All Chapters of Duchess : Terlahir Kembali Demi Dendam: Chapter 151 - Chapter 160

Karena peringatan Campy itu, maka Rad hanya bisa berpura-pura menunggu bantuan, agar bisa naik. Tak bisa lagi memakai cara cepat, seperti rencananya. Mereka harus menunggu orang yang menolong memasang tangga tali, dan juga mengulurkan tali pengaman bagi Bree dan juga Rad masing-masing satu. “Ternyata lama juga,” kata Bree, sambil mengikat tali pada pinggangnya. Bukan ingin mengeluh, tapi sebelum Campy datang, Bree sudah membayangkan mereka akan mudah sekali naik ke atas. “Memang, tapi ini harus dilakukan. Aku akan membuat banyak orang ketakutan jika melompat keluar begitu saja sambil membawamu. Seperti kau tadi malam, ketakutan semacam itu.” “Kau yang sedang makan menyeramkan, tapi keadaanmu yang mempunyai tubuh lebih kuat dari manusia, cukup lumayan,” kata Bree. Mengambil sisi positif dari Rad. “Terima kasih atas penilaiannya yang cukup lumayan. Sekarang kau harus naik,” kata Rad, dengan senyum masam. Sedikit kesal mendengar penilaian Bree. Rad tidak pernah dinilai sebagai lum

Rad memang tidak terlalu yakin, tapi melihat gejala yang ditunjukkan oleh Bree, Rad merasa rugi jika tidak bertanya. Rad mungkin baru dalam hal mengerti tentang perasaan yang ini, tapi dia sudah cukup paham tentang sebab dan akibatnya. Cemburu akan datang dari cinta, lalu kepedulian dan perhatian adalah tanda dari cinta itu sendiri. Rad kemarin menepis kemungkinan Bree mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya, karena merasa Bree tidak peduli dengan apa yang dilakukannya. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bree sendiri. Tapi kali ini berbeda. Bree peduli sampai pergi ke rumah bordil itu. Dan tentu Bree harus melacak keberadaan dirinya, dan ini membutuhkan tenaga ekstra juga niat yang kuat. Bree tidak mungkin hanya iseng sampai sejauh itu. Rad menunggu sambil melipat tangannya di depan dada, menatap Bree yang menunduk sambil meremas tangannya. Tentu saja Bree belum memikirkan akibat perbuatannya sampai sejauh ini. Bree kemarin hanya berpikir untuk menghentikan segala kebiasaan

Rad kemarin sempat mengutuk nasibnya yang terlahir sebagai vampir karena membuat Bree ketakutan dan berlari menjauh. Tapi hari ini tidak. Rad amat bersyukur dengan keadaan tubuhnya. Tanpa itu, saat ini dirinya tidak akan bisa merasakan keindahan yang mewujud di hadapannya. Keindahan yang mewujud dalam aroma yang hanya bisa Rad terjemahkan sebagai sesuatu yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Rad seakan lumpuh saat menghirup aroma pekat yang merembes keluar dari tubuh Bree. Rad tidak mampu membuat perbandingan aroma Bree yang ada saat ini dengan apapun, karena tidak pernah menghirup aroma seperti ini. Aroma yang cantik dan elok. Lebih sejuk dari angin laut sore hari, lebih hangat dari angin pagi hari yang berembun. Lebih harum dari bunga, tapi lembut seperti sentuhan. Rad tidak pernah menemui aroma yang membuatnya begitu bahagia, hanya dengan menghirupnya saja. Rad tidak pernah menghirup aroma apapun yang membuatnya bahagia sebelum hari ini.Aroma Bree yang menggiurkan tidak lagi

Bree melepaskan cengkraman tangannya pada lengan Rad, lalu menyentuh telapak tangan sejuk yang ada di pipinya. “Aku membencimu dulu. Sangat membencimu. Aku berharap sedikit saja belas kasihan darimu, atau mungkin sedikit usaha untuk membuktikan aku tidak bersalah.” Bree menghapus air matanya yang kembali terjatuh. “Dan aku amat marah saat membayangkan kau yang dengan mudah mengambil Amber setelah aku pergi. Kau yang hanya diam saat pisau itu memenggal leherku. Dan ya… Aku menyalahkanmu juga saat mereka… melakukannya.” Rad memejamkan mata, kembali menikmati bagaimana perasaan sakit itu menimpanya. Ya, cinta juga datang bersama sakit. Tidak hanya indah dan bahagia. Kesakitan dan ketakutan yang dialami Bree kini menular. Cinta itu beriring empati yang kuat. Empati yang tadi membuat Rad marah, dan sekarang pun masih. “Siapa mereka?” tanya Rad. Suara Rad kini sudah sangat mirip dengan geraman. Dia akan dengan senang hati mencabut kepala mereka semua. Bree menggosok lengannya yang tib

Dan memang tidak mungkin lagi Bree menahan diri, setelah semua godaan itu. Apa yang mereka lakukan di atas kapal itu, hanyalah sedikit bagian --amat sedikit, dari apa yang diterimanya hari ini. Rad menggodanya dengan berlebihan, tak sentuhan, dan usapan, tapi seluruh bisikan nakal itu membuat Bree dengan mudah melupakan siang dan malam. Tapi saat Rad mulai membelai tubuhnya dengan sentuhan lidahnya, Bree melupakan bagian dunia yang lain. Hanya ada Rad, hanya dia yang penting ada. Tubuh Bree telah menyerah sempurna, hanya bisa melenguh saat Rad mengarahkan sesuai dengan keinginannya. Tangan Rad dengan lembut menyentuh bagian tubuh Bree yang selama ini hanya pernah disentuh oleh dirinya sendiri. “Rad…” Bree akhirnya mendesahkan namanya, saat Rad menyentuh bagian lembut membusung yang mengundang itu. Dan tak hanya menyentuh, Rad menikmati. Menikmati perlahan dengan bibirnya. Mengelus, menggoda keduanya dengan sapuan lidah. Membuat tubuh Bree semakin tenggelam dalam nafsu yang bel