Malam itu, rumah sederhana keluarga Raras berubah menjadi lautan ketakutan. Angin malam berhembus dingin, tapi hawa panas amarah juragan Warto jauh lebih menusuk dada semua orang yang ada di dalam rumah termasuk ibu. Lelaki itu berdiri dengan dada membusung, wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menonjol, matanya melotot bagai harimau kelaparan yang kehilangan buruannya. “Di mana anak mu?! Di mana calon istri ku?!” teriaknya dengan suara menggelegar, membuat dinding kayu rumah bergetar. Tongkat kayu yang selalu menemaninya dihantamkan keras ke lantai, menimbulkan suara menggetarkan jantung. Ibu Raras yang sudah berumur separuh baya hanya bisa berlutut di sudut ruangan. Air matanya jatuh tanpa henti, membasahi gamis biru yang ia kenakan. Ia menangis, bukan hanya karena takut pada juragan yang berangasan itu, tetapi juga karena hatinya teriris melihat putrinya harus berlari menyelamatkan diri dari pernikahan yang dipaksakan, dari pria seperti juragan mata keranjang ini. “Ma
Last Updated : 2025-08-21 Read more