"Mungkin...mungkin saja aku akan melakukan hal itu. Tapi, sesuatu yang perlu kau ketahui Tuan muda Aksareyd, aku bukanlah seperti mantan kekasihmu. Yang ketika patah hatinya, juga mematahkan seluruh impiannya dan lebih memilih mengakhiri hidupnya."Damn! Aksa dibuat bungkam oleh perkataan wanita muda itu, yang benar adanya. Shikha tertawa renyah, saat melihat wajah dingin pria itu berubah memucat.
Merasa telah dihina, Aksa menampar pipi mulus Shikha, hingga membuat wanita muda itu kembali tersungkur akibat kerasnya tamparan Aksa.
"Itu adalah bentuk cinta dirinya kepadaku."Kata Aksa geram, pria tampan itu begitu amat sangat marah sekarang. Jangan salahkan jika dirinya kelepasan, dan semakin menyakiti Shikha.
Wanita itu kembali bangkit, menatap rendah Aksa.
"Itu pembodohan namanya, wanita itu sungguh amat sangat bodoh karena telah menaruh perasaan pada seorang pria dingin, kasar serta arrogant seperti dirimu ini, Aksa! Bahkan kau sama sekali tak mempunyai rasa empati untuk istrimu dan memperlakukan istrimu layaknya binatang!"Teriak Shikha penuh penekanan, biarlah malam ini tubuhnya menjadi samsak untuk Aksa. Ia tidak ingin terlihat seperti wanita yang lemah dihadapan seorang CEO arrogant seperti Aksa.
Aksa mengerang emosi, ia mencengkram rahang Shikha hingga membuat wanita itu meringis sakit.
"Berani sekali kau berteriak di depan wajahku, huh? Nampaknya semakin aku menyiksamu, semakin berani pula kau menentang diriku!"pekik Aksa dengan nafas memburu, wanita itu memejamkan mata, sungguh dirinya berusaha keras menahan rasa sakit di seluruh wajahnya yang telah mendapat perbuatan kasar Aksa kepada dirinya.
Aksa mengguncang rahang Shikha dengan kuat. "Tatap wajahku, Wanita jalang! Atau sekalian saja aku mencongkel kedua bola matamu agar kau tak lagi dapat melihat dunia?!"dengan perlahan-lahan Shikha membuka kedua matanya yang kini dipenuhi beribu rasa sakit yang ia terima selama ini.
"Sekarang, katakan padaku bahwa kau akan berjanji untuk tidak berteriak, membantah bahkan membentakku mulai sekarang."Perintah Aksa yang bahkan sangat sulit untuk dibantah terpaksa harus ia terima mulai dari sekarang.
Shikha menggeleng samar, Aksa yang melihat itu kembali mencengkram rahang Shikha dengan kuat. Membuat wanita itu tidak mampu untuk menolak perintah Aksa.
"Good, My wife. Mengapa aku harus memperlakukanmu dengan cara kasar dulu, baru kau akan menjadi wanita yang penurut? Kau ini memang sukanya diperlakukan kasar, huh?"Ucap Aksa berseringai dalam. Shikha diam. Lidahnya keluh, sungguh diam adalah cara terbaik untuk situasi saat ini. Aksa bukanlah orang yang akan diam saja jika dilawan, pria berusia 21 tahun itu selalu mempunyai cara untuk melemahkan musuhnya.
Suara bel pintu, membuat Aksa kalang kabut. Itu suara Maminya.
"Areyd! Buka pintunya, Sayang. Mami ingin masuk."Teriak Aruna dari luar kamar.
Pria itu tiba-tiba saja membuka kaos oblong yang ia kenakan dan membuangnya kesembarang arah, Shikha sontak menatap kearah lain, meskipun rasanya tak berguna. Ia sudah melihat tubuh polos Aksa yang begitu proposional bak modal papan atas. Dadanya yang bidang serta perutnya yang six-pack menambah kesan sexy pada pria itu.
"Bukalah pakaianmu dan buanglah kesegala arah."Perintah Aksa tanpa menatap Shikha, posisi mereka saat ini adalah saling memunggungi. Mata Shikha membulat, ia sungguh tak mengerti apa yang akan direncanakan pria arrogant ini sekarang. Untung saja ruangan itu kedap suara, jadi teriakan sekeras apapun tak terdengar hingga keluar.
Suara bel dari luar semakin keras terdengar, semakin panik pula mereka.
"Bukalah cepat! Dan bersembunyilah di balik selimut, kau tak perlu khawatir. Aku tak punya nafsu atas tubuhmu yang buruk itu."perintahnya penuh penekanan. Tanpa pikir panjang, wanita muda itu menuruti perintah Aksa.
