Menjalani hubungan tanpa ikatan dan tanpa perasaan, tidaklah semudah yang di bayangkan. Dari awal, Karin dan Pasha sudah sepakat, bahwa hubungan mereka hanyalah sebatas teman yang saling berbagi kesenangan di kala penat dalam mengejar impian. Akankah tumbuh cinta di antara keduanya?
Lihat lebih banyakKarin selalu antusias ketika menonton film dari sutradara idolanya. Dia adalah salah satu gadis di antaran milyaran gadis di muka bumi ini yang sangat menyukai film romance. Entah sejak kapan kecintaanya itu bermula. Bahkan ia selalu membayangkan suatu hari kelak ia dapat mewujudkan impiannya menjadi seorang sutradara film.
Karin tahu, tidak akan ada seorang pun yang akan mempercayai tentang mimpinya itu. Karin tidak percaya diri, dia tidak kuliah dan hidupnya penuh dengan keterbatasan. Namun dia bukanlah tipe gadis yang mudah menyerah, apalagi mengeluh.
Karin tidak malu, meskipun dia hanyalah seorang anak penjual kue. Dari kedai kecil peninggalan orang tuanya itu, dia bertahan hidup. Dia selalu bersyukur dengan apa yang sudah di berikan Tuhan padanya.
Di bangunan berlantai dua yang tidak terlalu luas itu, di sanalah Karin tinggal. Bagian Atas ruko di jadikan rumah, atau lebih tepatnya hanya berisi tempat tidur dan ruang untuk bersantai. Sedangkan di lantai bawah adalah toko kuenya sekaligus dapur. Setiap pagi, Karin terlihat sibuk di dapur tersebut untuk membuat adonan yang akan di gunakan membuat kue. Dia bekerja sendiri. Karena tidak mungkin baginya bisa menggaji karyawan. Apalagi belakangan toko kue nya tiap hari semakin sepi pembeli.
Bekerja sendirian pastilah sangat melelahkan. Dia harus berjuang untuk dirinya sendiri sejak kedua orang tuanya meninggal. Dia tidak punya kakak maupun adik. Dengan kata lain, Karin hidup sebatang kara.
Karin sudah selesai dengan semua adonan kuenya, ia mulai memanggang beberapa kue yang sudah di cetak ke dalam oven. Sembari menunggu kue-kuenya matang. Karin berjalan ke arah depan bersiap membuka toko kuenya.
Karin membalik papan Clouse di pintu menjadi open. Setelahnya ia membersihkan kaca dengan alat agar kaca di tokonya tetap terlihat bening dan bersih.
Pekerjaan Karin terhenti ketika tiba-tiba saja matanya menangkap sosok pria berkemeja hitam dengan senyum menawan sudah berdiri tepat di depan tokonya. Mata pria itu terlihat hangat saat menatap Karin. Gadis itupun balas tersenyum dan segera membuka pintu kaca di hadapannya.
"Pagi." Sapa pria itu ramah.
Karin mencebikkan bibirnya. "Katanya tadi ada meeting dan enggak bisa mampir kesini." Sindirnya sembari melirik tajam pada pria di hadapannya.
Pria bernama Pasha itu pun sontak terkekeh geli. "Aku kangen sama kamu." Sahutnya yang malah membuat Karin langsung tersipu malu.
"Huh gombal." Elaknya, padahal pipinya sudah mulai bersemu merah.
Pasha kembali terkekeh. "Siapa yang gombal. Buktinya aku nggak jadi meeting dan malah ke sini."
"Hemm... enak ya kalo jadi bos." Karin kembali mencebikkan bibirnya.
Karin dan Pasha sudah saling mengenal sejak lima bulan yang lalu. Keduanya tanpa sengaja bertemu di sebuah pusat perbelanjaan. Saat itu Karin sedang berbelanja kebutuhan untuk membuat kue, sedangkan Pasha yang merupakan tipikal cowok mandiri sedang berbelanja untuk kebutuhan sehari-harinya.
Karin juga tidak menduga, cowok yang menjadi temannya ini adalalah seorang CEO dari sebuah perusahaan start up. Dia baru mengetahuinya saat hubungan mereka menginjak tiga bulan.
