"Apakah Ghizra sudah bertemu Amalia?" bukannya salam yang terucap oleh Rahmat, melainkan pertanyaan yang membuat Sinta terheran.
"Papa ini, bukannya salam malah kasih pertanyaan aneh, ya jelas mereka sudah bertemulah. Orang Alia datangnya kemarin," jawab Sinta meraih tangan kanan suaminya untuk dicium. Rahmat menghela napasnya, hal yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Ghizra berjumpa kembali dengan Amalia, putri sahabatnya sekaligus wanita yang dicari Ghizra selama ini. "Memangnya ada apa Pa?" Rahmat tidak menjawab pertanyaan istrinya, hanya mampu menggelengkan kepala. Ia berjalan perlahan menuju kamar. Untuk membersihkan diri dari rasa pengat perjalanan. 🌻🌻🌻🌻 Ghizra merapikan beberapa berkas yang telah diperiksa dan ditanda-tangani. Dia menunduk meraih handel laci, menariknya. Nampak kotak perhiasan berbentuk hati warna merah maron dari dalam laci itu. Diambilnya kotak itu, kemudian dibuka perlahan hingga nampak cicin bertahta berlian di dalamnya. Terukir nama Amalia Uzhma dalam cincin itu. "Ini cincin berikan kepada menantu mama. Sebagai tanda maaf kami, karena memintamu bertahan di sini selama dua tahun ini," pesan Kulsum, mamanya kala itu. Ghizra mendesah, andai dia bersabar sedikit lagi pasti cincin yang dipegangnya itu tersemat di jari manis Amalia. Semalam Syaiba mengatakan, saudara angkat yang diceritakan selama ini kepadanya adalah Amalia Uzma. Amalia tinggal bersama keluarganya sejak 5 tahun yang lalu. Selebihnya rasa penasaran Ghizra tentang keberadaan Amalia di rumah keluarga Santosa masih disimpannya. Ia tidak mau istrinya curiga saat dirinya mengorek keterangan mendalam mengenai perempuan yang masih berusaha ia lupakan itu. Namun, mengetahui kenyataan Amalia dan Hilmy bukan pasangan suami istri membuatnya terkejut. Dapat disimpulkan dirinya telah salah menyimpulkan penglihatannya lebaran kemarin. 🌹🌹🌹🌹 Ghizra mengingat kembali awal pertemuannya dengan Amalia. Mereka pertama kali bertemu di masjid tempat Amalia mengajar TPA. Kala itu Ghizra bertujuh dengan rekannya mencari kontrakan selama PKL di kecamatan Simbat. Amalia yang menunjukkan jalan pintas menuju proyek yang akan mereka tangani saat PKL dulu. Bahkan Ali, ayahnya Amalia menawarkan rumah lama mereka untuk tempat tinggal Ghizra bersama enam temannya. Mereka bertujuh cepat mengakrabkan diri dengan tetangga sekitarnya. Tak jarang, tetangga bergiliran memasakan sayur untuk para Mahasiswa yang tugas PKL itu. "Akankah, kutukan anak PKL itu berlaku untuk regu kita, ya," goda Farhan dengan anggukan kepala mengarah ke Ghizra. Haidar, Akif, Ibam, Hari dan Lutfy bersama tergelak dalam tawa. "Biasanya tuh, romansa pak guru dengan muridnya yang paling cakep. Ehlah, ini kontraktor sama yang punya kontrakan," ujar Haidar kemudian. "Coba lihat Lutfy tuh, enggak mau rugi ... gandeng sana-sini kek playboy cap kapal terbang." "Halah, cinta hanya sesaat kok, habis ini palingan pada lupa," tanggap Lutfy enteng. "Sebenarnya, mau kecengi tuan putri tapi dah kalah pamor sama ketua kita," aku Lutfy membuat Ghizra membeliakan mata tak terima. "Awas saja, kamu macam-macam sama Alia." Ghizra mengacungkan kepalan ke arah Lutfy, membuat teman-teman saling lirik kembali tertawa pada akhirnya. Usai menjalani PKL selama tiga bulan, Ghizra bersama rombongan temannya kembali ke kampus mereka menjalani rutintas sebagai mahasiswa serta menuntaskan tugas akhir. 