All Chapters of Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta: Chapter 281 - Chapter 290

Keesokan harinya, di gedung MJW Corporation, suasana di lantai kantor Elle terasa berbeda. Biasanya, Elle selalu terlihat tegas dan teratur. Tapi hari ini, dia tampak sering melamun, pandangannya kosong menatap layar laptop yang dari tadi tidak disentuhnya sama sekali. Rose mengetuk pintu ruangannya pelan sebelum masuk. Dia membawa beberapa dokumen penting yang harus ditandatangani. “Nona Elle,” sapa Rose dengan nada hati-hati, “Ini beberapa dokumen yang harus Anda cek dan tanda tangani hari ini.” Elle mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun. Tangannya mengambil dokumen itu, tapi gerakannya terasa begitu lambat. Rose memperhatikan dengan ekspresi prihatin. “Apakah Anda baik-baik saja, Nona Elle?” tanya Rose pada akhirnya. Elle pun tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum kecil, berusaha untuk terlihat bia

Sepulang dari pertemuannya dengan Zero, Elle memutuskan untuk singgah ke apartemen Lavine. Niatnya hanya sebentar saja. Suasana di sana masih sama seperti sebelumnya sunyi dan kosong, tanpa tanda-tanda kehidupan. Kekecewaan kembali menyelimuti hatinya, namun Elle tetap melangkah masuk dan duduk meringkuk di sofa. Padahal, dia berharap saat dia datang Lavine sudah ada di sana. Entah mengapa, rasa kehilangan, kekecewaan, dan penyesalan begitu kuat menghimpit hatinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri, merasa seolah-olah ada sesuatu yang salah yang telah ia lakukan hingga semua hal buruk ini terjadi. Di tengah keheningan itu, Elle pun hanya bisa memeluk lututnya sendiri, berusaha menahan perasaan yang nyaris meledak di dadanya. Elle terus diam dalam posisi itu, memeluk kedua lututnya sambil menundukkan kepala. Udara malam yang dingin merayap masuk melalui celah-celah jendela, namun Elle tetap tidak bergeming.

Situasi panas tercipta semakin nyata, di kamar Lavine. Ketegangan itu semakin memuncak. Tidak ada yang bisa menolak. Suara suara decapan yang terdengar. Tubuh mereka berada di atas ranjang dengan posisi Elle berada di dalam kungkungan Lavine. Tidak ada jalan untuk kembali, tidak ada alasan untuk mundur atau ragu. Lavine tidak peduli apapun, dia hanya menginginkan Elle sepenuhnya. Dalam waktu yang singkat, tubuh mereka tak lagi berbusana. Sentuhan demi sentuhan terasa panas, mengalir deras, menyalurkan perasaan yang begitu dalam hingga tak terbatas. “Ahh...” desah Elle begitu tangan Lavine menyentuh bagian paling sensitifnya. Terlalu cepat, terlalu aneh, tapi begitulah yang terjadi. Kenapa? Ti

Emily memeluk William dari belakang dengan penuh kelembutan. Ia tahu betul kegelisahan yang sedang menghantui hati suaminya. Dengan nada tenang, Emily berkata, “Sayang, Elle sudah dewasa. Kita tidak bisa terus-menerus ikut campur dalam setiap pilihannya. Akan sangat menyebalkan baginya kalau kita terlalu mengatur. Tenanglah, biarkan dia menjalani hidupnya seperti yang dia inginkan.” William hanya bisa menghela napas panjang. Matanya menerawang kosong seolah memikirkan banyak hal. “Aku tahu... Tapi aku ayahnya, Sayang. Aku takut kalau dia bertemu dengan pria yang salah. Aku takut kalau kebahagiaannya hancur karena seseorang yang tidak bisa menjaganya... yang hanya akan membuat hidupnya sengsara. Membayangkan bagaimana Putri kita terlalu payah menilai seseorang, aku tidak bisa mengabaikan rasa khawatirku Ini.” Emily mengeratkan pelukannya. “Aku mengerti. Tapi bukankah kita harus percaya pada Elle? Kita sudah membesarkannya dengan baik, dan aku percaya dia bisa me

Rayn duduk di ruang kerjanya sambil memandangi berkas yang baru saja dikirim oleh asistennya. Tatapannya tajam saat membaca daftar nama-nama pelukis ternama yang akan ikut memamerkan karya mereka dalam pameran yang disponsori MJW. Di sana tertulis jelas nama Elle sebagai penanggung jawab utama acara, dan Zero sebagai tokoh utama yang diangkat dalam pameran. Akan ada banyak pihak penting yang datang. Baik dari MJW dan Zero sendiri. “Kesempatan yang bagus,” gumam Rayn sambil tersenyum tipis, penuh perhitungan. Ia langsung menekan tombol interkom dan memanggil asistennya untuk segera masuk. “Hubungi pihak penyelenggara pameran lukisan,” ucapnya dingin. “Pastikan namaku ada dalam daftar undangan VIP untuk menggantikan Ayahku.” Asistennya pun mengangguk cepat. Rayn kemudian berdiri, menatap ke luar jendela gedung tinggi miliknya. “Kalau aku bisa masuk ke acara itu dengan cara yang tepat, aku bukan hanya akan mendapatkan perhatian Ell