"Gue mau pulang ke rumah ortu!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya tantrum seraya menatap tajam Rodrigo yang masih mengganjal pintu kamar dengan telapak tangan kanannya.
"Kebiasaan lo jadi biang kerok! Bisa gak sekali aja jadi cewek yang kagak barbar dan egois?" balas Igo dengan tegas. Permintaan Ciara dia tepiskan begitu saja. Ide buruk bagi semua yang terkait dengan pernikahan mereka tadi sore.
Ciara masih saja menyolot dengan bertanya, "Memang apa yang bikin lo menyimpulkan gue egois, hahh? Perasaan di sini gue yang ada dipaksa nikahin musuh gue. Plus ... ditaruh di satu kamar pula, maksudnya gimana? Biar kita gladiator part two gitu?!"
"Aahh ... gue jabaninlah, gladiator bareng bini gue yang semlohay boleh banget tuh. Di lantai udah tadi, cuma kurang empuk, cuss di kasur lebih enak!" seloroh Igo membersitkan senyuman tengil dan memasang tampang tak berdosa.
"Anjiiirr ... Igo, lo masak bisa sih nganu-nganu kagak pake perasaan? Lo nyadar kagak sih kita di sekolah tiap ketemu pasti berantem, udah berjilid-jilid war?!" Gadis itu mencebik tak setuju.
Sebenarnya Igo hanya bercanda saja, tetapi harap maklum selera humor mereka nampaknya berbeda level. Dia mencoba menundukkan kepala menghampiri wajah Ciara yang imut-imut sekalipun manyun seperti itu. Bibir mereka bertemu dalam sebuah kecupan ringan. Namun, efeknya di luar dugaan.
Tubuh Ciara melunglai seolah-olah kakinya terbuat dari jely. Dia sontak mengalungkan kedua tangannya ke leher Igo supaya tak terjatuh. Ciuman pertama Ciara terasa memabukkan dan gilanya ... itu diberikan musuh bebuyutan semenjak mereka sama-sama SMP.
'F*ckk ... bibirnya kok enak gini sih?! Good, paling nggak ada fungsi lain mulut si Cia selain jago merepet!' batin Igo yang auto kecanduan untuk terus melumat permukaan kenyal beraroma lip tint cherry itu.
Oksigen semakin menipis di tubuh mereka hingga ciuman penuh gairah itu harus berakhir. Igo dan Cia terengah-engah saling menatap satu sama lain dengan wajah merona.
"Bingung? Kenapa ciuman gue sedahsyat itu tadi?" ucap Igo menebak isi pikiran Ciara.
"Sok kepedean lo!" sembur Cia. Kemudian dia meloloskan diri dari kungkungan badan tinggi besar Rodrigo. "Gue mau mandi, jangan lo dobrak pintunya!" ujar Ciara sembari membongkar lagi koper dan mengambil babydoll bergambar karakter Sailor Moon yang berpose centil untuk kostum tidur standarnya.
Rodrigo memperhatikan istri barunya melenggang ke kamar mandi diikuti bunyi kunci pintu diputar dua kali. Dia pun mengunci pintu keluar kamarnya dan menyimpan itu di laci meja belajar. "Gue kagak mau ambil risiko, malem-malem mesti ngejar bini gue kabur dari rumah!" gumamnya lalu memeriksa jadwal pelajaran untuk sekolah besok. Dia ada ulangan Matematika dan harus mempelajari materinya agar tidak kacau mengerjakan soal.
Maka sembari menunggu Ciara selesai mandi, Rodrigo duduk belajar di mejanya. Dia siswa berprestasi di kelas sekalipun berstatus ketua geng otomotif yang sangat disegani. Impiannya yaitu meneruskan kuliah di bidang sains di kampus MIT yang terkenal bagus untuk jurusan teknologi.
"Ceklek!"
Kepala Igo langsung tertoleh ke arah kamar mandi. Gadis tengil itu keluar dari pintu mengenakan babydoll setutut yang membuatnya bertambah imut saja. Sejenak Igo terpana memandangi Ciara yang sudah tanpa make up sekalipun lip tint merah di bibirnya tetap membuat tampilan bibir gadis itu mengundang untuk dicium sekali lagi.
