Share

4. Sepenggal Kisah

Penulis: Rumi Cr
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-26 13:02:17

"Apakah Ghizra sudah bertemu Amalia?" bukannya salam yang terucap oleh Rahmat, melainkan pertanyaan yang membuat Sinta terheran.

"Papa ini, bukannya salam malah kasih pertanyaan aneh, ya jelas mereka sudah bertemulah. Orang Alia datangnya kemarin," jawab Sinta meraih tangan kanan suaminya untuk dicium.

Rahmat menghela napasnya, hal yang dikhawatirkan akhirnya terjadi.

Ghizra berjumpa kembali dengan Amalia, putri sahabatnya sekaligus wanita yang dicari Ghizra selama ini.

"Memangnya ada apa Pa?"

Rahmat tidak menjawab pertanyaan istrinya, hanya mampu menggelengkan kepala. Ia berjalan perlahan menuju kamar. Untuk membersihkan diri dari rasa pengat perjalanan.

🌻🌻🌻🌻

Ghizra merapikan beberapa berkas yang telah diperiksa dan ditanda-tangani. Dia menunduk meraih handel laci, menariknya. Nampak kotak perhiasan berbentuk hati warna merah maron dari dalam laci itu. Diambilnya kotak itu, kemudian dibuka perlahan hingga nampak cicin bertahta berlian di dalamnya. Terukir nama Amalia Uzhma dalam cincin itu.

"Ini cincin berikan kepada menantu mama. Sebagai tanda maaf kami, karena memintamu bertahan di sini selama dua tahun ini," pesan Kulsum, mamanya kala itu.

Ghizra mendesah, andai dia bersabar sedikit lagi pasti cincin yang dipegangnya itu tersemat di jari manis Amalia.

Semalam Syaiba mengatakan, saudara angkat yang diceritakan selama ini kepadanya adalah Amalia Uzma. Amalia tinggal bersama keluarganya sejak 5 tahun yang lalu. Selebihnya rasa penasaran Ghizra tentang keberadaan Amalia di rumah keluarga Santosa masih disimpannya. Ia tidak mau istrinya curiga saat dirinya mengorek keterangan mendalam mengenai perempuan yang masih berusaha ia lupakan itu.

Namun, mengetahui kenyataan Amalia dan Hilmy bukan pasangan suami istri membuatnya terkejut. Dapat disimpulkan dirinya telah salah menyimpulkan penglihatannya lebaran kemarin.

🌹🌹🌹🌹

Ghizra mengingat kembali awal pertemuannya dengan Amalia. Mereka pertama kali bertemu di masjid tempat Amalia mengajar TPA. Kala itu Ghizra bertujuh dengan rekannya mencari kontrakan selama PKL di kecamatan Simbat.

Amalia yang menunjukkan jalan pintas menuju proyek yang akan mereka tangani saat PKL dulu. Bahkan Ali, ayahnya Amalia menawarkan rumah lama mereka untuk tempat tinggal Ghizra bersama enam temannya.

Mereka bertujuh cepat mengakrabkan diri dengan tetangga sekitarnya. Tak jarang, tetangga bergiliran memasakan sayur untuk para Mahasiswa yang tugas PKL itu.

"Akankah, kutukan anak PKL itu berlaku untuk regu kita, ya," goda Farhan dengan anggukan kepala mengarah ke Ghizra.

Haidar, Akif, Ibam, Hari dan Lutfy bersama tergelak dalam tawa.

"Biasanya tuh, romansa pak guru dengan muridnya yang paling cakep. Ehlah, ini kontraktor sama yang punya kontrakan," ujar Haidar kemudian.

"Coba lihat Lutfy tuh, enggak mau rugi ... gandeng sana-sini kek playboy cap kapal terbang."

"Halah, cinta hanya sesaat kok, habis ini palingan pada lupa," tanggap Lutfy enteng. "Sebenarnya, mau kecengi tuan putri tapi dah kalah pamor sama ketua kita," aku Lutfy membuat Ghizra membeliakan mata tak terima.

"Awas saja, kamu macam-macam sama Alia."

Ghizra mengacungkan kepalan ke arah Lutfy, membuat teman-teman saling lirik kembali tertawa pada akhirnya.

