Share

A BABY GIRL OF BILLIONAIRE
A BABY GIRL OF BILLIONAIRE
Penulis: Di_evil

1 - Hiburan Malam

"Hahh!" Rosen berseru dalam suara teredam karena wajah ditutup dengan kedua tangan.

"Menyebalkan sekali!" seru Rosen kembali. 

"Aku tahu kau sangat kesal. Aku pun kalau menjadi kau akan sangat emosi."

"Aku pasti sudah menampar pria itu dengan keras beberapa kali. Aku tidak peduli kalau dia adalah klien penting perusahan."

Rosen mengangguk-angguk. Gerakan kepala yang lemah saja. Lalu, tangan-tangannya disingkirkan dari wajah. 

Arah pandang langsung tertuju pada sang sahabat, yakni Varlon Lewis. Wanita itu tengah duduk di kursi seberang meja.

Varlon itu menampakkan ekspresi galak. Kontras dengan dirinya yang memasang raut cemberut dan kerucutan bibir.

Semarag apa pun sedang dirasakan Rosen, ia masih kalah dibanding Varlon dalam cara menunjukkan amarah yang meluap-luap.

Kemudian, Rosen menggeleng. Respons atas ucapan sang sahabat tadi. "Aku juga mau begitu. Menampar pria itu. Tapi ...."

"Tapi, kenapa? Kau takut dipecat? Dia pasti sudah mengancammu juga. Kurang ajar."

Kepala Rosen gelengkan lagi. "Entahlah. Aku malas membahas masalahku itu."

"Jadi, kita cari topik pembicaraan lain," usul Rosen. Ide tersebut dirasanya bagus.

"Tapi ...." Rosen menggantung ucapan.

"Tapi, kenapa?"

"Tapi, aku terus memikirkan perkataan klien itu. Walau, aku ingin melupakan."

"Dia bilang aku ini wanita yang kurang akan terlihat menarik karena aku kurang bisa berdandan. Padahal, badanku seksi."

"Cihh! Menghina sekali." Rosen mendadak emosi lagi. Dada pun panas kembali.

"Kau cantik. Kau menarik."

"Jangan jadikan omongan sialan klien kurang ajarmu itu sebagai sugesti buruk."

Rosen mengangguk. Nasihat sang sahabat akan didengar. Walau, kalimat pujian dari Varlon terdengar cukup berlebihan.

Bukan tak bermaksud tidak percaya jika parasnya cukup menawan. Tapi, dibanding dengan Varlon. Sudah jelas sahabatnya yang lebih unggul secara fisik.

Bukan rahasia lagi, banyak lawan jenis suka dengan Varlon. Mengincar sang sahabat.

Sedangkan, dirinya tidak begitu. Bisa mudah diingat dan juga dihitung, pria mana saja yang pernah mendekatinya.

Bahkan, hanya dua dari lima lawan jenis yang menunjukkan keseriusan hubungan dengan dirinya. Itu pun tak bertahan lama.

"Ayolah, Kawanku. Semangat!"

Rosen berupaya meniru senyuman Varlon seraya mengepalkan kedua tangan yang telah diangkat ke atas. Masih mengikuti apa tengah dilakukan oleh sang sahabat.

"Aku akan selalu semangat." Rosen pun menyahut dengan antusias cukup besar.

"Aku pasti bisa punya pasangan dan segera menyusulmu menikah." Rosen optimis.

"Haha. Kau harus menikah secepatnya! Aku akan mengenalkanmu ke beberapa teman suamiku. Bagaimana? Kau mau?"

Rosen yang baru saja meneguk tequilla ke dalam mulut, memberikan balasan berupa gelengan pada Varlon. Setelah ditelan, baru kemudian Rosen berniat menjawab.

"Tidak perlu." Diluncurkan kalimat tolakan dengan nada yang tegas.

"Aku bisa menemukan pria idamanku. Kau tidak perlu repot membantuku. Oke?"

Setelah mendapatkan anggukan paham dari Varlon, Rosen pun mengedarkan pandangan ke sekeliling bar. Ia tengah berupaya untuk mencari pria yang duduk sendiri tanpa ada wanita menemani. 

Hanya dibutuhkan waktu singkat bagi Rosen menyadari ada seorang pria tampan, dengan setelan jas hitam tengah duduk sendiri.

"Maafkan aku, Varlon. Aku ingin dekati orang itu. Jadi, kau bisa pulang sekarang." Rosen semakin antusias.

"Haha. Semoga kau berhasil. Dia pria yang tampan. Aku rasa dia juga kaya."

Rosen hanya membalas ucapan sahabatnya dengan anggukan. Lalu, ia bangun dari kursi sembari membawa botol tequilla dan juga gelas yang digunakannya untuk minum.

Rosen berjalan cepat ke meja, tempat si pria incaran berada. Tidak jauh darinya. Sekitar enam meter saja jarak harus dilaluinya.

Dalam hitungan yang tak sampai satu menit, Rosen sudah berdiri di hadapan pria itu.

"Apakah aku boleh bergabung?" tanyanya dengan sopan. Walau, dilanda kegugupan.

"Kalau kau dan aku sama-sama sendiri, kau boleh bergabung di sini bersamaku.

Rosen mengangguk mantap. "Iya begitulah kira-kira," jawabnya sedikit canggung.

"Siapa namamu?"

"Rosen Green. Kau sendiri siapa, Sir?"

"Ryder Davis. Ayo, bergabung denganku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status