"Lo keramas juga? Padahal ini udah malem, Beib!" tukas Igo seraya bangkit dari kursinya dan memasukkan buku pelajaran ke dalam tas sekolahnya.
"Gue nggak suka bau hairspray, terlalu wangi jadi rada mabok malahan. Ntar juga kering!" sahut Ciara santai. Dia mengusap-usap rambutnya dengan handuk.
Rodrigo pun membuka laci meja riasnya dan mengeluarkan hair dryer dari dalam sana. Tentu saja Ciara terkikik geli karena tak membayangkan ada laki-laki menyimpan hair dryer dan memiliki meja rias besar seperti Igo.
"Kenapa lo ketawa sendirian? Kumat?" ujar Igo seraya menancapkan colokan hairdryer ke pusat daya di dinding samping meja riasnya.
Ciara pun menjawab sengit, "Suka-suka guelah. Memangnya ketawa dilarang ya di sini?"
"Ke mari lo! Gue keringin rambut lo bentar, udah malem ntar masuk angin, lo inget 'kan pesan papa tadi?" panggil Igo yang segera dituruti Ciara.
Gadis itu duduk manis di kursi satu-satunya yang ada di depan cermin dan melihat-lihat isi meja rias. "Wow, keren juga koleksi lo. Jam tangan, sabuk, parfum, aftershave, asesoris cowok, hmm!" komentar Ciara takjub dengan selera fashion Igo.
"Jangan ngarep lo bisa pinjem barang kesayangan gue ya!" Igo mengeringkan rambut panjang nan lebat yang berwarna hitam coklat keemasan ketika tertimpa sinar lampu itu dengan telaten.
"Idih geer amat lho jadi orang!" sahut Ciara yang masih sibuk memegang-megang isi rak kaca di meja rias Igo. Dia juga mencoba menghirup aroma parfum CK milik pemuda tersebut disusul parfum HB dan Channel.
"Duit jajan lo pasti gede ya? Barang-barang lo branded semua gini atau jangan-jangan KW doang!" tebak Ciara seraya bersitatap melalui cermin.
"Ada deh, mau tau azaa. Kepo lo!" balas Igo terkekeh. Dia sudah berhasil mengeringkan rambut istrinya hingga mengembang dan jatuh ringan sepanjang punggung. 'Cakep juga aslinya si Cia. Moga sikap petakilannya bisa berkurang!' batin Igo. Dia pun berkata sembari menyimpan kembali hairdyer ke laci meja rias, "Beib, rambut lo udah kelar dikeringin. Bobo yuk!"
"Janji dulu ke aku kalo lo kagak bakal macem-macem malam ini!" pinta Ciara seraya berhadapan dengan Igo yang masih berjongkok di samping kursi rias.
Kemudian Igo tersenyum miring, dia menjawab, "Okay, kagak malam pertama kita sekarang. Ada tapinya nih ... tapi lo harus mau ya gue peluk sambil bobo dan kasih kiss yang kayak tadi. Deal?"
"Ehh lo kok ngelunjak, Igo!" protes Ciara dengan nada melengking.
"Deal or no deal?" desak Igo tipis-tipis.
Ciara memutar bola matanya, kesal. Namun, akhirnya dia mengulurkan tangan kanannya. "Deal!" ucapnya terpaksa.
Igo menyambut tangan Ciara lalu segera meraup gadis itu ke gendongan. "Gue langsung tagih janji lo!" tukasnya sambil membawa Ciara ke tempat tidur semata wayang di ruangan itu.
Jantung Ciara berdebar-debar karena berdekatan dengan Igo yang aroma tubuhnya harum dan meninggalkan aura maskulin kental. Ketika dia direbahkan di tengah ranjang dengan kepala tersangga bantal, wajah Igo mendekat dan segera mulut mereka saling bertaut.
"Uungg!" lenguh Ciara seolah-olah menikmati ciuman suaminya. Kepalanya pening entah karena apa. Dia membiarkan lidah Igo membelai-belai lembut di dalam mulutnya.
Setelah bermenit-menit berlalu, Igo pun menghentikan ciuman ganasnya dengan terengah-engah. "Udah dulu ya, gue takut khilaf. Ngomong-ngomong lo jadi minum pil KB tadi?" ujarnya masih menindih tubuh ramping Ciara.
