Hening.Kania memejamkan mata, sejenak merasakan degup jantung lelaki itu di punggungnya. Dulu, degup itu yang membuatnya yakin. Dulu, pelukan itu rumah paling aman baginya.Tapi sekarang pelukan itu justru terasa seperti rantai yang tak pernah ia minta.Perlahan, ia membuka mata, menatap pantulan dirinya di cermin: seorang wanita yang dulu penuh harapan kini hanya ada sisa-sisa ketabahan yang dipaksa tetap berdiri.“Kamu nggak ingat apa pun, Rafa,” bisik Kania pelan, suaranya serak.“Tapi aku, aku masih mengingat semuanya. Setiap kata. Setiap penghinaan. Setiap luka.”Pelukan Rafasya sedikit mengerat, tapi Kania tetap kaku di tempatnya.“Biarkan aku memperbaiki semuanya,” pinta Rafasya, suaranya penuh putus asa.Kania menarik napas, lalu perlahan berkata—dingin, tajam, nyaris tanpa perasaan.“Cinta itu, nggak seperti barang pecah belah, Rafa. Yang bisa direkatkan lagi lalu kembali utuh.”Ia meraih tangan Rafasya yang memeluknya, perlahan melepaskannya dari pinggangnya.“Apa pun yang
Last Updated : 2025-06-29 Read more