"Uh... aku kangen kamu tahu!" Pasha menghambur ke pelukan Karin begitu saja.
Membuat gadis itu tak bisa lagi menghindar. "Eh... enak aja main peluk-peluk." Karin berusaha memberontak. Tapi Pasha malah semakin mempererat pelukannya.
"Aduhh... kalo kamu kayak gini aku enggak bisa nafas. Terus kalo di lihat orang gimana?"
"Oh... jadi kamu pingin enggak di lihat orang, yuk ke apartement aku, katanya pagi-pagi gini enak buat relaksasi. Mau coba?" Ucap Pasha tepat di sisi telinga Karin sembari menghembuskan nafas hangatnya disana.
Pasha sudah sering menggoda Karin seperti ini, namun Karin selalu berhasil mempertahankan dirinya.
"Enak aja... kita cuma teman." Karin mendorong tubuh Pasha pelan.
"Nah... kamu aku jadiin pacar enggak mau."
"Ya... enggak mau lah, pacar kamu banyak."
Pasha tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa tiap kali melihat gadis di hadapannya ini bersikap seolah acuh tak acuh terhadapnya.
"Kamu tahu darimana pacarku banyak? Cuma gosip itu?" Ujarnya masih dengan sisa kekehannya.
Karin terdiam, wajahnya berubah sedikit murung. Sejak awal, dia memang sengaja tidak ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengan Pasha. Alasannya karena, dia tidak ingin terluka karena perasan cinta dan cemburu. Mengingat reputasi Pasha saat ini. Wanita mana yang tidak mau dengan Pria itu. Masih muda, tampan, dan sudah menyandang gelar sukses di usianya yang baru genap 26 tahun.
Pasha sudah menjadi CEO sebuah perusahaan start up yang di rintisnya sendiri mulai dari nol.Karin selalu kagum dengan Pasha, tapi dia tidak ingin perasaanya lebih dari itu. Untuk itu Karin cukup puas hanya dengan menjadi temannya. Meskipun sebaliknya, Pasha seolah sering memperlakukannya lebih dari seorang teman. Karin tidak pernah tahu, bagaimana perasaan Pasha yang sebenarnya padanya. Tepatnya. Karin tidak ingin mencari tahu. Baginya Pasha hanyalah teman yang menyenangkan, tempat berbagi di kala sepi, penghiburnya, penyemagatnya, dan tidak lebih.
"Ya tapi, pasti banyak kan cewek yang suka sama kamu." Ujar Karin ragu-ragu.
Pasha tersenyum dan Menangkup kedua pipi gadis itu. "Kan mereka yang suka, kalo aku sukanya kamu aja, gimana?"
"Udah deh, jangan bikin baper, kamu udah janji kan enggak akan ngelakuin itu ke aku?" Karin kesal dan melepas paksa tangan Pasha dari pipinya.
Karin buru-buru masuk kembali ke dalam tokonya dan meninggalkan Pasha yang segera mengikuti langkahnya di belakang.
Sudah sering Karin berlaku begini pada Pasha, dan Pasha selalu berhasil di buat tak mengerti dengan tingkah gadis itu. Pasha pikir, Karin juga memiliki perasaan yang sama. Tapi nyatanya gadis itu tetap saja tak mempercayai semua perkataanya. Entah dengan cara apa lagi Pasha harus meyakinkan Karin sepenuhnya.
"Hei... tunggu ... tunggu..." Pasha menarik paksa lengan Karin agar langkah gadis itu terhenti.
"Kamu itu kenapa sih, suka tiba-tiba marah begitu?" Ujarnya lagi dengan lembut.
Karin terdiam, ia menunduk tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap Pasha.
Tangan Pasha bergerak menyentuh kedua pipi Karin. Mengangkatnya perlahan dan mendaratkan ciuman kilas di bibir gadis itu. "Kenapa sih kamu enggak percaya kalo aku itu sayang sama kamu?"
Karin tak menolak ketika Pasha kembali mendaratkan bibirnya dengan intensitas sedikit lebih lama. Karin menikmatinya. Namun Karin juga tidak bisa memastikan perasaan apa itu? Dia tidak bisa menolak tiap kali Pasha melakukan itu padanya. Tapi Karin juga tak ingin terikat dalam sebuah ikatan dengan pria itu.
