All Chapters of Skandal Asmara Putri yang Terlarang: Chapter 61 - Chapter 70

Kota ini megah. Bangunan-bangunan seragam berdinding putih dan beratap batu tulis biru-abu-abu memenuhi jalanan berbatu. Bersama-sama, mereka membentuk labirin terstruktur sempurna yang bergejolak dengan kehidupan. Mirip dengan Daleko Voda, dan semua kota serta desa lain yang kami lewati dua minggu terakhir ini, para penjaga berpatroli di area tersebut.Sebuah sungai besar yang bermuara ke sebuah danau memisahkan kastil dari bagian kota lainnya, menciptakan parit alami. Sebuah jembatan membentang di atasnya, dengan pintu gerbang di kedua ujungnya. Gerbang pertama membuka jalan setapak melintasi jembatan. Gerbang lainnya menembus dinding luar kastil. Sekali lagi, kami harus meminta izin untuk melanjutkan. Namun para penjaga di gerbang ini lebih berhati-hati."Maju," panggil salah satu dari mereka, memberi isyarat kepadaku setelah berbicara dengan penjaga yang memimpin rombongan kami.Aku menarik tali kekang dengan lembut dan berjalan santai menuju gerbang. Penjaga itu, yang mengenakan p

Senyum getir tersungging di sudut mulut Dimitri. "Dia di bawah sumpah."Mataku menyipit. "Di bawah sumpah?"Dimitri mendesah. Dia menatapku kemudian."Aku berharap bisa mengatakan ini padamu setelah aku mengenalmu lebih baik. Seperti yang kau tahu, ayah kita tidak sependapat selama sepuluh tahun terakhir, dan kita—""Aku tidak tahu," aku mengoreksinya.Dia berkedip, jelas terkejut."Aku tahu aliansi ini sedang berantakan, tapi aku tidak pernah diberi tahu detailnya," aku menjelaskan."Aku mengerti," katanya, seolah menarik kesimpulan sendiri. Leon pernah berkata Kaisar Nikolai berbeda, bahwa dia tidak seperti ayahandaku, dan mungkin itulah sebabnya aku merasakan keterkejutan pada Dimitri. Mungkin di sini aku tidak akan dibiarkan dalam kegelapan."Yah, kau dan aku harus segera bicara, tapi untuk saat ini anggap saja ayah kita punya cita-cita berbeda dalam hal kenegaraan," katanya. Cita-cita ayahku masih jauh dari kata memuaskan,

POV MatildaAku mengikuti Dimitri menyusuri koridor yang berangin, menikmati kehangatan dari obor dan lilin yang menerangi jalan kami. Api berkelap-kelip ditiup angin sepoi-sepoi yang berembus melalui celah jendela yang sempit, menciptakan bayangan menari-nari di wajah kami.Aku melirik Dimitri sekilas. Rambutnya yang cokelat keemasan tampak pirang menipu dalam cahaya ini."Kamu tahu kenapa kaisar memanggil kita?" tanyaku.Dimitri bertemu dengan ayahnya setiap hari, tapi ini pertama kalinya bagiku.Dia menggelengkan kepala pelan."Kurasa ini ada hubungannya dengan..." Dia berhenti sejenak."Pernikahan kita?" tanyaku.Lima bulan seharusnya waktu yang cukup bagi dua orang untuk saling mengenal, tapi kenyataannya tidak. Sama seperti latihan, kegiatan santai yang memungkinkan kami menghabiskan waktu berdua saja sudah jarang.Aku melihat Dimitri setiap hari saat makan malam, tetapi waktu-waktu malam itu kuhabiskan bersama kaisar, ratu, dan seluruh istana, semuanya berlomba-lomba berbincang

POV LeonAku seorang anak laki-laki—lima tahun, mungkin lebih. Aku berlari kecil menyusuri selasar sebuah rumah yang hangat. Rumahku.Seekor anak anjing berbulu keemasan melompat-lompat di pelukanku. Cukup berat. Aku hampir tak bisa menggendongnya."Ibu!""Kemarilah, sayang," kata sebuah suara teredam dari ruang tamu.Aku berlari cepat ke dalam ruangan. Jendela di belakang Ibu memancarkan cahaya terang ke rambut kuning keemasannya yang tergerai di punggungnya."Apa yang kukatakan tentang berlari—"Tatapan mata birunya beralih ke hewan kecil di pelukanku."Tolong izinkan aku memeliharanya," kataku.Ibu meletakkan rajutannya di sofa dan berlutut di sampingku, rok birunya terlipat di sekelilingnya. Dia meraih anjing itu, memeriksanya.Anak anjing itu menjilati dagunya, dan ibu tertawa, menjauh dari lidahnya."Di mana kamu temukan makhluk kecil malang ini?""Sir Maksym bilang aku boleh memilikinya."Dahi Ibu berkerut. "Dia baik sekali.""Dia akan tersinggung kalau kukembalikan.""Aku tahu

POV Matilda Vesna dan aku menyapa Ratu serempak, "Yang Mulia."Alis ratu sedikit terangkat ketika dia menatapku lekat-lekat.“Astaga, pipimu terlihat mengerikan.”Secara naluriah, aku menangkupkan tanganku ke sisi wajahku yang mati rasa. Yuliya bukan bertanya, tetapi matanya bertanya.“Ada insiden dengan seorang gadis yang datang dari Borderlands pagi ini,” kataku.Yuliya terbatuk.“Ya, kaisar menyebutkan kedatangan mereka.”Dia berdansa waltz ke tengah ruang duduknya, tempat sofa-sofa mengelilingi meja bundar berbahan kayu kenari dengan kaki-kaki berukir halus yang diakhiri dengan caryatid, dan memberi isyarat agar aku dan Vesna bergabung dengannya. Namun Vesna tetap berdiri, kepala tertunduk, tangan tergenggam rapi di depannya.Apakah dia rindu melayani ratu?Aku penasaran. Setelah melayani seseorang seperti dia, membantuku past