All Chapters of DOSA TERINDAH: Chapter 41 - Chapter 50
476 Chapters
Bab 41
Aku kembali menatap wajahku dari pantulan cermin di toilet. Kurasa aku tak bisa menyembunyikan mata dan hidungku yang merah akibat menangis tadi. Banyak hal yang membuatku merasa sangat sakit mengetahui suamiku hadir di sana. Masih kuingat bagaimana ia memperingatiku dengan bentakan di dalam mobilnya saat aku menyampaikan undangan Bella padanya. Lalu saat mengetahui ia hadir di sana bersama Nindya, aku merasa terbuang. Hal lainnya yang membuat air mataku luruh adalah tatapan Ivan yang sekali lagi harus melihatku dalam keadaan seperti ini. Mengapa aku harus kembali mendapatkan tatapan iba seperti itu?Dua orang wanita masuk ke dalam toilet sambil berbincang mengenai kerabat mereka yang ditonton melalui layar tadi. Aku kembali menyusut mata ketika keduanya menatap heran padaku. Aku memilih keluar dari toilet, berniat akan pamit pada Imelda dan Ivan saja sekarang. Baru saja hendak mencari ponselku untuk memesan taksi, ketika kulihat Ivan berdiri di ujung koridor.“Aya,” panggilnya.Aku p
Read more
Bab 42
“Aku sudah pernah bilang, jangan pedulikan aku jika suatu saat kamu kembali melihatku dalam keadaan seperti ini.”“Bagiamana aku tak peduli jika kamu menangis di hadapanku, Ay. Aku ... nggak suka lihat kamu seperti ini.”Hening menguasai, hanya sesekali kudengar pria yang berdiri bersandar di meja kerjanya sambil menyilangkan kaki itu menghela napasnya panjang. Ingin sekali kutanyakan padanya kenapa ia harus peduli padaku, tapi leherku tercekat. Tak sanggup bertanya.Atau mungkin tak sanggup mendengar jawabannya.“Aku nggak apa-apa, Van. Aku mengenal wanita itu. Mas Adam dan Nindya hanyalah rekan kerja.” Aku harus meluruskan apa yang ada dalam pikirannya.“Aku tak bertanya siapa dia, dan aku juga tak peduli,” katanya sambil kembali menghela napas panjang.“Aku hanya peduli kamu,” lanjutnya lagi.Sekali lagi aku tersentuh. Selama ini, tak pernah ada yang berkata seperti itu padaku. Karena semua memang terlihat baik-baik saja.Kembali hening. Hanya terdengar helaan napas kami masing-mas
Read more
Bab 43
Aku merasa ada yang berbeda dengan hubungan ini. Ya, aku wanita dewasa. Meski berusaha untuk mengingkari, tapi aku tetap tak bisa memungkiri bahwa ada yang tak biasa dengan hubungan ‘pertemanan’ kami. Kepeduliannya padaku, semua perhatian-perhatian kecilnya, serta hatiku yang tanpa sadar selalu mencari keberadaannya cukup menjelaskan bahwa ini bukanlah hubungan pertemanan biasa.Aku tau ini salah, tapi terus terang saja perhatian dan rasa pedulinya padaku membuatku merasa sangat nyaman berada di dekatnya. Perasaan nyaman yang hampir tak pernah kudapatkan saat berada di samping Mas Adam, suamiku sendiri. Buru-buru kugelengkan kepalaku ketika menyadari bahwa aku tengah membandingkan keduanya.Hentikan, Aya! Jangan terlalu terbuai olehnya. Dia hanya kasihan padamu. Dia pasti akan melakukan hal yang sama jika Imelda atau temannya yang lain yang mengalami hal seperti ini. Ini hanya kebetulan. Jangan terlalu terbawa perasaan. Aku berusaha menetralkan hatiku, tapi beberapa kalimat yang diuca
Read more
Bab 44
