggalkan rumah mewah kediaman Pak Yusuf. Sepanjang perjalanan tak hentinya kumemikirkan Nadia,gadis cantik yang telah mencuri hatiku. Kian hari online shop milikku kian rame. Mungkin ini yang namanya hasil tidak mengkhianati usaha. Alhamdulillah, kupanjatkan puji syukur atas nikmat yang Allah berikan kepadaku.Drrrttt.... Ponselku bergetar, ku ambil benda pipih yang ada di atas meja.[Anita,apa kabar?] Satu pesan masuk dari Mas Romi. [Alhamdulillah baik mas,mas sendiri bagaimana?] [Alhamdulillah Nit. O, ya, Mas ada lowongan pekerjaan untuk kamu,jadi manager keuangan. Apa kamu mau Nit?]Tawaran yang bagus dari Mas Romi, aku berkarir seperti dulu. Tapi, bagaimana dengan bisnis online shop yang mulai berkembang ini?Jadi galau gini ya.[Aku pikir-pikir dulu ya mas,kebetulan online shop yang kurintis mulai berkembang.][Oke, aku tunggu jawabanmu ya, Nit.]Kupikirkan baik-baik tawaran Mas Romi. Masih ada keraguan di hati,lanjut berkarir atau mengelola o
Baca selengkapnya
Bab 23
Pov DeniSudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin pepatah itu cocok dengan diriku, bagaimana tidak, sudah digugat cerai Nita, kini aku dipecat dari kantor secara tidak hormat. Apa mungkin ini karma?Ah, mana mungkin ada karma! Aku tak percaya karma. Mungkin aku apes, atau memang Mila itu pembawa sial. Ini berbanding terbalik dengan,apa yang aku harapkan. Dulu, kukira aku lelaki paling beruntung dan bahagia di dunia ini. Bisa memiliki dua istri sekaligus.Aku dan Mila berjalan keluar, banyak mata memandang kami sinis. "Biar tau rasa tukang zina!""Emang enak dipecat, salah sendiri main gila kok di kantor!""Sukurin...!"Banyak sindiran silir berganti mengiringi kepergian kami. "Ini semua gara-gara kamu, Mas!" omel Mila sepanjang jalan. "Kamu yang ngerayu aku, kenapa aku yang disalahkan?" Kunaikkan nada bicara. Kesel, marah. Dasar Mila, maunya menang sendiri! Menyesal aku menikahinya, kalau saja dia tak sedang hamil, pasti sudah kutalak dia.Kunyalakan motor, meninggalkan halaman
Baca selengkapnya
Bab 24
Pov RaniAku duduk di teras, menunggu Mas Deni yang tak kunjung pulang. Mila pun tak ada, ke mana mereka pergi? Aku senakin tak tenang setelah mendengar Mas Deni dipecat dari kantornya. Sekarang hilang sudah tambang emasku. Walau aku sudah bersuami, Mas Deni selalu memberikan apa yang kuminta. Tetapi jika dia tak bekerja, mana bisa membelikan apa yang aku inginkan.Satu jam berlalu, akhirnya nampak juga batang hidungnya."Dari mana aja sih,Mas?" tanyaku saat Mas Deni sampai di halaman. Mas Deni tak menjawab, dia berjalan melewatiku begitu saja. Aku menggelengkan kepala melihat pakaiannya yang acak-acakan, berantakan. Apa yang sebenarnya terjadi? Kalimat itu yang memenuhi isi kepalaku. Aku ikut masuk ke dalam kamarnya. Kulihat dia memasukkan baju-baju Mila ke dalam koperLho-lho, ada apa lagi ini?"Mas, kenapa baju Mila kamu masukkan ke dalam koper?" "Aku sudah gak sudi hidup bersama wanita jal*ng seperti Mila!" Terlihat Mas Deni menahan amarah."Maksud, Mas?" Aku bingung, tak menge
Baca selengkapnya
Bab 25
