/ Romansa / Gadis Tanpa Ingatan / 5. bekas luka di pergelangan tangan

공유

5. bekas luka di pergelangan tangan

작가: Alvarezmom
last update 최신 업데이트: 2025-06-04 10:24:28

Hujan semalam meninggalkan aroma tanah basah yang pekat di udara. Raina terbangun lebih pagi dari biasanya. Udara masih dingin saat ia melangkah pelan keluar kamar menuju dapur kecil di sisi barat rumah. Tangannya gemetar ringan, bukan karena suhu, tapi karena mimpi semalam yang begitu mengguncang pikirannya. Wajah-wajah seseorang. tanpa nama kembali menghantui mimpi mimpinya.

Ia bahkan tidak tahu mengapa wajah-wajah itu sering hadir di mimpi-mimpinya.apakah itu bayangan masa lalu atau hanya imajinasi dari otak kosongnya.

Tenggorokannya kering. Ia membuka lemari kaca untuk mengambil gelas.

Ketika ia membuka lemari, tangannya tanpa sengaja menyentuh gelas yang licin karena embun. Benda itu meluncur dan pecah menghantam lantai.

Praang.....

“Ah!” serunya pelan, refleks Raina menarik tangannya. Tapi serpihan kecil sempat menggores pergelangan kirinya.

Darah menetes. Luka itu dangkal, tapi cukup membuatnya panik.

“Dasar ceroboh…” gumamnya sendiri, buru-buru membungkus tangan dengan tisu.

Tanpa disadari, langkah berat terdengar mendekat dari arah koridor. Elvano muncul dengan rambut berantakan dan wajah yang masih menyiratkan kantuk. Ia mengenakan kaos hitam dan celana santai. Tak biasanya ia terlihat begitu… manusiawi.

“Apa yang terjadi?” tanyanya datar, tapi matanya langsung menatap tajam ke arah tangan Raina.

“Gelasku pecah. Tadi... Aku… nggak sengaja.”

Mata Elvano melihat darah yang menetes dari tangan Rania.

Tanganmu berdarah. Ucap Elvano dingin

“ia Elvano,, tapi sudah Aku bersihkan,” tambah Raina gugup, berusaha menjauhkan tangan dari pandangan Elvano.

Namun langkah pria itu mendekat cepat. Ia meraih tangan Raina dengan paksa, membuat gadis itu terkejut. Elvano membalik pergelangan tangannya, menatap bukan luka kecil karena kaca, tapi bekas sayatan lama yang samar—tepat di bawah urat nadi.

Tatapannya berubah. Diam yang lebih menusuk dari kemarahan.

“Apa ini?” suaranya pelan, tapi dingin.

Raina kaku. Matanya mulai basah, bukan karena sakit, tapi karena sesuatu dalam dirinya terasa diseret paksa ke permukaan. Ia sendiri tak tahu harus menjawab apa. Ia bahkan tak ingat bagaimana luka itu bisa ada di sana. Tapi melihat ekspresi Elvano… rasanya seperti tertangkap sedang menyembunyikan sesuatu.

“Aku nggak tahu,” bisiknya. “Aku nggak tahu kenapa ada luka ini di tanganku…”

“Ini bukan luka baru,” potong Elvano tajam. “Ini… bukan karena gelas. Bekasnya terlihat sudah lama.”

“Aku—aku memang nggak ingat, Elvano. Sungguh.”

Suasana mendadak sesak. Raina merasa telanjang di depan pria itu, terbuka tanpa bisa melindungi diri. Dan Elvano… tatapannya bukan hanya curiga. Ada kekhawatiran. Ada kemarahan. Tapi yang paling terlihat, ada ketakutan—ketakutan yang tak ingin ia akui.

“Aku akan panggil dokter.”

“Jangan,” potong Raina cepat sambil menarik ujung kaos Elvano. “Aku baik-baik saja. Sungguh. Ini... bukan apa-apa.”

Elvano menatapnya lama. “Apa kamu pernah mencoba mengakhiri hidupmu?”

Pertanyaan itu membuat tubuh Raina gemetar. Bibirnya bergetar tanpa suara.

“Aku... nggak tahu.”

Keheningan kembali turun di antara mereka.

“Kalau kamu tidak tahu siapa dirimu, bagaimana aku bisa membantumu hmm?” Suara Elvano lirih, nyaris seperti gumaman yang lebih ditujukan pada dirinya sendiri.

Raina menunduk. “Aku juga ingin tahu, Elvano. Aku juga ingin tahu kenapa aku selalu merasa seperti sebuah pecahan dari seseorang yang pernah utuh.”

Untuk pertama kalinya, Elvano tidak mengatakan apa pun. Ia hanya memandang gadis itu, dalam diam yang tak bisa ditebak. Kemudian, tanpa sepatah kata pun, ia melepaskan genggaman tangannya dan melangkah pergi.