Kepala Ciara terangguk-angguk cepat. "Lo mau gue meninggoy ya? Badan lo tuh segede king kong, minggir!" serunya galak.
"Okay, bobo lo sekarang. Gue mau tarik selimut!" perintah Igo tegas. Dia menyelimuti gadis di sampingnya lalu meraih remote AC dan menurunkan suhu ke 17° Celcius.
Ciara terlelap dengan cepat karena dia sangat lelah hari ini. Jelang tengah malam, dia mulai kedinginan dan tanpa sadar merapatkan tubuhnya ke Igo.
'Nah 'kan, nemplok lo sekarang!' batin Igo dengan seringai licik menghiasi wajah tampannya. Lengan Igo memeluk erat Ciara, tak lupa dia mengecup kening gadis yang bila melek selalu sok jual mahal kepadanya.
Napas Ciara yang teratur dan aroma lembut tubuhnya membuat Igo terbius ke alam mimpi hingga pagi menjelang.
"Raymond, kamu di mana, Nak?!" seru Nyonya Wina memanggil putra bungsunya yang berusia tujuh tahun itu karena mereka sekeluarga akan berangkat bersama-sama ke New York pagi ini.Suara derap kaki yang berat dibalut sepatu boots menuruni tangga kayu dari lantai dua kediaman Subrata. "I'm coming, Mom!" jawab Raymond dengan napas terengah-engah.Pak Reynold yang sedang membaca pesan di ponselnya dari Vincent segera bangkit dari sofa ruang tengah. "Yuk kita berangkat sekarang biar nggak ketinggalan pesawat!" ajak pria berusia lebih dari setengah abad tersebut.Cleopatra yang telah beranjak remaja berjalan merangkul bahu adik kandung seayahnya menuju ke mobil. "Wow, aku tak sabar untuk bertemu Cedric dan Beryl!" ujar gadis itu seraya naik ke bangku belakang mobil Alphard putih bersama Raymond.Sementara itu di Amerika, Ciara dan Igo sekeluarga yang kini beranggotakan ayah ibu dengan sepasang putra putri tersebut sudah tiba di Bandara John F. Kennedy. Mereka memenuhi ajakan Vincent untuk men
"Congrats ya, Lindsey. Gue kagak nyangka lo bakal jadi kakak ipar gue lho. Sabar-sabar sama abang gue yang super rese dan kadang kurang sensitif sama cewek!" ujar Ciara heboh di telepon saluran internasional.Lindsey tertawa cekikikan menanggapi perkataan sobat kentalnya itu. "Udah kena wamil gue tiga tahun pacaran sama abang lo tuh. Mami papi minta nunggu gue wisuda S1 baru kami dibolehin nikah. Penginnya pas merid tuh di undangan sama-sama ada tittle sarjananya di belakang nama kami masing-masing. Bang Alex keren bisa lulus kuliah daring di luar negeri. Gue bangga punya calon suami yang berpendidikan tinggi dan mapan secara finansial di usianya yang masih muda!" puji gadis manis berlesung pipit itu."Kalian serasi dan saling dukung. Salut gue sama lo, Lind! Oya, gue hampir lupa mau say thank you ... gue denger dari Bang Alex, lo yang selama ini nemenin Papa Tono berobat rutin ke rumah sakit sampai sembuh. Asli, gue utang budi banyak sama elo. Malahan gue yang anaknya kagak bisa nger
Sekitar pukul 06.00 waktu Boston, Ciara mengerang sekuat tenaga dipandu oleh dokter Obsgyn yang bertugas membantu proses persalinannya. "Oeeekk!" Suara nyaring bayi berjenis kelamin laki-laki itu membuat Mama Wina dan Papa Reynold bersama Cleo di lorong depan ruang persalinan terkejut bercampur senang. "Udah lahiran kayaknya si Cia, Mas! Syukur kalau lancar prosesnya," ujar Mama Wina dengan binar bahagia di wajahnya. Cucu pertamanya yang made in Boston itu begitu berkesan karena dia jaga kehamilannya selama sembilan bulan.Dari arah lift nampak Vincent yang berjalan dalam langkah cepat menghampiri orang tuanya. "Gimana Ciara, Ma, Dad?" tanyanya cemas."Baru saja melahirkan tuh. Nah, susternya mau bersihin Baby Cedric sebelum disusui sama Cia!" jawab Mama Wina penuh senyuman. Anak sambungnya itu memang sangat perhatian kepada Ciara seperti adik kandung sendiri.Vincent menunggu semua proses pasca persalinan selesai sampai diizinkan masuk menengok Ciara ke dalam kamar. Dia melihat Igo
