Share

Bab 2

Author: Kanza-Azzahra
last update Last Updated: 2025-08-21 20:49:55

Malam itu, rumah sederhana keluarga Raras berubah menjadi lautan ketakutan. Angin malam berhembus dingin, tapi hawa panas amarah juragan Warto jauh lebih menusuk dada semua orang yang ada di dalam rumah termasuk ibu.

Lelaki itu berdiri dengan dada membusung, wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menonjol, matanya melotot bagai harimau kelaparan yang kehilangan buruannya.

“Di mana anak mu?! Di mana calon istri ku?!” teriaknya dengan suara menggelegar, membuat dinding kayu rumah bergetar. Tongkat kayu yang selalu menemaninya dihantamkan keras ke lantai, menimbulkan suara menggetarkan jantung.

Ibu Raras yang sudah berumur separuh baya hanya bisa berlutut di sudut ruangan. Air matanya jatuh tanpa henti, membasahi gamis biru yang ia kenakan. Ia menangis, bukan hanya karena takut pada juragan yang berangasan itu, tetapi juga karena hatinya teriris melihat putrinya harus berlari menyelamatkan diri dari pernikahan yang dipaksakan, dari pria seperti juragan mata keranjang ini.

“Maaf, Juragan… maafkan saya. Tapi saya tak bisa...” suara sang ibu tercekat, tubuhnya gemetar hebat.

Namun juragan memotongnya dengan bentakan kasar.

“Diam kau, perempuan bodoh! Kau kira aku tidak tahu semua ini pasti ada campur tanganmu? Kau yang mengajari anakmu kurang ajar dan menolak ku! Kau berani menentang aku ha!”

Bentakan itu membuat ibu Raras tersungkur. Ia memeluk kedua lututnya, menahan tubuh yang hampir rubuh karena rasa takut. Tangisnya semakin pecah. “Saya tidak bermaksud, Juragan. Saya hanya ingin anak saya bahagia…”

Mendengar itu, wajah juragan semakin berang. Tongkat kayu yang ia pegang diangkat tinggi, seolah hendak menghantam siapa pun yang menghalangi jalannya.

Para lelaki suruhannya berdiri di belakang, menunggu perintah dengan wajah beringas. Beberapa dari mereka seakan menyalakan api amarah dari dalam sorot mata, sinarnya menari-nari di dinding rumah, seakan menambah suasana mencekam malam itu.

Juragan Warto menggeram, suaranya serak penuh dendam.

“Bahagia? Anakmu akan bahagia jadi istri juragan kaya raya seperti aku! Kau pikir siapa lagi yang mau menafkahi keluargamu yang miskin ini dan menyelamatkan suamimu?!”

Ibu Raras terisak, air matanya bercampur dengan keringat dingin. “Tapi Raras masih muda, Juragan. Dia belum siap… dia tidak mencintai Anda…” katanya lirih, hampir tak terdengar.

Seketika tongkat kayu juragan melayang, menghantam kursi bambu di dekatnya hingga patah berkeping. Suara retakan itu membuat semua orang terlonjak kaget. “Cinta?! Apa gunanya cinta kalau perut lapar?! Aku sudah katakan akan menjamin suamimu dan hidup kalian! Jangan berani mengajarkanku tentang cinta, perempuan bodoh!”

Rumah kecil itu seakan bergetar oleh kemarahan juragan. Sementara Wanita itu hanya bisa memejamkan mata, berharap badai ini segera reda. Namun yang ada hanyalah suara derap kaki para suruhan yang semakin gaduh. Mereka bersiap mencari Raras ke segala penjuru desa.

“Cepat cari dia! Pergi ke jalan raya, terminal, bahkan sampai ke hutan kalau perlu! Gadis itu tidak boleh lolos dari tanganku malam ini juga!” perintah juragan dengan suara lantang.

Para suruhannya berhamburan keluar, deru motor mereka meraung menembus malam. Suara ban menggilas tanah basah, bercampur dengan teriakan memanggil nama Raras dan Aryo, menggema di setiap sudut kampung.

