Sebastian memandang lama ke arah Eloise yang tertidur pulas. Eloise tidak tahu seharian tadi ia uring-uringan di kantor setelah acara makan siang dengan salah satu anak buahnya di bagian pemasaran. Anak buahnya merupakan staff yang baru bergabung di Olympic Corp sehingga tidak mengenal Eloise. Sebastian ingin sekali menghampiri meja Eloise dan menghajar Lucas yang telah berani menyentuh tangan istrinya, tapi Sebastian mengurungkan niat. Ia tidak ingin menimbulkan masalah antara Eloise dan Lucas. Lagipula Sebastian merasa inilah saatnya ia membebaskan Eloise bertindak sesuka hatinya. Ia ingin tahu sampai dimana batas kesetiaan istrinya saat dirinya menjauh dan selalu menghindari Eloise. Sebastian berganti pakaian dan berbaring di samping Eloise. Lama ia berusaha memejamkan mata dan merasa gelisah. Luka bakarnya kini terasa sedikit gatal. Sebastian mengusap pelan lengan kirinya. Hari Sabtu dan Minggu dilewatkan Sebastian dengan duduk di sofa sembari sibuk dengan laptopnya. Sesekal
Sebastian pulang hampir menjelang tengah malam. Ia menyadari untuk pertama kalinya Eloise tak lagi menunggu kedatangannya di sofa ruang tengah. Sebastian masuk ke dalam kamar. Eloise tampak berbaring tidur di atas ranjang. Sebastian berdiri terpaku. Berapa lama ia sengaja menjauhkan dirinya dari Eloise? Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan istrinya. Selama ini Sebastian yang selalu menjaga dan memenuhi keperluan Eloise, tapi saat situasi menjadi terbalik, Sebastian tak bisa menerima kenyataan itu. Ia memilih untuk menjauh. Tak disadarinya jika sikapnya membuat Eloise bersedih dan serba salah. Sebastian mengganti baju dan berbaring di samping Eloise. Ia mengamati sejenak wajah Eloise saat tidur. Ada jejak basah di sudut mata Eloise. Wanita itu belum tertidur. Sebastian bergerak memunggungi Eloise. "Sebastian," bisik Eloise."Aku lelah, aku ingin beristirahat.""Bolehkah aku menciummu? Aku rindu."Sebastian tak merespon. Eloise tak bersuara setelah Sebastian tak mengindahkan per
Tanpa berkata apapun, Sebastian meminum obat yang diletakkan Eloise dan pamit pergi, tidak ada kecupan mesra di kening atau pipi seperti biasa. Eloise berdiri mematung menyaksikan kepergian Sebastian. Siang harinya Charles menelepon. "Hai, Sayang. Apa kabarmu?" tanya Charles di seberang. "Aku baik, Ayah." Eloise ingin menangis dan menumpahkan isi hatinya pada ayahnya tapi suaranya seperti tercekat di tenggorokan, tak bisa keluar. "Bagaimana kabar cucuku?""Ethan sudah bisa berdiri tanpa bantuan, sepertinya ia akan belajar berjalan setelah ini."Terdengar suara tawa Charles. "Aku senang mendengarnya. Bukankah usianya sudah satu tahun bulan ini?""Iya, Ayah.""Aku tak sabar segera bertemu kembali dengan cucuku. Oh ya, kudengar ada salah satu lukisanmu terjual. Aku sangat bangga padamu, Nak.""Galeri menawari ku untuk membuat lukisan lagi untuk pameran dua bulan mendatang.""Aku yakin kau pasti bisa, Sayang. Kudoakan yang terbaik untukmu.""Terima kasih, Ayah."Charles mengakhiri te
"Aku ada di sini sekarang, jangan menangis." Sebastian tersenyum saat istrinya mendongak, ia menatap Eloise dan menghapus air mata yang mengalir di pipi istrinya, "kita akan baik-baik saja."Eloise akhirnya tersenyum. "Ya, kita akan baik-baik saja." Eloise kembali membaringkan kepalanya di dada Sebastian. Rosa sengaja masak istimewa malam ini untuk menyambut kepulangan Sebastian. Sementara Rosa memasak, Eloise menyuapi Ethan kemudian menidurkan putranya. Setelah itu mereka makan malam bersama dengan mengundang Dominic seperti biasa. Sebastian tampak kesulitan saat hendak mandi. Luka bakarnya masih terlihat memerah dan melepuh. Ia duduk di dalam bathtub yang sudah terisi air sambil mengangkat kaki kirinya yang terkena luka bakar, menjauhkan dari air secara langsungIa terkejut saat Eloise membuka pintu kamar mandi. "Perlu ku bantu?" tanya Eloise sembari mendekat. "Tidak usah, aku bisa sendiri." Eloise duduk di samping bathtub, bersikeras mengambil alih menyabuni tubuh suaminya. "
"Mana yang terasa sakit, Sayang?" tanya Eloise memperhatikan kaki dan tangan kiri Sebastian yang dipenuhi perban. Sebastian merintih pelan. "Aku tak nyaman dengan punggung ku. Sepertinya punggung ku terluka.""Punggungmu terkena pecahan kaca." Eloise menyeka dahi Sebastian yang berkeringat dengan sapu tangan. Sebastian terlihat menahan sakit, "aku akan meminta perawat untuk memberimu obat pereda nyeri." Eloise menekan tombol di samping ranjang. Sebastian mengatur nafasnya yang tersengal. "Aku ingin ke kamar mandi. Aku ingin buang air kecil.""Kau belum boleh bergerak seharian ini, Sebastian, perawat sudah memasang kateter untuk menampung urine. Mereka sudah menjelaskan padaku.""Sial," umpat Sebastian pelan, "ini akan terasa aneh""Sabar, Sayang. Semua akan segera berlalu." Eloise tersenyum. Tak lama, seorang perawat datang. "Suamiku tampaknya kesakitan, apa bisa kami minta obat pereda nyeri?" tanya Eloise. "Obat akan diberikan sebentar lagi bersamaan dengan antibiotik. Harap be
Hari ini Sebastian menelepon Eloise untuk mengabarkan jika dirinya akan pulang terlambat karena ada pertemuan bisnis di luar kota. Sean memutuskan untuk langsung pulang malam harinya tanpa ada rencana menginap. Sudah larut malam saat kelimanya berkendara pulang. Sean berada di samping sopir, sementara Sebastian dan kedua kepala bagian, masing-masing dari bidang legal, Sam dan keuangan, Andreas berada di kursi penumpang. "Jika kau butuh istirahat, katakan saja, Chris. Kita bisa berhenti di kedai kopi sebentar, "ucap Sebastian sebelum mereka sepakat untuk langsung pulang. Chris mengangguk hormat. Perjalanan pulang setidaknya membutuhkan waktu dua setengah jam. Chris sesekali berhenti di bahu jalan untuk beristirahat. Ketiga penumpang di belakang tertidur begitu juga dengan Sean. Chris tertidur sebentar sebelum melanjutkan berkendara. Sebuah truk bermuatan penuh terlihat melaju dari arah berseberangan dengan kecepatan tinggi. Chris yang setengah mengantuk berusaha menghin