🌹🌹🌹🌹 Berawal dari rasa kagum dengan sosok mandiri Amalia, membuat Ghizra berani menyampaikan keinginan meminang gadis itu kepada Ali. Tanpa disangka, dirinya diminta menikahi Amalia saat itu juga. Saat menelpon orangtuanya di Jambi, mereka juga tidak keberatan kalau putra sulung keluarga Arsyad tersebut melangsungkan pernikahan secara agama dengan Amalia lebih dahulu. Pertimbangan kedua keluarga setelah Amalia lulus akan digelar pesta sekaligus meresmikan pernikahan antara Ghizra dan Amalia. Selama tinggal di keluarga Ali sebagai suami Amalia, Ghizra diperlakukan sangat baik oleh mertuanya. Bahkan dipercaya menggantikan mengajar ngaji kelompok ibu-ibu yasinan saat mertuanya diklat di Malang selama tiga hari. Tiga hari ditinggal mertua, membuat Ghizra tidak sungkan menyempurnakan diri sebagai suami Amalia. Dunia serasa milik mereka berdua, yang lain serasa numpang pokoknya. Niat awal meminta, terwujud dengan memiliki. Hal itu membuat Ghizra enggan meninggalkan Amalia. Namun, tugas-tugas di kampus wajib di selesaikan. Seminggu lebih dirinya absen dari bangku perkuliahan. Qadarullah saat perjalanan Ponorogo-Surabaya, dirinya mendapat telpon dari bibinya. Mobil yang ditumpangi keluarganya mengalami kecelakaan saat mengunjungi sang nenek di Padang. Ghizra langsung memesan tiket pesawat penerbangan ke Padang saat itu juga. Untuk memastikan keadaan keluarganya yang dirawat di rumah sakit. Di masa itu, ponsel merupakan barang yang langka. Lebih familiar telepon rumah. Sayangnya baik telepon rumah, Ali belum memilikinya. Mau berkirim kabar lewat surat, alamat lengkap kediaman mertuanya Ghizra tidak tahu. Karena lokasi proyek lumayan jauh dari tempat mereka mengontrak rumah kala itu. 🌹🌹🌹🌹 Dua tahun dari pernikahan Ghizra dan Amalia. Ghizra menyambangi kediaman Ali. Namun, sesampainya di sana. Rumah itu kosong, tanpa penghuni. Hanya diamanahkan tetangga sebelah rumah untuk membersihkan dan menyalakan lampu saat malam hari. Menurut cerita tetangga yang menjadi saksi pernikahannya waktu itu. Ayah Amalia telah meninggal dan istrinya tinggal di Surabaya. Tahun berikutnya pun, tetap kosong, hingga lebaran di tahun ke-4 pernikahnya. Ghizra mendapati rumah mertuanya itu dipakai untuk sekolah tahfidz anak-anak balita dan usia TK. Ghizra meninggalkan nomer HP-nya kepada pasangan muda yang diamanahkan mengelola tahfidz di rumah Amalia. Dia meminta tolong untuk diberikan kepada Amalia jika pulang ke rumahnya. Setelahnya per empat bulan sekali Ghizra mengunjungi rumah tahfidz tersebut. Besar harapannya untuk bersua dengan Amalia. Ia pun selalu menyempatkan ke makam Ali mertuanya untuk mendoakan dan meminta maaf karena tidak bisa menjaga amanah. Yakni menjadi suami yang baik untuk Amalia. Hingga lebaran tahun lalu, di bulan Agustus. Saat dia menyambangi makam Ali, juru kunci makam memberitahu ada pasangan muda berdoa di makam Ali. Bergegas Ghizra memacu Kawasaki Ninjanya mengejar mobil merah yang ia yakini ada Amalia di dalamnya. Saat hampir putus asa karena merasa kehilangan jejak. Tetiba pandangannya tertuju pada wanita berhijab yang keluar dari mushola di SPBU kota Madiun. Saat itu, ia sedang mengantre mengisi bahan bakar untuk kuda besinya. "Alia!" seru Ghizra tertahan, sambil menunggu antrean motornya terisi bahan bakar ia