Dari bulan ke bulan kehamilan Ciara semakin menampakkan bentukan perut buncitnya. Dia masih rajin kuliah karena memang pendidikannya dibiayai beasiswa dari kampus. Presensi dalam setiap mata kuliah sangatlah penting untuk penilaian tanggung jawab mahasiswa. Sementara itu Igo sudah memasuki semester akhir di kuliahnya, sibuk menyusun skripsi. Jadwal sidang skripsinya ditentukan minggu ini. Dia tetap menjaga dan mengurusi istrinya yang sedang hamil besar. Seperti sore ini pasangan muda tersebut berjalan-jalan di taman kota yang nampak indah karena sedang musim semi. Tangan Igo menggenggam telapak tangan mungil berjemari lentik itu sembari berjalan menyusuri jalan setapak di antara tanaman bunga serta pepohonan yang daunnya menghijau."Sudah empat musim lengkap gue berada di Boston, Cayank. Rasanya kangen juga sama Bandung. Kenangan kita di hutan anggrek Cikole, perkebunan teh, pemandian air panas, dan juga glamping yang terakhir tuh berkesan banget!" ujar Ciara seraya menoleh menatap
Selama kuliah di kampusnya, Ciara tidak begitu berkonsentrasi dengan pemaparan dosennya. Hasil USG kehamilannya positif. Dia akan menjadi mama di usia 20 tahun. Muda sekali!Ciara takut dia akan mengalami baby blues syndrome dan menjadi tantrum. Kecemasannya yaitu kehamilan serta hadirnya bayi akan mengganggu kuliahnya dan juga kuliah Igo.Sebuah pesan masuk ke HP Ciara. Ternyata Igo sudah memberi kabar bahagia itu ke Mama Wina. "Cia, kamu jaga kehamilan pertama ini dengan hati-hati. Mama dan Papa Rey akan terbang ke Boston besok pagi waktu Indonesia. Sepertinya kami akan menetap di Amerika sampai kamu melahirkan dan bayi kalian bisa makan bubur selain ASI.""Sepertinya Cia memang butuh bantuan Mama. Cia kuatir kehamilan ini akan ngeganggu kuliahku dan Igo juga. Lalu Papa Rey apa bisa meninggalkan pekerjaannya di Indonesia, Ma? Cia nggak pengin ngerepotin semua orang!" ketik Ciara membalas pesan mamanya."Nanti Papa Rey yang bakalan bolak-balik US-Indonesia. Kasihan Bang Alex juga kal
Seperti yang dikatakan Igo, barang-barangnya di asrama mahasiswa hanya dua koper besar saja. Tak butuh waktu lama untuk memindahkan itu semua ke apartemen yang akan dihuni oleh mereka berdua.Siang harinya Ciara memasak bahan yang ada di kulkas dapur. Vincent menyediakan beras juga di tempat penyimpanan bahan memasak di sana. Adiknya tak perlu kebingungan membeli bahan memasak untuk sementara.Ciara memang dibawakan bumbu-bumbu rempah instan oleh Mama Wina yang pastinya praktis. Dia memasak rendang daging sapi dan perkedel kentang dengan nasi putih sebagai menu makan siang.Igo yang sudah selesai membongkar koper menemani Ciara memasak di meja dapur sambil mengobrol. Dia penasaran juga seperti apa hasil masakan istri kecilnya yang nampak percaya diri. "Jadwal kuliah kita mungkin sama saat memulai tahun ajaran baru perkuliahan, Cia. Ada baiknya besok kalo lo ke kampus nanya ke senior yang baik butuh apa aja untuk mahasiswa tingkat pertama. Arsitektur pastinya butuh alat menggambar 'ka