Tring....
Bunyi oven membuat keduanya tersentak. Karin buru-buru menarik diri dan menghampiri ovennya.
"Kamu pasti capek ya, kerja sendirian kayak gini?" Pasha mendekat dan memperlihatkan wajah prihatin.
"Aku udah biasa kok hidup mandiri, jadi jangan pasang muka iba kayak gitu di depan aku." Dengus Karin yang selalu tak suka jika terlihat di kasihani. Dia tidak ingin di pandang lemah oleh siapapun.
"Karin, aku tuh bukan lagi kasihan sama kamu, aku tuh sayang kamu."
"Udah deh, kamu masih inget kan perjanjian awal kita? Kita hanya teman, dan enggak lebih."
"Terus barusan yang kita lakuin itu apa? Kita itu sebenernya apa?" Pasha mendesah lelah. Wajahnya terlihat frustasi. Namun Karin masih berlagak sok tenang sembari mengeluarkan kue-kuenya dari oven.
Pasha tak menduga, kenapa gadis itu begitu keras kepala.
BERSAMBUNG.
Waktu terus bergulir, tak terasa sudah hampir tiga bulan Karin tak lagi mendengar kabar berita tentang Pasha, hati nya kini jauh lebih kuat dari yang ia duga, perasaanya pada cowok itu nyaris memudar meski belum sepenuh nya. Entah kenapa, ada setitik perasaan yang membuat Karin benar-benar rela menghilangkan nama itu dalam hati nya, apakah ini cinta?Entahlah, Karin tak pernah yakin akan hal itu, yang Karin tahu, dirinya dan Pasha jauh sangat berbeda, perbedaan kasta di antara keduanya bagai langit dan bumi, dan itu selalu menghalangi Karin untuk menerima perasaan yang sebenar nya, bayangan kekecewaan lebih dulu menghantuinya sebelum kata cinta itu terucap, Karin tidak tahu, harus berapa lama lagi dia memendam semua nya sendirian, meski kadang Pasha sudah berulang kali meyakinkan cinta nya terhadap nya, tapi bagi Karin semua itu tidak lah cukup untuk membunuh semua keraguan nya, rasa takut akan kekecewaan lebih besar menguasai diri nya.Sebenar nya ketakuta
Karin memandangi ponsel nya, dua hari yang lalu dia mencoba untuk pindah plat form kepenulisan, sudah beberapa bulan terakhir ini dia tidak mendapatkan kontrak eksklusif dimanapun. Entah apa yang terjadi, rasa nya Karin ingin menyerah saja, namun jika melihat kembali tekad nya, mimpi-mimpi nya, tentang keinginan untuk bisa berdiri sendiri di atas kaki nya, Karin tentu saja belum ingin menyerah. Di sisa semangat nya, Karin mencoba menulis lagi di plat form lain, berharap ada titik terang. Ting! Terdengar satu pesan masuk dari WA nya. Karin buru-buru pindah ke aplikasi tersebut untuk menilik siapa si pengirim pesan. "Kak Marvel?" Pekik nya lirih. Ya... Dia adalah editor baru Karin, dan kebetulan dia juga editor baru, sebelum nya Karin di bawah asuhan Kak Siska, namun karena anak asuh kak Siska sudah overload, naskah synopsis yang sudah Karin kirim di pindah alih pada Kak Marvel. "Oh iya, Karin, coba deh kamu cek email kamu, saya sudah coba k
Begitu sampai di apartement nya, Pasha sudah di sambut dengan kehadiran Andrea yang tiba-tiba sudah muncul di depan pintu apartement nya. Entah sudah beberapa lama wanita itu berdiri di sana, yang jelas saat ini sudah hampir lewat tengah malam. Pasha paham betul diapa Andrea, orang yang suka nekad. Sudah beberapa hari ini Pasha sengaja menghindari wanita itu. Dan ini puncak nya, saat pria itu terasa tak bisa di hubungi, Andrea akan nekad mendatangi nya.Pasha mengalihkan pandangan nya ke segala arah, tadi nya ingin pergi menghindar saja, namun mata Andrea sudah mengunci nya, sekarang ia terpaksa harus menghadapi wanita itu."Kamu kemana aja?" Andrea menyilang kan tangan nya ke dada, menarik napas, mencoba menahan emosi nya."Sibuk.""Sibuk apa? Sibuk sama cewek kampung itu?" Tuduh Andrea yang kini tak bisa menahan kemarahan yang sudah berusaha ia redam beberapa hari ini."Kalau iya, kamu mau apa?" Pasha paling tidak suka dengan orang yang bicara dengan