mengamati sosok wanita yang amat dirindukannya itu. Setelah selesai membayar BBM. Ghizra pelan mengarahkan motornya ke depan mushola. Ketika hendak menstandartkan tunggangannya, saat itulah nampak seorang pria menghampiri Amalia bersama bayi yang menangis dalam pelukannya. Bayi tersebut diberikan kepada Amalia. Tak menunggu lama, bayi itu akhirnya terdiam dan tertawa. Membuat Amalia dan pria yang bersamanya saling melempar senyum bahagia. Gambaran keluarga kecil yang sempurna menurut penglihatan Ghizra Arsyad. "Rupanya, engkau telah menemukan kebahagiaan Alia," gumamnya dengan mata berkaca. Dengan perasaan hancur Ghizra melajukan tunggangannya melanjutkan perjalanan. Tanpa menoleh ke belakang lagi. Next ..."Maksudmu, kamu menginginkan keduanya sebagai istrimu. Jangan serakah Ghizra!" bentak Rahmat tidak terima. 'Apakah, anda sedang akting bapak mertua, kenapa dibahas ini dengan Alia'Ghizra menyeringai mendengar mertuanya emosi dengan ucapannya barusan."Papa sendiri 'kan, yang menginginkan saya beristri dua. Harusnya waktu tahu lembaran catatan nikah kami. Papa bisa mencegah saya menikahi Syaiba," balasan Ghizra membuat Amalia terkejut.Rahmat pun tidak menyangka dengan ucapan menantunya itu. Ditatapnya tajam Ghizra penuh amarah."Maksudnya ini, bagaimana Papa?" tanya Amalia ragu akan dugaan di pikirannya."Sebulan sebelum kami menikah, Papa tahu bahwa Mas adalah suamimu. Mas diminta menyembunyikan semua ini dari Syaiba. Bahkan, saat pertama kalinya Papa mengatakan bahwa Syaiba menyukai Mas Ghizra. Mas mengatakan dengan jujur bahwa Mas adalah pria beristri." Amalia terhenyak tak percaya dengan kejujuran Ghizra. Rahmat memandang kedua orang di depannya silih berganti."Cukup, Ghizra!
Amalia sampai di kediaman Santosa, setengah jam sebelum Ghizra memasuki gerbang rumah keluarga istrinya itu."Wah, Ayah sudah datang!" seru Kanzu gembira sembari meloncat dari tempat duduknya. Nampak olehnya mainan pesawat di tangan kanan Ayah kandungnya itu.Ghizra tersenyum menghampiri keluarga Syaiba yang berkumpul di teras rumah. Ada kedua mertuanya dan mbok Amin yang membawa sepiring nasi dan lauknya untuk disuapkan ke Kanzu. Mainan pesawat yang dibawanya tadi, telah berpindah tangan ke anaknya."Syaiba mana, Ma?" tanya Ghizra usai salim ke Sinta dan mengelus kepala Kanzu."Biasalah, lagi seru berkisah dengan Amalia. Setengah jaman lalu dia juga baru sampai," jawab Sinta.Ghizra tersenyum seraya melirik ke Rahmat yang memperhatikannya dari tadi dengan penuh selidik, padahal dirinya sudah tahu Ghizra pergi ke Ponorogo untuk menemui Amalia."Ya, sudah. Saya masuk dulu ya Ma, Pa ...." pamit Ghizra menganggukkan kepala meninggalkan mertuanya masuk ke rumah.🌻🌻🌻Melewati kamar tamu
Tak terasa masa cuti Amalia akan berakhir dua hari lagi. Sepuluh hari telah dia lewati di rumah mendiang Ayahnya ini. Ia membantu mengajar mengaji dan calistung untuk anak-anak yang bersekolah di Griya Qur'an.Amalia sengaja tidak mengaktifkan ponselnya selama sepuluh harian ini. Karena, tidak ingin mendengar rajukan Kanzu dan Syaiba yang memintanya pulang.Pagi itu, ketika Amalia mengeluarkan motor maticnya ada mobil fortuner hitam plat L memasuki halaman masjid yang berada di seberang gang jalan rumahnya. Sosok pria tampan memakai kacamata hitam membuka pintu depan, memandang ke arahnya."Mas Ghizra," gumam Alia tak percaya. Saat pandangan keduanya berserobok.Anin istri Hafidz telah bercerita banyak mengenai Ghizra yang mencarinya. Dari cerita mereka berdua, Amalia tahu Ghizra tidak lupa akan dirinya, hanya tinggal menunggu penjelasannya kenapa dia menikahi Syaiba.🌻🌻🌻🌻Amalia mempersilakan Ghizra di gasebo pojok halaman rumahnya."Belum ada setahun enggak ke sini. Banyak yang
