Tiga Hari Terakhirku sebagai Wanita Sempurna
Dokter mengatakan, tanpa terapi sel terbaru, aku hanya bisa hidup selama 72 jam.
Namun, Tommy Harper memberikan satu-satunya kuota pengobatan itu kepada Anna Wilson.
"Gagal ginjalnya lebih parah," ujar Tommy.
Aku mengangguk, lalu menelan pil putih yang akan mempercepat kematianku.
Dalam sisa waktu itu, aku melakukan banyak hal.
Saat penandatanganan, tangan pengacara gemetar. "Saham senilai empat triliun ini, Anda benar-benar akan mengalihkan semuanya?"
Aku menjawab, "Ya, berikan pada Anna."
Putriku, Clarisa, tertawa bahagia dalam pelukan Anna. "Ibu Anna membelikanku gaun baru!"
"Bagus sekali, nanti dengarkan perkataan Ibu Anna, ya," ujarku.
Galeri seni yang kudirikan dengan tanganku sendiri, berganti nama menjadi milik Anna.
"Kakak, kamu terlalu baik," ujarnya sambil menangis.
Aku menjawab, "Kamu akan mengelolanya lebih baik dariku."
Bahkan aku telah menyerahkan hak atas dana perwalian orang tuaku.
Tommy akhirnya menampilkan senyuman tulus pertamanya selama bertahun-tahun. "Sofie, kamu sudah berubah. Kamu nggak lagi galak. Kamu yang seperti ini, sungguh cantik."
Benar, aku yang sekarat ini akhirnya menjadi Sofie Barnes yang sempurna di mata mereka. Sofie yang patuh, dermawan, dan tidak pernah membantah.
Hitungan mundur 72 jam telah dimulai.
Aku sangat penasaran, ketika detak jantungku berhenti, apa yang akan mereka ingat tentangku?
Apakah aku akan diingat sebagai istri baik yang akhirnya belajar melepaskan, atau sebagai seorang wanita yang menyelesaikan balas dendamnya dengan kematian?