“Kenapa tadi nggak bangunin aku?”“Gimana mau bangunin kamu tidur nyenyak gitu sampai ileran. Nggak tega lah aku.”“Ivan!!! Please, aku serius. Mas Adam pasti nyariin aku.” Mataku mulai berkabut.“Jangan nangis lagi dong, Ay. Sudah senang lihat kamu senyum tadi, masa harus lihat air matamu lagi. Ini tadi Adam WA aku nanyai nomor Imelda, katanya tadi kamu pamit dengan Imelda. Aku nggak ngasih nomor Imelda tapi sudah kuyakinkan kalau kamu pasti lagi nginap di rumah Imel. Adam nggak ada nelepon kamu?”Ah, iya. Tadi kurasa aku belum membuka ponselku karena terkejut saat terbangun di tempat yang asing tadi. Kucari kembali ponselku dan menemukan pesan di sana. Tak ada panggilan, hanya dua pesan yang belum kubaca.[Kenapa belum pulang?][Nginap di mana?]Hanya dua pesan itu.Aku mendongak ketika Ivan menyodorkan ponselnya padaku. Tak langsung meraih ponselnya, aku justru menatapnya dengan tatapan bertanya.“Kamu baca sendiri isi pesan Adam. Biar nggak minta antar tengah malam gini. Aku taku
Read more
Bab 45
Pagi ini aku memilih memesan taksi online untuk pulang ke rumah, setelah semalaman ‘terjebak’ di House of Coffee bersama pemiliknya. Hanya berdua.“Kalau Adam marah, usahakan calm down. Tak akan ada habisnya jika kamu juga membalasnya dengan kemarahan,” ucapnya saat aku tengah menunggu taksi.Kuhela napasku kasar. Bukannya seharusnya aku yang marah? Aku membayangkan Mas Adam yang memilih mengajak Nindya padahal ia sendiri melarangku dengan kerasa datang memenuhi undangan Bella.“Hati-hati,” katanya saat taksi yang kupesan datang.“Aku ikutin taksinya dari belakang.”Aku menoleh. “Kenapa ngikutin, Van? Nggak perlu.”“Karena aku peduli.”Lalu dia meninggalkanku, berjalan menuju mobilnya, sementara aku masih menatapnya takjub.Karena aku peduli.Aku menoleh berkali-kali ke arah belakang saat taksi memasuki perumahanku. Tak terlihat lagi mobil Ivan di belakang pdahal sepanjang jalan tadi mobil sport merah itu terus mengiringi taksi yang kutumpangi di belakang. Mungkin dia sudah pulang ka
Read more
Bab 46
Masih dengan tangan gemetar aku menyuguhkan minuman pada kedua pria yang tampak sedang berdiskusi serius ini. Aku sama sekali tak mengerti apa yang sedang mereka bahas karena pikiranku tak bisa fokus. Kemunculan Ivan pagi ini membuat otakku tak bisa berpikir secara normal. Sialnya lagi, saat aku mendongakkan wajahku setelah meletakkan minuman dan beberapa cemilan di meja, mataku justru bersitatap dengan matanya. Sementara Mas Adam terlihat lagi serius mencoret-coret sesuatu di sebuah kertas. Ivan tersenyum. Oh God! Entah mengapa aku dengan lancang menyimpulkan sendiri jika pria ini datang bukan untuk mengobrol atau pun ada urusan penting dengan suamiku. Tapi otakku menggiring opini sendiri. Dia datang untuk menemuiku.“Terima kasih, Aya,” ucapnya lembut, masih dengan senyuman khas nya.“Silakan,” ucapku gugup, mempersilakannya minum.Aku buru-buru hendak melangkah kembali ke dapur saat pria itu justru memanggilku.“Aya.”Aku menoleh, kali ini kedua pria itu sedang menatap padaku. Jan
Read more
Bab 47
[Sengaja bersembunyi?]Pesan dari Ivan beberapa menit yang lalu. Aku memang langsung mandi setelah masuk ke dalam kamar tadi, sehingga baru membaca pesannya setelah selesai mandi. Tak perlu membalas pesannya, karena kurasa ini sudah terlalu jauh. Bahkan sudah cenderung mengarah pada hubungan yang semakin ‘tak biasa’.[Aku bisa pulang sekarang juga, Ay. Tapi juga bisa berada di rumahmu seharian. Tergantung kamu maunya yang mana.][Aku akan tinggal lebih lama jika kamu tak membalas pesanku.]Aku menelan ludah dengan susah payah.Jangankan membalas pesan, aku bahkan ingin menggantikan posisi Mas Adam menemanimu mengobrol. Suara-suara dari dalam hatiku mengganggu akal sehatku. Kuketuk-ketuk keningku sendiri, berusaha menghilangkan pikiran-pikiran yang menganggu.[Ngapain ke sini? Aku tau reuni tim bakset hanya alasanmu saja.] Balasku.[Ternyata kamu pintar, Ay. Bisa menebaknya dengan tepat.]Ternyata kamu pintar.Sangat berlawanan dengan kalimat yang selalu kudengar dari suamiku.Kamu itu