"Ghizra nanti dari masjid kita jalan sebentar," pinta Rahmat pada menantunya.Kelima anggota keluarga Santosa menghentikan aktifitas makan malam saat mendengar permintaan Rahmat barusan. Semua mata tertuju pada Rahmat kemudian beralih ke Ghizra.Ghizra menanggapi dengan anggukan, karena memang ada hal yang mesti dia bicarakan berdua dengan Papa Syaiba itu.Syaiba memandang Sinta, sang mama menaikkan kedua bahunya sembari melanjutkan suapan ke mulutnya.***Rr***Selesai menunaikan jamaah salat Isya di masjid, yang letaknya berseberangan dengan gerbang masuk perumahan Jayabaya. Ghizra melajukan motor mengikuti arahan mertuanya menuju kafe terdekat.Memesan menu roti bakar, pastel dan secangkir teh tawar mereka berdua beriringan menuju pojok kafe. Memilih tempat sunyi yang enak untuk ngobrol.Ghizra memperhatikan sejenak wajah mertuanya, sama seperti dirinya mungkin banyak yang ingin diutarakan."Sudah bertemu dengan Alia?" tanya Rahmat membuka obrolan."Iya, sudah. Kenapa Anda tega memb
"Apakah Ghizra sudah bertemu Amalia?" bukannya salam yang terucap oleh Rahmat, melainkan pertanyaan yang membuat Sinta terheran."Papa ini, bukannya salam malah kasih pertanyaan aneh, ya jelas mereka sudah bertemulah. Orang Alia datangnya kemarin," jawab Sinta meraih tangan kanan suaminya untuk dicium.Rahmat menghela napasnya, hal yang dikhawatirkan akhirnya terjadi.Ghizra berjumpa kembali dengan Amalia, putri sahabatnya sekaligus wanita yang dicari Ghizra selama ini."Memangnya ada apa Pa?"Rahmat tidak menjawab pertanyaan istrinya, hanya mampu menggelengkan kepala. Ia berjalan perlahan menuju kamar. Untuk membersihkan diri dari rasa pengat perjalanan.🌻🌻🌻🌻Ghizra merapikan beberapa berkas yang telah diperiksa dan ditanda-tangani. Dia menunduk meraih handel laci, menariknya. Nampak kotak perhiasan berbentuk hati warna merah maron dari dalam laci itu. Diambilnya kotak itu, kemudian dibuka perlahan hingga nampak cicin bertahta berlian di dalamnya. Terukir nama Amalia Uzhma dalam
"Semoga mereka berjodoh ya, Ma," celutuk Syaiba mengundang tanda tanya Ghizra. "Jadi, mereka belum menikah?" tanya Ghizra nampak terkejut. Syaiba memandang suaminya dengan tatapan aneh. "Jadi, mereka belum menikah?" Syaiba mengulang pertanyaan suaminya. "Iya, mereka?" "Mas, kenal Alia dan mas Hilmy?" Syaiba penuh selidik memandang Ghizra. Ghizra seperti tersadar, saat menikahi Syaiba ia tidak memberitahu tentang Amalia. "Ayo, Sholih, kita berangkat!" ajak Ghizra meraih tangan kanan Kanzu yang berdiri di antara Mbok Amin dan mertuanya. Sengaja ia melakukan itu, untuk mengalihkan pertanyaan istrinya. "Mas Ghizra berhutang penjelasan padaku," ucap Syaiba seraya meraih tangan Ghizra untuk diciumnya. Ghizra tersenyum tipis, mendekatkan kepala istrinya untuk dikecup keningnya. Saat ini lebih baik segera mengantar Kanzu ke sekolah, kemudian langsung menuju ke kantornya. 🌻🌻🌻 "Mas Hilmy tahu darimana, saya ada di rumah dan mau pergi pagi ini?" tanya Amalia saat Hilmy tela