“Bian, kau beneran tidak pulang?” suara isaknya kudengar saat kuusap layar mengangkat panggilannya.Wanita memang susah kumengerti. Bukankah tadi dia bilang agar aku tidak usah pulang saja? Sekarang sudah nangis-nangis mencariku.“Ada apa, Mir?” tanyaku terdengar lelah. Lelah karena banyak hal. Urusan kantor, masalah di rumah, dan yang pasti karena sudah dua kali bergelut dengan Melati tadi di dapur.“Bian, aku minta maaf, tapi pulanglah. Aku tidak akan mau minum obat kalau kau tidak pulang.” Miranda mulai lagi.Tapi kuhela napas dan masih mencoba bersabar. Menunggu apa yang dia mau dariku.“Iya aku pulang, kok!” jawabku yang tidak tega kalau harus mengingatkan kalau tadi dia yang tak berkenan kalau aku pulang.“Aku tunggu, Bian. Cepatlah pulang. Aku takut kau marah padaku dan malah meninggalkanku, Bian.”“Iya-iya, aku mengerti kok.”“Maaf ya, Sayang. Pulang ya?” Miranda masih terdengar cemas kalau aku benar-benar tidak pulang.“Oke, ini juga aku akan pulang. Turuti perawatmu. Tidak
Last Updated : 2025-06-08 Read more