"Nita, tolong berikan laporan pengeluaran bulan lalu ke ruangan saya" perintah Mas Romi lewat telepon."Baik Pak." Sambungan telepon pun dimatikan sepihak olehnya. Kuambil berkas laporan keuangan bulan lalu. Segera berjalan menuju ruang direktur utama. Tok... Tok... Tok.... Pintu kuketuk perlahan. "Masuk!" Suara Mas Romi dari dalam. Kubuka pintu perlahan, berjalan mendekati Mas Romi. "Ini,Pak laporannya." Kuberikan laporan keuangan bulan lalu di atas meja. "Duduk,Nit!" ucapnya sambil memeriksa laporan yang kuberikan. Tak berapa lama, laporan selesai diperiksa mas Romi. "Nanti makan siang bersama,ya,Nit. Aku tunggu di lobi.""Ta...tapi Pak."Aku bingung kenapa Mas Romi mengajakku makan bersama. Ingin menolak tapi tak enak melawan bos. "Pokoknya aku tunggu di lobi. Mas gak akan makan kalau kamu tidak mau diajak makan!" ancamnya. "Baik,Pak, saya permisi.""Iya," jawabnya sambil terus tersenyum kepadaku. Sebenarnya tak enak makan berdua dengan Mas Romi. Takut terjadi fitnah. T
Baca selengkapnya
Bab 26
Pov DeniKriiiinggg... Kriiiinggg.... Ponselku berbunyi satu panggilan masuk. Segera kuambil ponselku di atas bantal.Tertera nama Istriku di layar ponsel. Kukucek mataku berkali-kali.Ya ini benar Anita menelponku. Senyum merekah tergambar di wajahku. Aku memang masih menyimpan nomor ponsel Anita dengan nama Isteriku. Karena memang dia masih sah menjadi istriku.Dan aku masih mencintainya.Rasanya aku sangat senang, ini bukan mimpi atau halu saja.Pasti Anita ingin mengatakan rindu dan cinta padaku. Hingga larut malam begini dia menelponku. Atau mungkin, dia ingin membatalkan gugatan cerainya, dan kembali padaku.Yes...yes... Akhirnya bisa hidup bersama dengan Nita lagi. Sudah ku tebak dia memang masih mencintaiku dan ingin kembali padaku. Mungkin saat itu dia emosi, karena aku memang salah saat itu. Dia pasti marah karena tahu telah berbagi hati dan raga. Itu manusiawi. Segera ku pencet tombol berwarna hijau."Nita sayang, Mas tau kamu pasti merindukan Mas. Mas juga sangat merinduka
Baca selengkapnya
Bab 27
Alhamdulillah...Aku bersyukur kepada Allah, sidang terakhir berjalan dengan lancar. Hakim juga sudah mengetuk palu. Mulai hari ini, aku dan Mas Deni resmi berpisah. Walau tak pernah terbesit sekalipun dalam benakku untuk berpisah. Mungkin, ini takdir Sang Pencipta agar aku terbebas dari Mas Deni dan keluarganya. Kuambil benda pipih untuk mengirimkan pesan pada Mas Deni. [Terima kasih,Mas untuk tidak kehadirannya di sidang perceraian kita. Mulai hari ini,aku bukan istrimu lagi. Terima kasih untuk semua yang telah Mas berikan untukku. Walau Mas menoreh luka di sanubari, tapi aku sudah memaafkan Mas.]Tak ada balasan walau pesanku sudah dibaca.Ah, sudahlah, ini bukan urusanku lagi. Saatnya menata hidupku. Kejadian dengan Mas Deni akan kujadikan pelajaran. Hidup berumah tangga tak hanya menyatukan dua hati. Namun juga menyatukan dua buah keluarga. Suatu saat jika aku mendapatkan jodoh lagi. Aku harus mengetahui watak keluarga calonku sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah agar ke
Baca selengkapnya
Bab 28