"Kau ini! Ingin membuat Mami semakin tua, karena terlalu lama menunggu putra nakalnya ini membukakan pintu, huh?"kesal Aruna setelah pintu kamar Aksa terbuka. Aksa yang dicecar kalimat kesal dari Maminya hanya dapat menghela nafas, seraya menampilkan wajah malasnya.
Aruna menyapu pandangannya keseluruh penjuru ruangan bernuansa hitam itu, hingga pandangannya terhenti tepat pada satu titik dimana sebuah dress berwarna gold tergeletak dilantai samping sofa kamar Aksa.
Pikir Aruna nakal, hingga sebuah senyum jahil terbit dari bibir mungilnya. Ia menggeleng, kemudian melanjutkan untuk melirik sekitar ruangan Aksa yang begitu luas, hingga sorot matanya terhenti kembali pada selimut yang bergelombang di atas ranjang king size milik putranya itu.
"Tega sekali kau menutup seluruh tubuh hingga wajah istrimu dengan selimut, apa kau pikir dirinya dapat bernafas dengan lega saat kau menutupinya seperti itu?"tanya Aruna sewot, ia menatap tajam putranya. Sebelum akhirnya ide liar yang keluar dari otaknya muncul.
"Oh yayaya, aku mengerti. Kau memang sengaja melakukan ini pada menantu cantikku, agar satu ketika Shikha kehabisan nafas, kau memberikan nafas buatan untuknya, bukan?"lirik Aruna yang dibalas pelototan oleh Aksa. Bagaimana bisa Aruna berpikir demikian, sungguh! Bahkan tak terlintas sedikitpun untuk memperlakukan Shikha dengan cara itu.
"Sebenarnya apa tujuan Mami datang ditengah malam begini?"Tanya Aksa berusaha mengalihkan pembicaraan sebelumnya, ia tahu jika tidak dialihkan. Maminya akan terus mengatakan ide-ide liar yang bersarang dipikiran wanita paruh baya itu.
"Mami ingin memberitahu sesuatu kepadamu dan terutama kepada istrimu tentang kepulangan Papi mu dengan ayah mertuamu lusa."Aksa tak bergeming, ia masih ingin mendengar lebih banyak informasi yang akan disampaikan Aruna.
"Kata Papimu kejiwaan Tuan Harsa telah pulih, ia telah diizinkan pulang oleh dokter."lanjut Aruna.
"Ini sungguh kabar baik bukan?"
'Iya tentu, bagi wanita gila itu. Tapi tidak denganku, Mi'Batin Aksa kesal. Sungguh, ini kabar buruk bagi Aksa. Ia sama sekali belum siap untuk ditinggal oleh wanita itu, jika sewaktu-waktu Shikha mengadu pada ayahnya tentang semua perlakuan kasarnya selama ini. Ia bukanlah orang yang takut kepada orang lain, ia hanya merasa belum puas untuk lebih menyakiti Shikha. Ntahlah, mungkin Aksa telah terbiasa menjadikan Shikha boneka pelampiasan ketika ia tersulut emosi.
Daripada ia membuang uang, hanya untuk menyewa orang agar menjadi samsak bagi dirinya, lalu apalah guna tubuh istrinya itu. Bahkan dengan sukarela, wanita itu bersedia menerima meskipun sebelumnya ia harus berdebat, telinganya harus panas terlebih dahulu karena mendengar semua celoteh dari bibir wanita itu. Namun pada akhirnya ia mendapatkan kepuasannya juga.
"Tolong beritahu Shikha tentang kabar ini, ya? Mami yakin ia begitu senang menyambut kepulangan ayahnya yang selama ini ia nantikan."pesan Aruna sebelum pamit pergi dari kamar Aksa.
Ini ancaman bagi Aksa, bagaimana pun caranya ia harus berpikir keras agar dapat menghentikan kepulangan Tuan Harsa. Ia belum ingin melepas Shikha begitu saja, sungguh! Tak ada boneka yang sepertinya lagi di dunia.
Pria itu mengunci pintu, kemudian melangkah mendekati ranjangnya. Ia menyingkap selimut yang menutupi tubuh Shikha yang hanya menyisahkan bra serta CD saja, respon Aksa menutup matanya meskipun ia terlanjur melihatnya. Aksa kembali menutup selimut itu, namun tidak sampai kewajah Shikha yang tertidur.
"Sungguh wanita bodoh ini benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa ia tertidur begitu pulas, setelah tadi aku menyiksanya dengan kejam."decak Aksa seraya meremat bad cover miliknya.
"Aku akan membuatmu tidak akan bisa tidur pulas lagi setelah ini."janji Aksa, seraya berseringai licik.