Raina berdiri mematung. Dada nya begitu sesak. Tangannya gemetar. Badannya terasa lemas. Ia tidak tahu luka itu milik siapa, tapi ia tahu—mungkin luka itu adalah satu-satunya petunjuk siapa dirinya sebenarnya. Kemudian ia bergegas masuk ke kamarnya, untuk bersiap karena sebentar lagi ia akan berangkat ke kantor.

Siang harinya, suasana kantor Elvano kembali formal seperti biasanya. Namun ada sesuatu yang berubah dalam tatapan pria itu terhadap Raina. Bukan hanya dingin atau datar, melainkan seperti sedang menahan sesuatu—rasa ingin tahu yang mulai melampaui batasnya.

Raina berusaha fokus pada pekerjaannya. Ia bahkan berlatih membuat kopi sesuai selera Elvano. Tapi saat menyuguhkan kopi itu ke ruangannya, ia tanpa sengaja melihat seberkas foto di atas meja, tersembunyi sebagian oleh tumpukan kertas.

Wajah perempuan muda dalam foto itu... sangat familiar. Seperti... dirinya sendiri?

Tangannya terhenti.

“Keluar,” suara Elvano terdengar tajam dari balik meja, seolah tahu apa yang ia lihat.

Raina terkaget. Ia buru-buru meletakkan kopi dan pergi. Tapi pikirannya mulai berantakan.

Siapa perempuan itu?

Kenapa wajahnya begitu mirip denganku?

Dan… kenapa Elvano menyembunyikannya?

Pertanyaan demi pertanyaan mulai menggerogoti pikirannya, seperti semut yang menyusup pelan-pelan dan membuat sarang di sudut benaknya. Ia tahu—apapun jawabannya, itu tidak akan sesederhana seperti yang ia harapkan.

Karena semakin dalam ia menyelami, semakin terasa bahwa ada sesuatu yang sedang menunggu untuk bangkit—sesuatu dari masa lalu yang seharusnya tetap terkubur.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Gadis Tanpa Ingatan   21. psikiater

    Langkah Raina terhenti. Dadanya berdegup keras, bukan hanya karena kata-kata yang baru saja terucap, melainkan karena suara itu… suaranya sendiri. Namun sedikit lebih berat, lebih getir, seperti suara yang telah terbiasa menyimpan luka.Ia mundur satu langkah dari cermin, berharap pantulan di depannya mengikuti. Tapi tidak.Bayangan itu… tersenyum. Sebuah senyum kecil yang anehnya tidak menyapa, tapi justru menyindir.“Siapa kamu…” bisik Raina, nyaris tak terdengar.Seketika pintu kamar terbuka. Elvano berdiri di ambang pintu dengan ekspresi dingin khasnya, tatapan tajamnya menyapu ruangan.“Ada apa?” tanyanya singkat.Raina menoleh, dan begitu ia kembali memandang cermin, bayangan tadi sudah menghilang. Hanya dirinya yang tercermin, wajah pucat dan mata membulat penuh kebingungan.“Tidak… tidak ada. Mungkin aku hanya lelah,” katanya, mencoba tersenyum. Namun sudut bibirnya hanya bergerak tipis, tidak meyakinkan.Elvano menatapnya dalam, lama sekali, sebelum akhirnya melangkah masuk.

  • Gadis Tanpa Ingatan   20. Suara Kaset Rahasia

    Raina masih mematung di depan cermin tua itu. Matanya tak berkedip, menatap bayangan yang tampak tak biasa. Cermin itu seperti menampung lebih dari sekadar pantulan; ada sesuatu yang hidup di dalamnya, sesuatu yang mengintip balik ke arahnya. Rambut di tengkuknya berdiri, dan meski Elvano ada di dekatnya, rasa dingin yang menyelusup ke tulang membuatnya merasa benar-benar sendiri.“Elvano…” bisiknya, lirih. “Apa kau lihat itu juga?”Elvano menyipitkan mata, menatap cermin di sudut kamar yang kini tampak lebih gelap daripada bagian lain ruangan.“Lihat apa?” tanyanya, mendekat ke sisi Raina.Bayangan itu lenyap secepat ia muncul. Hanya pantulan Raina dan Elvano yang kini tersisa.“Barusan ada…” Raina menggelengkan kepala, mencoba menenangkan detak jantungnya. “Mungkin hanya pantulan cahaya. Atau... pikiranku sendiri.”Tapi ia tahu itu bukan sekadar halusinasi. Ada sesuatu yang berubah. Sesuatu dalam dirinya perlahan dibuka, seolah setiap rahasia yang terkunci selama ini mulai menyeruak