Read more
Bab 48
“Ah, Tante bisa aja,” jawab Ivan.“Mama nggak usah ngenalin Ivan ke Aya, Ma. Mereka udah kenal, kok. Dulu pernah satu kampus dan satu jurusan, sebelum Aya milih jurusan lain.” Ada nada sinis dalam ucapan Mas Adam, dan aku sudah paham maksudnya.Ivan berpamitan, pada Mas Adam, pada mama dan terakhir padaku. Dan aku bisa membaca komunikasi non verbal dari tatapannya yang seolah berkata, aku pulang, kamu baik-baik, ya.Kupandangi punggung pria tinggi atletis itu, yang kembali menoleh saat mama tiba-tiba bertanya padaku.“Kata Adam tadi malam kamu nginap di rumah teman, Nak. Teman yang mana?”Aku terdiam sesaat. Antara memikirkan jawaban atas pertanyaan mama dan menghindar dari lirikan pria yang kembali menoleh itu.“Ehm, i-iya, Ma. Semalam Aya nginap di rumah teman.”Teman, dia memang hanya teman.🍁🍁🍁“Kenapa kemarin WA ke Nindya, bukan langsung nanya ke aku?”Aku dan Mas Adam tengah duduk di ruang TV. Mama sendiri belum pulang dan sedang beristirahat di kamar tamu.“Nindya laporan sa
Read more
Bab 49
“Terus kenapa harus ngajak orang lain bukan dengan Aya?”Aku menajamkan pendengaranku ingin mendengar jawabannya. Beruntung pertanyaan ini ditanyakan oleh mama, bukan olehku.“Bella nggak akan terpengaruh kalau Adam ajak Aya, Ma.”“Maksud kamu?”“Aya bukan tandingan Bella, Ma. Nindya lebih cocok untuk membuatnya tau kalau Adam juga sudah membuangnya dari hidup Adam.”“Ya ampun, Adam! Kamu ajak Nindya hanya untuk manas-manasin Bella? Kalau niatmu seperti itu bagaimana mungkin kamu bisa bilang kalau sudah membuang Bella dari hatimu? Kenapa pikiranmu sebodoh ini, Dam?”Pria itu berdiri, memandang mama dengan ekspresi kesal, lalu menatapku sesaat.“Sudahlah! Mama nggak pernah tau rasa sakit hati Adam pada Bella. Dia ninggalin aku di saat aku hampir saja mewujudkan semua mimpi-mimpiku. Sekarang dia kembali datang disaat aku sudah hampir mati rasa karenanya. Dan mama tau apa yang dikatakannya? Bella bilang dia menyesal dan nggak bisa melupakanku, lalu menawarkan menyambung kembali hubungan
Read more
Bab 50
Hari senin pagi. Aku menjalani pagi seperti biasa, menyiapkan sarapan pagi dan perlengkapan kerja Mas Adam. Setelah berdebat di depan mama Indah kemarin, tadi malam pria yang telah tiga tahun bersamaku itu hanya mengatakan satu kata.Kemarin setelah mama pulang, aku lebih memilih berkebun, merapikan rumput-rumput dan bunga-bunga mawar di taman kecil di depan rumah. Sedangkan Mas Adam masih berada di kamar, tidak keluar dari sana bahkan tak juga kunjung keluar saat aku memanggilnya untuk makan malam. Lalu saat aku masuk ke dalam kamar, kulihat pria itu terlihat serius dengan laptonya. Maka aku tak menyapanya dan memilih langsung tidur memunggunginya yang masih duduk bersandar pada headboard tempat tidur dengan laptop di pangkuannya, kuselimuti tubuhku hingga ke dada karena sepertinya Mas Adam meyetel AC dengan suhu rendah.Lalu saat aku sudah mulai terbuai masuk ke dalam mimpi. Kurasakan gerakan pria itu di belakangku merebahkan tubuhnya. Sesaat kemudian, sebuah lengan kokoh memeluk pi
Read more
PREV
1
...
34567
...
48
DMCA.com Protection Status