Nadine masih menatap Alfandi dengan napas terengah, dada naik-turun. Tangannya bergetar, bukan hanya karena rasa marah. Namun itu karena getaran aneh yang sulit ia jelaskan setiap kali pria itu terlalu dekat.“Fan … jangan begini,” ucap Nadine pelan, suaranya bergetar.Alfandi menutup matanya sejenak, seolah-olah menahan emosi yang sudah di ujung. Saat ia kembali menatap Nadine, sorot matanya berbeda—lebih teduh, tetap intens. Ia melepaskan genggamannya perlahan, lalu menarik napas panjang.“Aku takut …,” bisiknya lirih, hampir tak terdengar. “Takut kalau suatu hari aku kehilangan kamu lagi, Sayang.”Nadine terdiam. Kata-kata itu menghantam hatinya lebih keras daripada cengkeraman tadi. Wajah Alfandi kini terlihat rapuh, jauh dari sosok keras kepala dan penuh ego yang ia kenal.Alfandi melangkah maju, kali ini bukan dengan kemarahan, tetapi dengan hati-hati. Tangannya terulur, menyentuh pipi Nadine, ibu jarinya mengusap bekas air mata yang ia bahkan tak sadar sudah jatuh.“Nadine …,”
Terakhir Diperbarui : 2025-08-14 Baca selengkapnya