LOGINOrang pikir kecantikan adalah Anugerah tapi bagi Raras itu merupakan masalah, terlahir cantik membuat Raras menjadi incaran orang serakah di kampungnya hingga ia harus lari dari kampungnya ke kota, di sana ia bertemu dengan Pria tampan yang merupakan anak majikannya. "Siapa namamu?" Tanya Maxime Yudhanegara Raras mengangkat wajahnya, Maxime tertegun ketika melihat berapa cantiknya pembantu baru tersebut. "Raras tuan" Apa yang terjadi antara Raras dan Maxime?
View MorePertemuan hari itu dengan Max adalah pertemuan terakhir bagi Raras karena seperti yang ia dengar pria itu ada perjalanan bisnis keluar negeri katanya satu minggu. Ini adalah weekend, tuan dan nyonya dua hari yang lalu pergi ke sebuah anak cabang perusahaan dk daerah kecil Indonesia. Rumah besar keluarga Yudhanegara terasa hening hari itu. Tak ada suara langkah Tuan Muda Maxime yang biasanya terdengar dari lantai dua, juga tak ada suara lembut Nyonya Nara memanggil Bik Jani dari ruang makan. Yang tersisa hanya dentingan sendok di dapur dan suara samar angin yang menyusup lewat jendela tinggi ruang tengah. Langit di luar terang, tapi suasana di dalam rumah justru terasa teduh, nyaris dingin. Aroma pengharum ruangan tercium wangi bercampur dengan debu halus yang berterbangan di antara cahaya matahari yang menembus tirai. Ruang tamu yang megah dengan sofa berwarna gading tampak rapi dan tak tersentuh, seperti museum kecil yang kehilangan penghuninya. Raras berjalan pelan melewa
Raras tampak cantik dengan gaun putih tanpa lengan, rambutnya di ikat dengan pita membuat gadis itu tampak menawan dalam visual yang sederhana. Yuni ternganga melihat penampilan Raras, cantik? tentu saja tapi ini serius Raras pakai putih untuk ke pasar? "Kenapa mbak?" "Dek, kami serius pakai putih ke Pasar?" Raras menggaruk tengkuknya, Ia tak membawa banyak baju jadi hanya ini yang tersisa. "i... iya mbak" Yuni menghela nafas pasrah. "Ya udah deh, buruan ntar kita terlambat" Yuni menarik lembut tangan Raras keluar dari rumah menuju mobil yang sudah menunggu di depan rumah majikan mereka. Seorang pria muda berdiri didepan mobil, dengan senyum sok tampan apalagi setelah melihat keberadaan Raras Supir muda itu, tak henti memperhatikan Raras sedikitpun "Sok ganteng lo" celetuk Yuni "Emang ganteng gue" Raras hanya tersenyum melihat interaksi keduanya "Senyum neng Raras cantik banget" Raras tersenyum canggung, pria ini memang suka sekali menggodanya. "B
Pagi itu kantor pusat Yudhanegara, perusahaan kosmetik ternama warisan keluarga, sudah sibuk sejak jam delapan. Lantai atas ruang Ceo yang ditempati Maxime sebagai pemimpin, tercium dengan lembut aroma parfum premium hasil produksi terbaru mereka. Dinding kaca transparan menampilkan pemandangan kota, sementara meja kerja besar dari marmer putih tertutup oleh tumpukan berkas, proposal, dan sampel produk. Maxime berjalan masuk dengan langkah tenang, jasnya rapi, ekspresi wajahnya kembali datar seperti biasa. Sekilas, tak ada yang tahu bahwa pikirannya sempat melayang pada seseorang di rumah tadi pagi. Begitu duduk, ia langsung membuka map laporan keuangan, matanya menyapu cepat angka-angka dan tanda tangan yang harus ia bubuhkan. “Agenda pagi ini, meeting dengan tim riset jam sembilan, lalu investor Jepang jam sebelas,” lapor Rangga yang berdiri di samping. “Baik. Siapkan semua laporan yang mereka minta.” “Sudah di meja, Tuan.” Tanpa basa-basi, Maxime mulai menandatangani be
Raras membeku. Tangannya masih menggenggam ujung dasi yang belum sempat ia rapikan. Ucapannya barusan… apa dia nggak salah dengar? “Kamu... cantik.” Suara berat itu kembali terngiang di telinganya, membuat jantungnya serasa berhenti berdetak sesaat sebelum berdebar dua kali lipat lebih cepat. “Tu—Tuan bercanda, ya?” Raras mencoba tertawa kecil, kikuk. Ia menunduk, pura-pura sibuk meluruskan dasi yang dari tadi malah belum benar. Tapi tangannya gemetar hebat. Maxime tidak menjawab. Pria itu justru terus memandangi wajah Raras dari jarak yang terlalu dekat. Hanya sejengkal, hingga Raras bisa merasakan hembusan napas hangatnya di pipi. “Tidak semua orang berani menatapku seperti itu,” ujar Maxime pelan, nada suaranya datar tapi menekan, membuat udara di antara mereka seolah menegang. Raras menelan ludah. “Sa-saya tidak bermaksud menatap, Tuan... saya cuma—” “Sudah,” potong Maxime singkat. Ia mengambil jas dari kursi, memakainya tanpa mengalihkan pandangan dari Raras. “Pergi






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.