Ibu Raras jatuh terduduk di lantai, air matanya mengalir deras. Ia memeluk kedua tangannya sendiri, berdoa dalam hati agar putrinya selamat di luar sana. “Ya Allah, lindungi Raras… lindungi putriku… jangan biarkan dia jatuh ke tangan orang jahat itu…”

Namun doa itu seperti bertarung dengan suara amarah juragan yang kembali menggelegar. “Kalau sampai aku gagal mendapatkan Raras, ingat! Keluargamu yang akan menanggung akibatnya!”

Ancaman itu membuat darah sang ibu serasa berhenti mengalir. Dadanya sesak, kepalanya pening. Baginya, malam itu adalah malam paling kelam yang pernah dialami. Ia tahu, sejak Ia memberi keputusan putrinya untuk kabur, keselamatan keluarganya terancam.

Di luar rumah, anak buah juragan bergerak seperti singa hutan yang mengejar mangsa. Juragan duduk di kursinya dengan wajah muram penuh amarah, sesekali menghisap rokok sambil berbisik pada dirinya sendiri.

“Tidak ada yang bisa menolak keinginanku… tidak ada seorang pun yang bisa menolak seorang Warto…”

Sementara itu, jauh di jalan raya, Aryo tengah berdiri menahan napas, matanya menatap mobil yang semakin jauh.

Di sisi lain, suara raungan motor semakin dekat, membawa bayangan kejaran yang mengerikan.

" Tuhan, jaga kakakku"

Aryo kembali memasuki area persawahan, ia khawatir pada ibunya.

Ia berlari, takutnya juragan kejam itu memukul atau mengusik ibunya.

Aryo tak tau harus menangis atau bagaimana sekarang, abangnya tak pernah pulang dan sekarang sebagai pria satu-satunya dirumah. Aryo harus melindungi ibu dan kakaknya.

Semoga kakaknya bertemu orang baik di sana.

******

Sementara Raras menatap adiknya dari dalam mobil sampai mereka saling hilang dan jauh.

Setetes air mata jatuh membasahi pipi putih Raras.

Bik Jani menatap gadis yang duduk sendirian di kursi belakang itu.

"Jangan menangis nak, Tuhan akan menjaga orang baik seperti kamu dan keluarga mu"

Raras mengangkat wajahnya kemudian tersenyum tipis.

"Tidurlah nak, perjalanan masih jauh"

Raras menganggukkan Kepala.

Tanpa terasa karena lelah menangis, Raras tertidur.

Bik Jani menghela nafas, merasa kasihan dengan gadis di dekatnya.

"Siapa bibik itu? Kok cantik banget" Supir yang bersama bik Jani melirik Raras dari kaca mobil.

"Mata mu itu dijaga, jangan jelalatan"

Pria muda itu menyengir lucu hingga gigi nya tampak.

"Ya elah bik, sesekali boleh kali lihat. Jarang loh zaman sekarang cewek yang aura nya tu aur auran apalagi dari pelosok seperti ini. Tanpa operasi, tanpa make up"

"Ya jelas cantik, dia ini ada keturunan Belanda kalau gak salah"

Pria itu menganggukkan kepalanya.

"Cantik banget, tidur aja cantik. Jodohin sama aku dong bik"

"Jangan macam-macam, tak jitak kamu ntar ya"

"Pelit banget ih"

"Playboy kayak kamu gak cocok sama Raras, kasihan anak orang"

Pria itu memanyunkan bibirnya.

"Kalau secantik ini, pria bodoh mana yang mau nyelingkuhin bik"

"Alah, kalau cantik jadi ukuran. Ngak mungkin artis -artis itu diselingkuhin suaminya"

Pria itu diam, ia hanya bisa menghela nafas kala menyadari ia tak akan pernah bisa kalah berdebat dengan wanita tua ini.

"Fokus aja sama Jalanan, jangan banyak tingkah"

"Iya cerewet"

Suasana kembali sunyi, suasana gelap sepanjang jalan tak menyurutkan langkah mereka untuk membelah jalanan.

Bik Jani tertidur hingga tak menyadari akhirnya mereka sampai di rumah sang majikan hampir tengah malam.

Pria muda itu menatap kedua wanita beda generasi dengan pandangan berbeda.

Pria itu menatap bik jani dengan tatapan menggeleng heran karena wanita itu tidur dengan mulut mangap sementara Raras tetap cantik dengan segala kondisi.

"Ah cantik banget calon bini gue" Ucap supir itu terkekeh.

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBANTU CANTIK TUAN MAXIME   Bab 6

    Sore menjelang malam, rumah besar itu kembali ramai. Tuan dan nyonya besar sudah kembali kerumah. Di dapur Raras membantu Bik Jani bersama Yuni dan Ratna yang ia panggil mbak untuk memasak menu makan malam. Udang tepung dan berbagai menu lainnya. "Semoga kamu betah disini ya ras" Ucap Ratna yang berdiri disamping Raras Raras yang sedang memotong bawang menoleh kemudian tersenyum. "Kalau ada yang gak paham atau dipertanyakan, tanya aja sama Bibik atau sama mbak Yuni atau Ratna" Bik Jani ikut bicara "Kamu itu cantik banget dek, aku penasaran loh sedari tadi mau nanya. kamu ada keturunan bule ngak sih? cantik banget kamu" Yuni gak berhenti memuji Raras dan itu membuat Raras menggeleng heran. "Aku gak cantik ah mbak, cantikan juga mbak" Yuni tertawa mendengarnya. "Kamu benar dek, mbak cantik. Sangking cantiknya mbak ditinggal selingkuh " Tawa Yuni terdengar sumbang dan pilu. Raras jadi gak enak hati mendengarnya, gadis itu mendekati Yuni memegang pundaknya kemud

  • PEMBANTU CANTIK TUAN MAXIME   Bab 5

    Hari pertama yang cukup baik bagi Raras, masakannya ternyata disukai majikan barunya. Bik Jani juga banyak membantunya, wanita itu sangat baik sekali. Disini Raras bertemu Yuni, ia juga pekerja dirumah konglomerat ini sama seperti Jani dan Raras. Yuni, seorang janda muda, bercerai dari suaminya karena sang suami selingkuh. Janda muda itu berusia sekitar dua puluh tujuh tahun. Siang itu setelah majikan mereka pergi bekerja dan sibuk dengan rutinitas aktivitas masing-masing. Raras duduk bersama Yuni di meja belakang khusus buat para pekerja. Menikmati segelas coklat dingin dan seblak yang baru saja dibuat Yuni untuk mereka berdua. "Semoga betah disini ya dek" Yuni menyeruput Coklat sembari menatap Raras. Senyum Raras terkembang di wajah cantiknya, ia menganggukkan kepalanya. "Kamu cantik banget loh dek, gak cocok jadi Art tapi cocok jadi nyonya, mungkin bisa jadi nona muda rumah ini" Yuni cekikikan menutup mulut dengan wajah yang berbinar. Raras hanya tersenyum

  • PEMBANTU CANTIK TUAN MAXIME   Bab 4

    Maxime Yudhanegara bukanlah nama asing di kalangan pengusaha muda di negara ini. Di usia tiga puluh empat tahun, ia sudah berhasil membawa perusahaan keluarganya ke level yang lebih tinggi. Perusahaan kosmetik yang dulu hanya beroperasi dalam lingkup kecil, sebuah usaha rumahan yang dirintis oleh kakeknya puluhan tahun lalu kini berkembang menjadi salah satu brand kecantikan lokal ternama dengan pasar yang menjangkau hampir seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Meski banyak yang melihatnya sebagai sosok sempurna muda, mapan, tampan, dan karismatik. Maxime tahu betul bahwa apa yang ia capai tidak datang dengan mudah. Ada kerja keras yang tak pernah henti, ada malam-malam panjang tanpa tidur, ada juga tanggung jawab besar yang menempel erat di pundaknya sejak ia memutuskan untuk meneruskan usaha keluarga. Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar meninggi, Maxime sudah berada di kantor pusat perusahaannya. Gedung berlantai puluhan itu berdiri megah di pusat kota, dikelilingi gedung

  • PEMBANTU CANTIK TUAN MAXIME   Bab 3

    "Bik, bangun udah sampai" Bik Jani bangun dan membuka mata tanpa drama sama sekali. Ia menguap kemudian menatap sekitar. "Udah sampai toh?" "Udah, ayo turun" Bik Jani menoleh ke belakang dan membangunkan Raras. "Nduk, bangun kita udah sampai" Raras langsung membuka mata, ia menatap ke sekitar dengan pandangan linglung. Malam begitu pekat, namun lampu-lampu jalan perkotaan masih menyala terang. Suara mesin mobil yang perlahan berhenti membuat jantungnya berdebar. Gadis itu baru sadar kalau ia sudah benar-benar jauh dari kampungnya. “Ndak, ayo turun. Kita udah sampai,” ujar Bik Jani sembari menepuk pelan lengan Raras. Pintu mobil dibuka dari luar oleh seorang pria muda cukup ramah. Ia sopir pribadi keluarga majikan Bik Jani, wajahnya tegas namun ramah. Raras hanya mampu menunduk, menahan rasa canggung. Bukan hanya karena laki-laki itu asing baginya, melainkan juga karena tempat ini benar-benar jauh dari kehidupannya yang sederhana. Begitu melangkah turun, pandangan R

  • PEMBANTU CANTIK TUAN MAXIME   Bab 2

    Malam itu, rumah sederhana keluarga Raras berubah menjadi lautan ketakutan. Angin malam berhembus dingin, tapi hawa panas amarah juragan Warto jauh lebih menusuk dada semua orang yang ada di dalam rumah termasuk ibu. Lelaki itu berdiri dengan dada membusung, wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menonjol, matanya melotot bagai harimau kelaparan yang kehilangan buruannya. “Di mana anak mu?! Di mana calon istri ku?!” teriaknya dengan suara menggelegar, membuat dinding kayu rumah bergetar. Tongkat kayu yang selalu menemaninya dihantamkan keras ke lantai, menimbulkan suara menggetarkan jantung. Ibu Raras yang sudah berumur separuh baya hanya bisa berlutut di sudut ruangan. Air matanya jatuh tanpa henti, membasahi gamis biru yang ia kenakan. Ia menangis, bukan hanya karena takut pada juragan yang berangasan itu, tetapi juga karena hatinya teriris melihat putrinya harus berlari menyelamatkan diri dari pernikahan yang dipaksakan, dari pria seperti juragan mata keranjang ini. “Ma

  • PEMBANTU CANTIK TUAN MAXIME   Bab 1

    "Lari nak, pergilah" Bisik seorang wanita dengan kulit kuning langsat pada gadis cantik dengan kulit putih dan bibir merah bak delima. "Gak buk, Raras gak mau" "Dengarkan ibuk nak, pergilah dari sini demi keselamatanmu" ibu terlihat bersimbah air mata tapi gadis dua puluh satu tahun itu masih tetap menggeleng. "Dengarkan ibu Raras!" Wanita paruh baya itu berteriak keras, nafasnya tersengal menahan amarah Raras Sekarini namanya, Terlahir dari keluarga sederhana namun bahagia menjadi sebuah syukur bagi Raras. Tapi semua tak seindah yang ia harapkan. Saudara laki-laki tertuanya merantau ke luar negeri dan tak ada kabar sampai sekarang, Raras terlahir sebagai anak tengah dan perempuan Satu-satunya, ia memiliki Adik laki-laki yang sekarang masih Sma. Ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga dahulu tapi sekarang? tidak lagi tepatnya semenjak ayahnya di jebloskan ke penjara oleh juragan Warto. Ibu harus mengantikan ayah di sawah dan kebun milik mereka. Juragan itu bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status