Berbagi cerita dengan ibu nya setiap malam, adalah hal yang paling Karin tunggu, dia sangat merindukan ibu nya, berharap, saat ia bangun pagi, dia mencium aroma masakan dan menemukan ibu nya ada di dapur, namun kenyataan perih seakan menghantam nya. Dia tidak akan menemui saat-saat seperti itu lagi, semua hanya tinggal kenangan, dan yang tersisa hanya kesedihan. Karin sedih, ia merasa sangat sendirian.Demi melegakan hati nya yang tiba-tiba terasa sesak, ia berjalan ke arah jendela, membukanya dan sengaja membiarkan angin malam membelai wajah nya. Kini, tatapannya sendu menatap langit tanpa bintang. Selama ini, Karin sudah cukup menahan rasa sakit dan kesepian, kadang ia tak ingin memikirkannya, namun saat malam tiba, seperti malam-malam sebelum nya, semua kenangan indah bersama kedua orang tua nya, diam-diam menyusup ke dalam ruang hati nya yang hampa, dan di saat seperti itu lah, Karin baru menyadari, betapa kesepian dan menyedih kan nya hidup nya.Suara mo
Alunan musik memenuhi ruang kantor Pasha. Cowok itu duduk bersandar di singgasananya dengan mata terpejam, mencoba menikmati setiap alunan musik yang mengalun merdu di telinga nya. Ia sedang butuh inspirasi untuk fitur baru sosial media nya. Sekarang ia sedang mendengarkan musik anime, musik kesukaan Karin. Entah kenapa, gadis itu seolah terus saja memenuhi kepalanya, juga ruang di hati nya. Dulu, ia enggan jika harus mengikuti hobi orang lain, tapi Karin, sedikit demi sedikit bisa mempengaruhinya, bahkan dia sampai mau mendengarkan musik yang menurutnya sama sekali bukan seleranya. Ternyata lagu anime yang ia dengarkan, sungguh enak di dengar. Mengingat kan semua kenangannya saat bersama Karin."Tumben banget si bos setel musik lagu jepang." Celetuk Indah yang baru saja keluar dari ruangan Pasha sehabis mengantar laporan."Masa' sih? Tumben, biasanya kan si bos paling anti lagu-lagu selain indonesia, dia pokok nya paling anti kalau bukan yang berbau Indone
"Aku enggak apa-apa kok," kata nya dengan suara parau."Jangan bohong deh, kak. Jrlas-jelas Lo nangis, cerita aja, ada apa?"Mendengar Sisil bicara demikian, Karin merasa tidak tahan dan akhir nya tangis nya pun pecah. Sisil pun segera menarik nya dalam pelukan nya. "Pasti gara-gara kak Pasha lagi, ya? Sabar ya, kak? Kan Lo udah putusin buat move on, jadi Lo enggak boleh lemah dong!" Bujuk Sisi lagi sembari mengusap rambut Karin lembut.Karin hanya mengangguk dan terus terisak, "bukan salah dia kok, Sisil, kayak nya emang aku nya aja yang bodoh, aku nya yang enggak ngaca dan enggak tahu diri. Harus nya aku tahu diri dari awal, dia siapa, aku siapa. Aku jelas enggak pantas buat dia, terbukti kan, dia balikan lagi sama mantan nya yang menurut dia sepadan sama dia."Sisil melepas pelukannya, dan mengusap air mata Karin yang masih bercucuran, "hush... Kakak enggak boleh ngomong gitu, kakak enggak boleh ngerendahin diri kakak sendiri. Kita sama-sama manu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen