Pov. Author*** Dengan berat hati dan rasa pusing yang melanda, terpaksa Dewi menerima kehadiran Pras dan mbak Widya.Bahkan Dewi sedikit tak enak hati saat mbak Widya menangis sesugukan. Mungkin kakaknya Pras ini tak menyangka bila Dewi sudah menikah lagi.Jujur saja mbak Widya juga masih berharap bila Dewi bisa menjadi iparnya kembali. Namun nasi sudah jadi bubur. Luka terlanjur menyakiti.Dewi tak ingin mengulang kisah dengan orang yang telah memberi rasa sakit yang begitu salam. Mungkin sekarang luka-luka itu perlahan sembuh. Namun kehadiran Satria patut diperhitungkan atas kesembuhan dari rasa sakit yang Dewi alami.“Mbak minta maaf sudah bikin kamu sakit hati begini.”“Mbak jangan begitu. Mbak nggak salah apa-apa. Mungkin saya dan mas Pras memang sudah tidak berjodoh.”Dewi semakin tak enak hati dengan suaminya yang duduk tepat di sampingnya.“Mbak benar-benar menyesal atas apa yang dulu Pras lakukan. Kamu tahu, Wi. Perempuan itu benar- benar ular. Bahkan ia jalan dan selingkuh
“Kau tak bertobat Aini!”Pras kembali mengunjungi Aini di rumah sakit sore ini. Kegalauannya atas kehamilan Dewi membuatnya ingat pada mantan istri kedua yang ia tolong beberapa hari yang lalu.Rupanya saat itu tak ada yang simpati dan kasihan pada keadaan Aini. Jadi Praslah yang menelpon ambulance dan menemaninya ke rumah sakit.Siapa pula yang ingin bersimpati pada pelakor. Bertemu lelaki beristri saat sudah sukses saja. Lalu hadir dengan menawarkan bi-rahi hanya untuk menikmati harta.Wajarlah istri-istri sah di luar sana banyak yang mengamuk sebrutal mungkin. Bahkan ada yang nekat menaburkan bubuk cabe pada wanita pelakor karna sakit hati yang harus ditanggung.“Aku butuh hidup dan makan, Mas. Kamu sendiri nggak bertanggung jawab padaku.”“Kamu sudah dengan Doni!”“Bahkan aku harus menggugurkan anaknya yang aku kandung, Mas!”“Astagfirulla! Kamu pernah hamil?”Dan Aini mengangguk. Ia pun tak menyangka bila Pras akan mengunjuginya sore ini.“Saya dari rumahnya Dewi kemarin. Dia jug
Pov. Author.Runtuh dunia Aini. Tubuh dan aset yang ia banggakan bisa menggaet lelaki mapan kini balik menghukum dirinya.Ia menangis berhari-hari tanpa ingin menyentuh jatah makanan yang diberikan untuknya.Bahkan kini Aini dipindahkan ke ruang perawatan khusus yang lebih mirip dengan ruangan isolasi.Tak ada satupun sanak saudara yang datang menjenguk. Tak juga para lelaki yang dulu memuja dirinya.Bahkan Pras yang kemarin masih sempat datang meminta maaf padanya, kini seolah tanpa kabar. Lelaki baik yang dulu ia rayu sedemikian rupa hingga membuat keluarganya berantakan kini tak ada kabar sama sekali. Bahkan mungkin sangat menyesal pernah tergoda untuk menikahi dirinya.“Maafkan aku, Dewi.”Parau suara Aini mengucap maaf itu. Bagaimana sekarang. Bagaimana caranya menemui Dewi dan memohon ampun pada kawan yang tega ia sakiti.Bukan hanya pada Dewi Aini ingin meminta maaf. Namun juga pada ayah dan ibunya yang sudah lama tiada.“Ibu harus rajin minum obatnya ya. Biar bisa sembuh.”Wal
Gerimis sore ini menguarkan bau tanah yang khas.Sabtu dan minggu adalah jadwal Dewi dan Satria mengunjungi rumah peninggalan mertuanya di desa.Hamparan padi yang mulai menguning membuat Dewi betah berlama-lama di desa kelahiran suaminya.Waktu berjalan begitu pantasnya. Sudah lima bulan saja kandungan Dewi.Segala macam rasa indah didapatkannya dari lelaki yang benar-benar meratukan dirinya.Dewi bersukur bisa sampai di titik ini. Mendapatkan suami yang baik, kehidupan ekonomi yang cukup juga pekerja yang jujur dan setia.Kini sudah bertambah karyawan di toko dan pengisian air galon milik mereka. Selain Esther yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, karyawan yang lain adalah remaja-rejama sekitar rumah mereka yang tak mampu melanjtkan sekolah.Asal bisa baca tulis dan sopan, Dewi dan Satria memberi kesempatan untuk bekerja pada mereka.Bahkan di toko sekarang ada dua pekerja laki-laki yang membantu Esther dan juga ada seorang pekerja baru untuk mengurus air galon.Satria cukup pand
Pov. Author*** “Kenapa terlambat sih pulangnya, Mas?” "Tadi banyak penumpang, Dek. Lumayan." Kejujuran Pras akan masa lalu rumah tangganya malah membuatnya berada dalam tekanan cemburu seorang istri.Arina Dahlia. Gadis muda yang rupanya semanis dan seelok bunga dahlia. Siapa sangka hatinya yang selemah lembut itu harus patah dan terluka di hari pernikahannya.“Mempelai pria lari bersama perempuan lain!”Seorang utusan yang diperintahkan untuk mengecek keadaan mempelai pria yang belum datang hingga hampir sore, membuat riuh ruang tamu sederhana di rumah orang tua Arina.Sebagai anak tunggal yang mandiri, tentu kaburnya Firman bersama wanita lain sangat melukai hati pak Majid dan bu Sartia. Sementara pak RT dan istrinya, bukan main malunya. Entah bagaimana rasanya. bagaimana menghadapi kemarahan keluarga pak Majid atau menanggung malu atas cibiran warga.Sementara pak Majid berusaha tenang, meredakan amarahnya dan rasa malunya. Tidak mungkin juga mengamuki pak RT yang cukup
Masa lalu benar- benar sudah Dewi tinggalkan jauh dibelakang sana. Tak ada lagi kisah dan cerita yang ia ingin ingat. Kebaikan suaminya membuatnya akhirnya tunduk dalam rasa cinta yang sempat ia tahankan untuk Satria. "Ada yang sakit, Sayang?" "Cuma rasa nggak enak, Mas karna pakai kateter ini." "Sabar." "Bu Dewi, dokter sudah menunggu di ruang operasi. Kita antar bu Dewi sekarang ya!" "Boleh suster. Tapi, apa saya boleh ditemani sama suami saya?" "Boleh-boleh. Ayo pak ikut kami. Nanti ganti baju di dalam ya!" Hari ini adalah hari terindah bagi Dewi dan Satria. Hari yang paling mereka nantikan dalam hidup. Setelah kecewa dan luka menemani perjalanan Dewi. Hari ini adalah bahagia yang menjadi balasan atas doa-doanya dalam sujud panjang pada sang pencipta. Pun dengan Satria. Ia bukan menikahi Dewi karna inginkan seorang penerus tapi ia menikahi Dewi karna rasa cinta dan ketulusan yang hadir di hatinya untuk perempuan bermata indah ini
Pov. Pras *** Kenapa harus Arina. Kenapa harus istri keduaku yang tak tahu apa-apa. Aku menangis melihat keadaan Rina yang hancur. Bukan saja karna luka fisik yang di deritanya, tapi juga luka batinnya atas kehilangan calon bayi kami. Aku yang salah. aku terlambat menjemput istriku. "Dek," kuelus kening dan merapikan anak rambut bidadari keduaku. Matanya bahkan masih erat terpejam. Jangan ditanya dengan kesedihan mertuaku. Sungguh aku merasa bersalah melihat tangisan mereka. Mengapa Rina juga harus menanggung. Tak cukupkah dengan karma yang kudapat. "Kamu istirahat dulu. Biar gantian sama mbak!" Mbak Widya yang kukabari tentang kecelakaan yang menimpa Rina, esoknya langsung datang. Ini pertama kalinya Mbak Widya melihat Rina secara langsung. Sehari-hari istri dan kakakku hanya bertatap muka lewat video call yang semakin canggih. Aku memang mengantuk tapi rasanya enggan meninggalkan Rina. Aku sungguh takut bila terjadi apa-apa d
Pov. Pras***Kupandangi wajah bocah lelaki itu. Sungguh perpaduan yang sempurna dari wajah kedua orang tuanya. Netra sendu Dewi jelas dimiliki putranya itu. Alis tajamnya tentu menurun dari ayahnya. Sudah lima tahun saja sejak kepergian istri keduaku. Arina. Aku memutuskan untuk kembali ke kota kelahiranku dan memilih tinggal di rumah peninggalan orang tuaku. Tentu saja kedua mantan mertuaku tak kulupakan begitu saja. setiap bulan aku selalu mengirimkan mereka uang belanja. ini bentuk baktiku pada orang tua Arina. "Menikahlah bila masih ada jodohmu, Nak. Kami tak apa. Sudah takdirnya Rina pergi dengan cara seperti itu." Kedua mertuaku tentu mengerti kondisiku. Namun setelah kebersamaan singkatku bersama Arina. Rasanya aku tak ingin lagi membuka hati. Pada Dewi aku mencinta, pada Arina aku pernah merasakan bahagia menjadi calon ayah. Ah, bukan. Ini pernikahan yang ketiga. Namun apakah boleh bila kucatat dalam memoriku sebagai pernikahan ke