Serayu berdiri ragu di depan pintu kamar Abra. Ada satu barangnya yang tertinggal di dalam, hanya dirinya yang bisa mengambilnya. Tidak boleh Abra. Dengan hati-hati, ia mengetuk pelan pintu itu. Tak lama, pintu terbuka. Abra muncul dengan wajah dingin, alisnya terangkat penuh sinis. “Mau apa kamu?” tanyanya datar. Serayu menelan ludah, sedikit gugup. “Mau izin masuk… ada barang saya yang tertinggal, Mas.” Suaranya lirih. “Katakan saja. Saya akan ambilkan untukmu. Di mana?” nada Abra tegas, menuntut jawaban. Cepat-cepat Serayu menggeleng. “Saya saja, Mas.” Kening Abra berkerut. Paling pantang baginya ditentang. Tatapannya menusuk, dingin, dan penuh tekanan. “Katakan, Rayu!” Serayu menguatkan diri, menggeleng lagi. “Nggak bisa. Ini sangat penting, Mas Abra.” Jawabannya justru membuat berang. “Kalau begitu kamu tidak akan mendapatkannya.” Abra menutup pintu tepat di depan wajah Serayu, lalu suara kunci terdengar. Dipanggil berkali-kali pun, Abra tak mengindahkan. Lelaki itu suda
Last Updated : 2025-09-25 Read more