All Chapters of Aku yang Kau Buang, Kini Tak Bisa Kau Sentuh: Chapter 161 - Chapter 170

Asri mengernyitkan dahinya, mengikuti arah pandang mata Rain terhadap bangunan kumuh tersebut. Ia pun terpaku ke arah bangunan itu. Namun, sama sekali ia tidak menemukan keanehan di sana. Lantas apa yang dilihat oleh putranya tersebut?“Rain lihat apa, Sayang?” tanya Asri.Bergeming, Rain terus memandangi bangunan itu tanpa beralih sedikit pun, apalagi menjawab pertanyaan Asri.Asri berjongkok, meraih bahu Rain. Merasa aneh dengan sikap yang ditunjukkan putranya itu. Ia sungguh penasaran, kenapa Rain segitunya menatap bangunan itu. Apakah ada yang salah? Namun, yang Asri lihat biasa saja.“Rain, ada apa, Sayang?” tanya Asri, ia mulai cemas.Rain akhirnya menoleh ke arah Asri. Tangannya tiba-tiba menunjuk ke arah bangunan itu.“Rain melihat apa?” tanya Asri.“Ada orang di sana, Ma. Dia terus melambaikan tangan ke arahku,” jawab Rain.Sungguh aneh dengan jawaban Rain. Padahal Asri tidak melihat apa pun di tempat itu. Hanya ada dirinya dan juga Rain, dan sesekali orang yang melintas cepa

Asri mengerjapkan mata beberapa kali. Diedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Hanya ada dirinya dan juga Ello. Lantas, siapa yang baru saja bertanya?Suara seorang wanita cukup jelas terdengar di telinga Asri. Wanita itu pun beranjak dari posisi duduknya, lalu berjalan ke arah balkon.Tidak ada siapa pun, hanya ada tanaman hias di sana berdiri tegak dengan pot yang berukuran besar. Tidak ada yang mencurigakan, bahkan tak ada sedikit pun tanda-tanda ada orang lain di tempat itu.“Sepertinya aku kelelahan jadi salah dengar,” gumam Asri.Asri menghembuskan napas kasar. Mengedikan bahunya, lalu kembali lagi ke dalam. Namun, sesaat langkahnya tiba-tiba terhenti. Sebuah kertas tergeletak di lantai dalam keadaan terlipat, tak sengaja terinjak oleh kakinya.Penasaran kertas apa itu, karena tadi pagi ia sama sekali tidak melihat kertas tersebut di tempat itu. Maka Asri pun mengambilnya, membolak-balik benda tersebut, lantas perlahan ia mulai membukanya.“Apa, ya?” Asri bertanya-tanya.

Buru-buru Ello memasuki mobilnya. Hendak pulang untuk memastikan apakah kecurigaan Asri benar adanya.“Sialan kalau memang ada orang yang berusaha menyabotase kehamilan Asri hingga keguguran. Tidak akan aku biarkan dia hidup tenang!” Ello mencengkeram erat setir. Rahangnya mengeras, urat-urat timbul dari pergelangan tangannya.Memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga beberapa kali nyaris menabrak pengendara lain. Namun, kini akhirnya Ello telah sampai di depan rumah.Bergegas lelaki itu naik ke lantai atas, memasuki kamarnya.“Papa! Mama mana?” tanya Rain, anak itu tengah memainkan pesawat terbangnya di depan pintu kamar bersama Yeyen.“Mama kamu sedang istirahat, Sayang. Rain jangan ke mana-mana, ya! Tetap di rumah, kalau bisa Rain mainnya sama sus saja, ya! Jangan sendirian seperti ini,” jawab Ello.Rain mengangguk, mematuhi perintah Ello. Anak itu menuruni anak tangga, berlari sambil memanggil baby sitternya.Lanjut Ello memasuki kamarnya. Mencari sebuah surat yang sempat As

Ello terkesiap mendengar nama tak asing yang diucapkan Asri. Tidak menyangka, jika Tari yang melakukan ini. Mungkin wanita itu ingin balas dendam atas apa yang menimpanya. Namun, Ello mengernyitkan dahinya, ada satu hal yang mengganjal di dalam benaknya.“Em … Sayang, kamu yakin?” tanya Ello.Asri mengangguk mantap, tidak ada keraguan di dalam dirinya.“Tapi Tari kan masih dalam masa hukuman. Tidak mungkin secepat itu dia keluar, dan … tahu dari mana dia, kalau kita tinggal di kota ini,” imbuh Ello.Asri menggelengkan kepala, membantah ucapan Ello.“Tidak, Mas. Aku sangat yakin itu Tari. Masa hukuman bisa dikurangi, atau bisa jadi dengan tebusan, Tari bisa bebas. Tidak menutup kemungkinan, ada keluarga atau siapa pun yang kenal dengan Tari, dia menebusnya. Entah tahu dari siapa, jika Tari mau, dia pasti akan menemukan keberadaan kita. Mas, aku … aku takut dia mencelakaiku atau Rain. Jika aku mati, dia akan merebutmu lagi dariku. Aku tidak akan membiarkanmu jatuh di pelukan Tari lagi,

“Asri! Apa-apaan, kamu?!” sentak Ello.Untuk yang pertama kali sejak menikah, Ello membentak Asri begitu kasar. Asri terbelalak melihat sikap Ello.Bu Ara terkejut dengan apa yang dilakukan Asri padanya. Niat baiknya malah berujung sebuah tamparan yang cukup keras di wajahnya yang ia terima.“Bu Ara tidak apa-apa?” tanya Ello. Ia membantu wanita tua itu bangun.“Nak Asri kenapa tampar saya?” tanya bu Ara, masih memegangi sudut bibirnya yang terasa sakit.Asri hanya diam, sambil terus menatap bu Ara.“Asri, kenapa kamu menampar Bu Ara? Padahal Bu Ara baik, loh! Malam-malam seperti ini, Bu Ara bela-belain datang ke sini, hanya untuk melihat keadaan kamu. Seperti itu balasannya yang kamu lakukan?” tanya Ello.Asri menggelengkan kepalanya.“Tidak, dia Tari! Dia adalah Tari!” tunjuk Asri ke arah bu Ara.Ello mengernyitkan dahinya, saling melempar pandang dengan bu Ara.“Tari? Siapa Tari?” tanya bu Ara.“Ah, em … maafkan sikap istriku, Bu Ara. Bu Ara sebaiknya duduk dulu, biar saya tenangin