Tangan kekar milik pria tampan itu terangkat. Ia mengerang geram kepada Shikha, rasanya ia ingin mencekik leher Shikha sekarang. Namun rasanya tidak mungkin jika ia melakukan hal demikian, semakin sering disiksa maka semakin dekat pula ia pada kematiannya, pikir Aksa.
Perhiasaan langit berbentuk bulir putih bening jatuh kebumi begitu derasnya. Seperti hari biasa dimana hujan turun, burung-burung berkicau tak menampakkan diri atau hanya sekedar bersiul di pagi menyambut datangnya hari.Aksa yang tertidur di sofa terbangun, ketika mendengar suara langit bergemuruh disertai kilat yang menyambar pohon di sebrang jalan. Untung saja ketika kejadian itu terjadi, tak ada seorang pun yang keluar dari rumah.Ia menggeliat guna meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku karena tertidur disofa semalaman, ini semua karena ulah bodohnya sendiri. Ia yang telah memerintahkan Shikha untuk melucuti pakaiannya agar ketika Maminya datang, pikirnya telah memergoki mereka sedang melakukan aktifitas layaknya pasangan suami istri pada umumnya, memang ide Aksa berhasil. Namun di sisi lain ia juga merasa sial, harusnya ia ingat jika ia memiliki istri yang sangat mudah tertidur dimanapun ia berada dan dalam situasi apapun yang sedang terjadi.Aksa
Aksa telah mengambil satu kursi untuk didudukinya, ia menatap lapar hidangan yang tersaji di atas meja, sungguh dari aroma hingga bentuknya sangat menggoda dirinya. Namun ia tak mau berharap lebih pada masakan Shikha, yang Aksa tau selama ini bahwa Shikha tak pernah memasak untuk dirinya. Ini sepenuhnya kesalahan Aksa, dirinya tidak ingin Shikha berada di dapur apalagi memasak. Alasannya karena takut wanita tak waras itu menghancurkan rumahnya, bagaimana jika sewaktu memasak ia ketiduran dan lupa mematikan kompor? Oh tidak-tidak, Aksa tidak ingin membayangkan itu terjadi. "Sajikan untukku."Shikha menuruti keinginan Aksa, ia mulai menyajikan makanan untuk pertama kalinya selama ia menikah dengan Aksa. Aksa menyipitkan matanya, meneliti piring yang berada dihadapannya. Lalu beralih menatap Shikha penuh curiga. "Kau tak memberikan racun pada makanan ini, bukan?"pertanyaan Aksa sontak membuat mata wanita itu membola, ia terbartuk untuk menghilangkan rasa gugupnya
"Darimana saja kau ini? Aku telah lelah mencarimu sedari tadi, apakah kau sengaja membuatku susah, huh?"Shikha mencecar wanita itu dengan banyak pertanyaan, wanita itu gelagapan, ia bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu. Clay menggiring Shikha untuk duduk dipantry, menyuruhnya untuk mengatur nafas sebelum kembali mencecarnya lagi."Katakan padaku, darimana saja kau ini?"tanya Shikha kembali setelah dirinya lebih tenang."Aku hanya pergi ke dapur sebentar untuk membuat secangkir kopi arabica, agar aku tidak lagi mengantuk dan agar suamimu tercinta itu tidak mengamuk padaku karena kinerjaku mulai menurun sekarang."jawab Clay, ia mulai menyeruput kopi yang masih panas itu dengan perlahan. Clay adalah sahabat Shikha sedari kecil, mereka sama-sama hidup di panti asuhan, Clay belum mengetahui jika pria yang dinikahi sahabatnya sendiri telah berlaku kasar selama ini."Aku ingin meminta bantuanmu."kata Shikha penuh keyakinan."Katakan, apa yang h
"Ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu,"Shikha mengernyit dahi, menunggu kalimat selanjutnya. "Aku ingin kau berpura-pura menjadi adik perempuanku, di depan para klien asal Turkey besok,"sontak perkataan itu menuai kecaman dari Shikha, apa maksud pria bodoh ini? Ia kan istrinya, mengapa harus berpura-pura menjadi adik perempuannya? "Apa maksudmu? Kau menyuruhku untuk berpura-pura? Bahkan, menjadi adik perempuanmu!? Apa kau sudah tidak waras?"Tanya Shikha dengan nada yang sedikit meninggi. Aksa menampilkan wajah dinginnya, ia bergerak semakin mendekati Shikha. "Aku masih waras, tidak sepertimu bahkan seperti ayahmu itu. Ck ck! Kasihan sekali,"katanya dengan wajah pura-pura prihatin. Jika dirinya dihina oleh Aksa itu tidaklah mengapa, namun jika Aksa berani menghina ayahnya. Sungguh, jangan salahkan Shikha jika ia lepas kendali dan bisa saja melukai Aksa. "Kau!! Aku hanya diam selama ini, ketika kau terus menghinaku, namun kali ini aku
