Hening. Hanya suara nafas berat mereka berdua, udara kamar dipenuhi aroma keringat, nafsu, dan sisa-sisa perang batin. Selene menggigit bibir, antara bangga, takut, dan sedikit tergoda pada ancaman suaminya. Jantungnya berpacu cepat, pikirannya tak mampu lagi membedakan mana yang lebih menakutkan: kehilangan Dirian, atau dimiliki pria lain sepenuhnya.Di luar kamar, para pelayan bahkan tak berani berjalan melintasi koridor, takut suara napas dan ancaman Dirian menembus pintu tebal. Selene hanya bisa berbaring lemas, tubuhnya masih gemetar, menatap Dirian seolah mencari sisa kasih sayang di balik kegilaan dan posesif yang begitu brutal.“Orang itu, suami khayalanmu itu akan mati di tanganku,” suara Dirian semakin berat dan tajam, seolah setiap kata yang keluar adalah kutukan.Ia menarik kepala Selene lagi, mencium bibirnya dengan keras—ada kemarahan, ada rasa memilikinya yang mengerikan, dan Selene membiarkan dirinya terhanyut. Ia tidak menolak,
Terakhir Diperbarui : 2025-10-22 Baca selengkapnya