"Nita... !" teriak seseorang dari belakang. Aku hafal betul suara itu,Mas Romi. Kuhentikan langkah, balik badan. Sekarang kami tepat berhadapan dengan jarak dua langkah. "Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" "Mau pulang bareng?" tanyanya sambil mengatur napas. Mungkin efek sedikit berlari tadi. "Saya bawa mobil kok Pak," tolakku halus. "O, ya sudah. Hari minggu ada acara,Nit?""Ada Pak, rencananya mau cari ruko atau kios untuk membuka toko baju.""O... Ya sudah. Apa mau Mas temani?" tawarnya. "Sudah sama Intan kok,Pak. Ya sudah Pak, saya permisi. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam...." Ada rasa kecewa dari tatapan Mas Romi padaku. Maaf Mas,aku masih masa iddah. Rasanya kurang pantas kalau sering jalan berdua. ***Kujatuhkan bobot ini di ranjang. Ingin sejenak melemaskan tubuh karena setengah hari duduk di kursi. Hari ini, hari sabtu jadi aku pulang setengah hari. Memang jatah libur hanya di hari minggu saja. Tok ...Tok ...Tok"Mbak Nita sudah tidur?" tanya Intan."Belum Tan
Baca selengkapnya
Bab 29
Lima belas menit kami menunggu, belum ada tanda-tanda Nadia ataupun Pak Yusuf. "Mama...!" teriak anak kecil dari belakang. Kutoleh,Nadia berlari kearahku. Kurentangkan kedua tanganku sambil berjongkok. Kusambut Nadia dengan pelukan.Binar bahagia tergambar dari netranya. Begitupun Pak Yusuf, melihat kami berpelukan,bulir bening menetes dari netranya. Mungkin dia bahagia sampai mengeluarkan air mata. "Mama...," panggil Nadia masih dalam pelukanku.Entah kenapa ada rasa bahagia melihat senyum khas Nadia ini. Senyum tulus seorang anak pada ibunya. Meski aku baru mengenalnya tapi senyum itu begitu tulus untukku. Kuelus rambut hitamnya, hingga tak sengaja netra ini bertemu dengan netra Pak Yusuf. Pak Yusuf termangu sejenak, membuatku salah tingkah. Pak Yusuf hanya tersenyum melihat diri ini merona karena menahan malu. Pak Yusuf terlihat lebih muda dan tampan dengan memakai celana panjang jeans dipadukan dengan kaos berwarna putih. Kalau dilihat mirip artis Ali Syakieb. Sempurna.Astag
Baca selengkapnya
Bab 30
Kewajiban sholat isya sudah kulaksanakan. Ponsel kugeletakkan di atas kasur begitu saja. Tanpa berniat menelepon atau bertanya keperluan mantan mertuaku tadi. Rasanya sudah malas berurusan dengan mereka. Kini saatnya mengistirahatkan tubuh yang sedari tadi sudah protes meminta haknya. Walaupun hari ini sangat melelahkan tapi aku bahagia dapat bertemu gadis kecilku.Bayang kejadian tadi siang menari-nari indah di benakku. Senyum manis Mas Yusuf muncul begitu saja. Menimbulkan bunga di hatiku kembali merekah. Ah, kenapa aku jadi memikirkannya? Sadar, Anita... Jangan mimpi terlalu tinggi, kalau jatuh sakit!Kucoba pejamkan mata, berharap lekas di alam mimpi. Tapi bayang Mas Yusuf kembali muncul begitu saja. Membuat mata ini enggan terpejam. Ternyata tanpa pakaian resmi Mas Yusuf terlihat lebih tampan. Aduh, Anita... Kenapa justru memikirkan papanya Nadia,sih? Kriiingg... Kriiingg.... Kuambil ponsel, penasaran siapa yang malam-malam menelepon. Tertera nama Rani di layar. Tak kuangkat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status