Ia masih terus berusaha melepaskan diri dengan sisa tenaganya dari tubuh Aksa yang mengunci tubuhnya. Namun, semakin Shikha mencoba akan sia-sia pula usahanya. "Semakin kau mencobanya, maka semakin sia-sia pula usahamu."kata Aksa, ia kembali mengusap wajah Shikha dengan sensual, membuat Shikha bergerak gelisah karena mendapat sentuhan jemari Aksa. "Jangan sentuh aku, Tuan Aksa!"pekik Shikha terus memberontak dalam kungkungan Aksa, sapuan jemari Aksa pada leher jenjangnya semakin menjadi-jadi. Teriakan wanita itu sama sekali tak didengar Aksa, menurutnya itu hanyalah sebuah perintah untuk terus menyentuh seluruh tubuh Shikha. "Mengapa aku tak boleh menyentuhmu seperti ini? Aku ini suami sah-Mu secara agama maupun negara,"kata Aksa, kenyataan itu benar adanya, meskipun Shikha berusaha keras membantahnya. "Bagian ini,"Aksa menyentuh kening Shikha. "Adalah milikku seorang,"katanya senang. "Bagian ini pula,"jemari telunjuk Aksa bergerak men
Carlos, pria berusia 23 tahun itu merupakan anak yatim piatu yang tinggal satu panti asuhan dengan Shikha, istrinya. Kedekatan mereka bermula, ketika Carlos yang tengah duduk sendiri di bangku taman dalam kondisi menangis, Shikha yang waktu itu telah selesai membuat cake coklat bersama ibu panti pun ikut duduk di samping Carlos. Shikha memberikan cake itu pada Carlos, anak perempuan yang sangat cantik, mata bulat hazel, hidungnya yang begitu mancung, serta pipinya yang bulat seperti kue bakpao itu terasa begitu menggemaskan dimata Carlos. Ia mulai menaruh hati pada Shikha, hingga usia mereka telah beranjak remaja, rasa yang muncul dari lubuk hati Carlos semakin membuncah, getaran serta sengatan yang berbeda saat Carlos berada di samping Shikha, semakin menggebu-gebu.Puncaknya, ketika usia Shikha genap 20 tahun. Carlos pikir itu usia yang tepat untuk melamar Shikha, waktu itu ia mengirim pesan pada Shikha untuk menemui dirinya di taman, taman yang dahulu menjadi tempat Shikha
Wanita itu duduk berpangku pada kedua kakinya yang ia tekuk, ingatan akan kejadian itu semakin menerbang tinggikan dirinya. Shikha menyentuh bibirnya, bibir yang sudah dilumat oleh Aksa, ia menepuknya secara perlahan, namun berulangkali. "Pria dingin itu telah merenggut sesuatu dariku, lihat saja. Jika ayah telah tiba, aku akan mengadukan hal gila Aksa kepada ayah,"gumam Shikha dengan tatapan lurus, namun Shikha menggeleng kuat beberapa saat, seakan teringat sesuatu. "Tidak! Jika ayah tahu, aku akan ditertawai olehnya. Bagaimanapun juga Aksa adalah suami sahku, jadi hal semacam itu sungguh wajar dilakukan bagi pasangan suami-istri seperti kami."kata Shikha seraya menghela nafas, yang telah terjadi hari ini, biaarlah berlalu. Shikha merogoh saku celananya, mencari alat penghubung komunikasi miliknya. Namun, hasilnya nihil, ia tak menemukannya. Ia berdiri, kemudian berusaha mengingat dimana ia meletakkan ponselnya itu. Shikha mengusap kasar wajahnya
Shikha masih membeku dengan mulut yang sedikit ternganga, antara percaya atau tidak yang jelas pria ini benar-benar suaminya, Aksa."Jika kau masih ingin membuka mulutmu seperti itu, aku pastikan akan ada binatang seperti serigala atau burung hantu yang akan tersedot olehmu,"segera saja Shikha tersadar oleh lelucon Aksa dan kembali memalingkan wajahnya."Mengapa mulutmu begitu lentur, jika sudah berurusan dengan yang namanya meledek seseorang?"Aksa mengedikkan bahu acuh, ia membuka pintu mobil milik Shikha kemudian menyeretnya keluar."Siapa yang memperbolehkanmu mengemudikan mobil dimalam hari? Lantas, ada urusan apa sehingga membuatmu melanggar aturan dariku."tanya Aksa runtut, ia menanti respon dari istrinya ini.Wanita itu menggigit bibirnya berdalih untuk menghilangkan rasa gugup, jemari mungil berhias cincin berlian itu meremat jaket berbulu domba dengan gusar, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia sungguh bingung harus mengatakan apa pada