Usai menjalani PKL selama tiga bulan, Ghizra bersama rombongan temannya kembali ke kampus mereka menjalani rutintas sebagai mahasiswa serta menuntaskan tugas akhir.

🌹🌹🌹🌹

Berawal dari rasa kagum dengan sosok mandiri Amalia, membuat Ghizra berani menyampaikan keinginan meminang gadis itu kepada Ali. Tanpa disangka, dirinya diminta menikahi Amalia saat itu juga.

Saat menelpon orangtuanya di Jambi, mereka juga tidak keberatan kalau putra sulung keluarga Arsyad tersebut melangsungkan pernikahan secara agama dengan Amalia lebih dahulu. Pertimbangan kedua keluarga setelah Amalia lulus akan digelar pesta sekaligus meresmikan pernikahan antara Ghizra dan Amalia.

Selama tinggal di keluarga Ali sebagai suami Amalia, Ghizra diperlakukan sangat baik oleh mertuanya. Bahkan dipercaya menggantikan mengajar ngaji kelompok ibu-ibu yasinan saat mertuanya diklat di Malang selama tiga hari.

Tiga hari ditinggal mertua, membuat Ghizra tidak sungkan menyempurnakan diri sebagai suami Amalia. Dunia serasa milik mereka berdua, yang lain serasa numpang pokoknya.

Niat awal meminta, terwujud dengan memiliki. Hal itu membuat Ghizra enggan meninggalkan Amalia. Namun, tugas-tugas di kampus wajib di selesaikan. Seminggu lebih dirinya absen dari bangku perkuliahan.

Qadarullah saat perjalanan Ponorogo-Surabaya, dirinya mendapat telpon dari bibinya. Mobil yang ditumpangi keluarganya mengalami kecelakaan saat mengunjungi sang nenek di Padang.

Ghizra langsung memesan tiket pesawat penerbangan ke Padang saat itu juga. Untuk memastikan keadaan keluarganya yang dirawat di rumah sakit.

Di masa itu, ponsel merupakan barang yang langka. Lebih familiar telepon rumah. Sayangnya baik telepon rumah, Ali belum memilikinya. Mau berkirim kabar lewat surat, alamat lengkap kediaman mertuanya Ghizra tidak tahu. Karena lokasi proyek lumayan jauh dari tempat mereka mengontrak rumah kala itu.

🌹🌹🌹🌹

Dua tahun dari pernikahan Ghizra dan Amalia. Ghizra menyambangi kediaman Ali. Namun, sesampainya di sana. Rumah itu kosong, tanpa penghuni. Hanya diamanahkan tetangga sebelah rumah untuk membersihkan dan menyalakan lampu saat malam hari.

Menurut cerita tetangga yang menjadi saksi pernikahannya waktu itu. Ayah Amalia telah meninggal dan istrinya tinggal di Surabaya.

Tahun berikutnya pun, tetap kosong, hingga lebaran di tahun ke-4 pernikahnya. Ghizra mendapati rumah mertuanya itu dipakai untuk sekolah tahfidz anak-anak balita dan usia TK.

Ghizra meninggalkan nomer HP-nya kepada pasangan muda yang diamanahkan mengelola tahfidz di rumah Amalia. Dia meminta tolong untuk diberikan kepada Amalia jika pulang ke rumahnya.

Setelahnya per empat bulan sekali Ghizra mengunjungi rumah tahfidz tersebut. Besar harapannya untuk bersua dengan Amalia. Ia pun selalu menyempatkan ke makam Ali mertuanya untuk mendoakan dan meminta maaf karena tidak bisa menjaga amanah. Yakni menjadi suami yang baik untuk Amalia.

Hingga lebaran tahun lalu, di bulan Agustus. Saat dia menyambangi makam Ali, juru kunci makam memberitahu ada pasangan muda berdoa di makam Ali. Bergegas Ghizra memacu Kawasaki Ninjanya mengejar mobil merah yang ia yakini ada Amalia di dalamnya.

Saat hampir putus asa karena merasa kehilangan jejak. Tetiba pandangannya tertuju pada wanita berhijab yang keluar dari mushola di SPBU kota Madiun. Saat itu, ia sedang mengantre mengisi bahan bakar untuk kuda besinya.

"Alia!" seru Ghizra tertahan, sambil menunggu antrean motornya terisi bahan bakar ia mengamati sosok wanita yang amat dirindukannya itu.

Setelah selesai membayar BBM. Ghizra pelan mengarahkan motornya ke depan mushola. Ketika hendak menstandartkan tunggangannya, saat itulah nampak seorang pria menghampiri Amalia bersama bayi yang menangis dalam pelukannya.

Bayi tersebut diberikan kepada Amalia. Tak menunggu lama, bayi itu akhirnya terdiam dan tertawa. Membuat Amalia dan pria yang

bersamanya saling melempar senyum bahagia.

Gambaran keluarga kecil yang sempurna menurut penglihatan Ghizra Arsyad. "Rupanya, engkau telah menemukan kebahagiaan Alia," gumamnya dengan mata berkaca.

Dengan perasaan hancur Ghizra melajukan tunggangannya melanjutkan perjalanan. Tanpa menoleh ke belakang lagi.

Next ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   61. Kita Cari Pahala, Yuk!

    Pembelian rumah telah disahkan oleh pihak notaris. Mengenai pembayaran, saat Kakek Rahmat hendak membayar untuk mereka. Kanzu menolak secara halus."Rumah yang kami tempati ini, biarlah menjadi tanggungjawab saya sebagai kelapa rumah tangga, Kek. Bukankah, sudah menjadi kewajiban saya menyediakan sandang, pangan dan papan untuk mereka.""Kakek bangga padamu, Kanzu. Seperti inilah, ayahmu dulu. Sangat bertanggungjawab dengan keluarganya. Kakek tenang, Saka dalam pengasuhan kalian berdua. Semua Kanaya mendapatkan jodoh sebaik kamu dan ayahnya," ungkap Kakek Rahmat dengan mata berkaca."Andai dia mengatakan siapa pria yang bertanggungjawab atas kelahiran Saka. Kakek ingin menemui pria itu, jika memang mereka dulu melakukan atas dasar suka. Kakek ingin mereka berdua menikah."Pasti kamu tahu, beban mental yang ditanggung olehnya bila dinikahi selain pria itu. Orang melihat dia sebagai gadis baik, dari keluarga baik. Tetapi, tidak bisa menjaga kehormat

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Terserah

    Peristiwa penculikan Wafa, sengaja tidak dibahas lebih lanjut. Bahkan saat Bu Syaiba dan Kakek Rahmat mampir berkunjung ketika kembali dari Swiss di hari Ahad, mereka tidak diberitahu mengenai musibah yang menimpa Wafa.Walaupun Bu Ambar pada akhirnya tahu oleh Pak Basir, ayah Mahesa sendiri. Karena penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib pada kasus kriminal yang dilakukan anak bungsunya itu. Kakek Rahmat dan Bu Syaiba sengaja singgah ke apartemen Kanzu untuk melihat Saka. Melihat sang cucunya gembira tinggal bersama orang tuanya membuat hati Bu Syaiba tenang."Saka sepertinya nyaman tinggal bersama kalian. Bunda titip dia, ya ... di sini dia mendapatkan kasih sayang utuh dari kedua orangtuanya. Walaupun kalian berdua bukan orangtua kandungnya," ungkap Bu Syaiba dengan wajah sendunya."Bunda jangan berbicara seperti itu, nyatanya antara saya dan Saka masih terhubung pertalian darah yang sama. Darah Ayah Ghizra. Dan sudah menjadi kewajiban

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Maafkan Mas

    Kanzu menatap wajah Mahesa dan Ibam yang telah dibuatnya babak belur. Bahkan ia larang Leo dan Satria turut menghajar dua pria di hadapannya itu."Ini pertama dan terakhir kali, kau menyentuh keluargaku, Mahesa." Kembali Kanzu melayangkan pukulan ke wajah Mahesa. "Leo, bawa kemari koper itu," pinta Kanzu pada Leo yang di sebelahnya teronggok tas berisi uang yang berhasil dirampasnya dari kawan preman tadi.Kanzu membuka retsleting koper, lantas tangannya mencakup penuh gepokan uang ratusan ribu dari dalam koper itu."Hanya karena ini, kamu tega berlaku keji pada saudaramu, Mahesa." Kanzu melempar gepokan uang ke arah Mahesa. Mungkin ada sepuluh gepok yang ia lempar ke tubuh pria itu."Polisi sebentar lagi tiba, Kanzu. Kamu segera jemput Wafa saja. Kita yang akan urus mereka di sini," ujar Leo mencoba menenangkan sahabatnya."Iya, tolong urus mereka untukku, Leo. Satria terima kasih, sudah membantuku."Satria menganggukk

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Jangan Menguji Kesabaranku

    Setibanya di stasiun Kanzu segera menemui Ibam. Tidak nampak Mahesa ikut serta. Apakah tebakkannya salah. Karena kalau hanya berdasarkan nomer Mahesa tidak bisa dijadikan bukti yang kuat.Sekarang ini, nomer mati karena tak lama kita isi pulsa. Lantas kita memilih membeli nomer baru. Nomer mati milik kita dulu, akan diterbitkan lagi menjadi kartu baru. Bukankah kemungkinan akan dibeli orang lain dan akan digunakan."Mana istriku?" tanya Kanzu melempar tas berisi uang dua milyar ke arah Ibam."Dia sudah kami bebaskan. Sebentar lagi, pasti sudah sampai rumah.""Jangan bercanda! Kalian sudah mendapatkan uangnya. Kenapa istriku tidak ada di sini?" tanya Kanzu geram.Ibam menyeringai, diambilnya tas yang dilempar Kanzu lalu membukanya. Nampak tumpukan uang merah berbendel di dalamnya. "Kita bukan orang bodoh, Bro. Kalau kami membawa istrimu, dan kamu menyerahkan uang ini. Bisa menjadi bukti, bila tertangkap tangan sebagai kasus pemerasan.

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Tidak ada jejak

    Kanzu memperhatikan jam di dinding kantin dengan cemas, di depannya duduk Leo dan Satria. "Uang sudah siap, kenapa dia tidak menghubungi kita lagi," ucap Kanzu gelisah.Masalah uang senilai dua milyar tadi langsung diselesaikan oleh Pak Faiz dan Ryan. Kanzu tinggal mengganti setelah Wafa kembali ke pelukannya dengan selamat."Tenanglah, Kanzu. Aku yakin, mereka tidak mungkin berani menyakiti Wafa," ujar Leo menenangkan sahabatnya. Satria yang duduk di samping Leo, memperhatikan ponsel milik Wafa. Ia pun sudah menghubungi Kirana. Satria meminta tolong pada wanita itu, melacak keberadaan preman yang menyekap Wafa."Tidak ada jejak sama sekali. Apakah kita hanya bisa menunggu telepon dari penculik saja," ujar Kanzu geram seraya memukulkan tinju pada pahanya."Kenapa aku berpikir yang melakukan ini, bukan orang asing. Tetapi, yang sudah mengenal Wafa. Bukankah, tas Wafa diletakkan di teras samping tadi. Pastilah dia tahu, Wafa bers

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Dua Milyar

    Derap langkah dari beberapa kaki yang menapaki lantai kayu tua semakin lama semakin mendekat. Suara langkah-langkah itu berat, berirama, seolah mengisyaratkan keberadaan lebih dari satu orang. Jantung Wafa berdetak tak karuan. Ia hanya bisa menebak-nebak, sebab matanya tertutup kain yang diikat sangat rapat, dan mulutnya dibungkam dengan lakban. Rasa takut dan cemas merayap di seluruh tubuhnya. Ia tahu dirinya berada di sebuah ruangan gelap dan pengap. Bau apek, debu, dan lembap menekan indra penciumannya. Wafa duduk di lantai dingin, dengan kaki dan tangan diikat jadi satu. Ikatan tali itu terasa sangat kencang, membuat pergelangan tangan dan kakinya kebas. Sejak sadar, ia sudah berusaha sekuat tenaga melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya. Gesekan tali pada kulitnya membuat tangannya lecet dan perih, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya ia menyerah karena rasa dahaga dan lapar yang amat sangat. Tidak ada yang memberinya makan dan minum. Ia harus menjaga diri agar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status