  • Gadis Tanpa Ingatan   19. Menemukan Kaset Tua

    Siang itu, rumah Elvano kembali menjadi saksi bisu dari jejak masa lalu yang mulai terkuak. Di ruang tamu, Raina duduk bersama Elvano,Suster Amelda, dan seorang perwira polisi berpakaian sipil bernama Pak Yuda yang datang untuk memintai keterangan lanjutan.Sore harinya, Raina berdiri di halaman belakang rumah Elvano. Tempat yang dulu terasa asing dan membingungkan kini seperti membuka ruang baru dalam benaknya. Angin meniup lembut, membawa aroma tanah dan dedaunan.Ia meraih liontin di lehernya, lalu membukanya. Di dalamnya, foto kecil yang mulai pudar: seorang wanita muda menggendong bayi, wajahnya samar namun tatapannya begitu penuh cinta.“Siapa kau sebenarnya?” bisik Raina, suaranya nyaris tak terdengar.Tiba tiba Suara langkah pelan terdengar dari belakang. Memecah keheningan. Elvano. Dari mana saja kamu? Dari tadi aku baru melihat mu? Tanya Raina.“Aku habis mencari sesuatu di ruang bawah,” katanya perlahan. Sambil mendudukn bokongnya di kursih. “Dan... aku nemu ini.” Ia menyod

  • Gadis Tanpa Ingatan   18. Suster Amelda Muncul

    Dengan napas tercekat dan jantung berdebar tak karuan, Raina mundur beberapa langkah, menahan tubuhnya agar tidak goyah. Elvano langsung berdiri di depannya, tubuhnya tegap, seolah siap melindungi Raina dari dua sosok yang perlahan keluar dari balik kegelapan pepohonan.Rudy melangkah dengan pasti, namun aura yang menyelimutinya terasa asing. bukan pria tenang yang dulu membantu Raina menyusun potongan masa lalunya. Tatapannya kosong, matanya merah seperti tak mengenal tidur, dan tangannya menggenggam sesuatu: sebuah topeng kayu tua berukir lambang keluarga Gunawan, simbol kekuasaan yang telah menghancurkan banyak hidup, termasuk milik Raina.Di sebelahnya, Nadine berdiri tegak dalam balutan jaket hitam panjang. Senyum tipis menghiasi wajahnya, tapi bukan senyum hangat—melainkan senyum yang menyimpan rencana dan luka. Ia tampak tenang, namun matanya menyala, seolah bisa meledak kapan saja.“Aku tidak akan ikut dengan kalian,” kata Raina pelan, namun nadanya tegas. “Aku bukan Amara. Da

  • Gadis Tanpa Ingatan   17. lorong gelap

    Langkah kaki mereka memburu dalam gelap. Suara derak kayu tua dan desir angin yang merayap dari sela-sela lantai membuat segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Suster Amelda membuka pintu tua yang tersembunyi di balik lemari tua yang digeser paksa. Deritnya mengiris sunyi, seperti jerit seseorang yang terkunci terlalu lama.Tangga kayu curam menurun ke dalam perut bangunan. Bau apek dan debu berusia puluhan tahun menyerbu begitu pintu terbuka. Tapi mereka tak punya pilihan. Di atas, suara-suara itu semakin dekat—suara anak-anak... yang tak seharusnya tertawa di tengah malam, dan langkah berat yang entah milik siapa.Elvano menggenggam tangan Raina erat. “Turun. Sekarang.”Raina memandang sekilas ke lorong tempat Amara—atau bayangan yang menyerupainya—muncul. Tapi lorong itu kini kosong. Gelap. Tak terlihat siapa pun. Hanya rasa dingin menusuk dari ujung sana, seolah menatap mereka diam-diam.Dengan napas tercekat, mereka turun sat

  • Gadis Tanpa Ingatan   16. Panti Asuhan Berkat Ibu

    Hening menyelimuti perjalanan mereka. Meski mesin mobil menderu pelan dan lampu jalan berkelap-kelip dalam kabut dini hari, tidak satu pun dari mereka bersuara. Raina menggenggam liontin itu erat, seolah berharap dari benda kecil itu akan muncul jawaban yang selama ini terkubur dalam bayang-bayang masa lalu.“Panti Asuhan Berkat Ibu,” gumam Elvano akhirnya, memecah keheningan. “Dulu tempat ini sempat ditutup karena ada kasus kehilangan anak, bukan?”Raina mengangguk tanpa menoleh. “Lalu dibuka lagi diam-diam beberapa tahun kemudian. Tapi tidak banyak anak yang ditampung. Hanya... kasus-kasus khusus, begitu katanya.”Mereka berbelok ke jalan sempit yang menurun, diapit oleh pepohonan besar yang akar-akarnya menjalar hingga ke jalan. Kabut makin tebal. Aroma tanah lembap dan dedaunan membusuk menyusup ke sela-sela kaca mobil yang sedikit terbuka.Panti itu muncul perlahan di balik rerimbunan: sebuah bangunan tua berwarna kelabu dengan salib besi ber

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status