Share

2

Mobil yang ditumpangi Zayn berhenti tepat di halaman sebuah rumah sakit ternama. Lelaki itu kemudian melangkahkan kakinya keluar dari limiso hitamnya setelah pintu mobilnya dibukakan oleh supir. sudah Lelaki itu duga jika Ia akan mendapatkan sambutan dari para dokter dan perawat di rumah sakit yang bernaung di bawah perusahaannya itu. Terlihat para dokter maupun perawat tersenyum ramah kepadanya, sama seperti halnya sambutan para karyawan kantornya tadi pagi. Tak hanya itu, Zayn juga merasa jika para pekerja wanita di sana sengaja berdandan berlebihan. Dimana hal itu malah membuatnya merasa muak sendiri. Wanita dengan lelaki kaya, huh! 

Zy Hospital. Merupakan salah satu rumah sakit swasta milik perusahaannya. Merupakan rumah sakit terbaik di Negeri ini. Rumah sakit yang memiliki kelengkapan dari segi medisnya itu merupakan salah satu aset Zy group. Zayn tak pernah segan-segan mendatangkan kelengkapan alat-alat medis dari luar negeri hanya agar rumah sakitnya menjadi rumah sakit terbaik. Tak hanya orang dalam negeri yang berobat di rumah sakitnya ini, banyak orang dari luar negeripun yang datang karena memang nama dan reputasi rumah sakitnya ini yang sudah sangat dikenal baik. 

"Pak Zayn, apa kabar, Pak?" tanya seorang dokter laki-laki paruh baya yang merupakan pimpinan dari para dokter di rumah sakit itu. 

Zayn tentu tahu jika itu hanyalah sebuah basa-basi saja bentuk kesopanan kepadanya. Maka yang dia berikan hanyalah deheman singkat. 

Memaklumi tabiat dari sang bos yang memang tak suka berbasa-basi, maka dokter paruh baya itu hanya tersenyum tipis. "Mari, Pak," kembali dokter itu berujar. Melangkah menuntun Zayn, masuk ke dalam rumah sakit. 

Seperti biasanya. Zayn selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi setiap tempat yang masih bernaung di bawah naungan perusahaannya. Lelaki itu selalu meninjau secara langsung sekedar kepuasan untuk dirinya sendiri. Memastikan secara langsung kinerja para karyawannya. 

Maka bukan rahasia umum lagi untuk para dokter maupun perawat jika tiba-tiba saja Zayn datang berkunjung. Bahkan banyak diantara mereka yang malah senang karena mampu melihat sosok atasannya yang tampan dan berkharisma itu. Walaupun yang mereka sesali adalah sikap atasannya itu yang terlalu dingin dan tak tersentuh. Membuat para perawat cantik juga muda patah hati karena tak dilirik sama sekali oleh sosok Zayn Braham, sang CEO Zy Group. 

"Saya senang saat mendengar kabar bahwa Bapak akan berkunjung," Dokter itu kembali berucap di belakang Zayn. 

Zayn tak sama sekali menoleh. "Seperti biasa, hanya untuk meninjau." ujarnya tetap melangkahkan kakinya. 

Dokter itu hanya membalas dengan senyuman untuk ucapan Zayn yang terdengar jengah. "Iya Pak," angguknya kemudian. Ia ikut berhenti saat sosok atasannya itu berhenti secara mendadak. 

Langkah Zayn terhenti kala rentina matanya menangkap sosok yang tak asing untuknya. Masih teringat jelas diingatannya akan sosok itu. Sosok yang meninggalkannya tujuh tahun yang lalu. 

Bagaimana bisa menjadi semakin cantik dan memikat?

***

Arinda masih menangis tergugu. Gadis itu tak tahu harus mencari uang untuk operasi Ibunya dimana. Ia sudah tak memiliki siapa-siapa untuk membantunya. 

"Ibu, Rinda pasti bakal bawa uang itu..." lirihnya diantara isakan tangisnya. Kedua tangannya masih setia menutupi wajahnya. Membuat tangisannya terdengar memilukan untuk setiap orang yang melewatinya. 

Gadis itu kemudian mengusap wajahnya, menghapus sisa-sisa air mata yang terasa sudah rata di seluruh wajahnya. Ia mendongak, berharap air matanya tak lagi turun. 

Sudah cukup acaranya menangis. Sekarang sudah saatnya Ia mencari bantuan agar Ibunya dapat diselamatkan. Walaupun Ia sendiri tak tahu harus mencari pertolongan pada siapa. Tiga ratus juta bukanlah uang yang sedikit. Tapi, untuk Ibunya akan Ia usahakan. 

Gadis itu bangkit berdiri. mulai melangkah menuju pintu ruangan Ibunya. Ia menatap dari kaca bening yang memperlihatkan Ibunya yang saat ini tengah berbaring dengan berbagai alat medis yang terpasang. 

"Ibu, Arinda cari pinjaman uang dulu ya. Rinda pasti bisa dapetin uang itu untuk Ibu," lagi-lagi air mata meluncur bebas di pipi gadis itu dan cepat-cepat diusapnya. 

Arinda mulai melangkah meninggalkan ruangan Ibunnya. Ia melangkah berlalu dari sana. Tepat saat Ia berbelok dua orang suster keluar dari sebuah ruangan dan berjalan di depannya, Ia dapat mendengar perbincangan kedua suster itu dengan sangat jelas. Awalnya Ia tak terlalu peduli, tapi ketika mendengar nama yang mereka bicarakan. Mendadak perasaan Arinda merasa the javu. 

"Pak Zayn tambah ganteng aja ya setelah dari Amerika?" 

"Iya, makanya gue seneng banget waktu tahu Pak Zayn mau berkunjung," 

"Nggak cuman lo, semua perawat juga gitu."

"Ah, sayang Pak Zayn susah dideketin." 

"Iya, Gue juga heran. diantara banyaknya perawat-perawat cantik nan memesona nggak ada tuh yang bisa deketin dia. Kadang Gue merasa kecantikan Gue ini nggak ada harga dirinya tahu nggak?" 

"Hahaha... kadang Gue mikir mungkin Pak Zayn itu gay." 

"Ngaco! Gue nggak bakal terima kalau Pak Zayn yang gantengnya tujuh turunan itu sampai gay," 

Kemudian perawat satunya menyambut dengan tawa renyah. 

Arinda menghentikan langkahnya, pikirannya mulai melayang-layang. Sudah hampir tujuh tahun Ia tidak mendengar nama itu lagi. Dan kini, mendengar nama itu kembali mendadak perasaan bersalah yang dulu kembali mengambang. Ah, lagian buat apa dia memikirkannya. Zayn, mantannya dulu pasti juga sudah melupakannya. Lagian kenapa mendadak Ia jadi mengingat Zayn mantannya sih, hanya karena mendengar perbincangan dua suster itu. Toh yang dua suster itu bicarakan bukanlah Zayn yang sama dengan mantannya. 

Memilih untuk mengabaikan pemikirannya, Arinda mendongak akan melanjutkan langkahnya yang tertunda. Tetapi mendadak tubuhnya terasa kaku saat pandangannya bersiborok dengan pandangan yang kini menatapnya tajam. Tubuhnya tanpa dapat dicegah menggigil. 

Laki-laki itu. Laki-laki yang Ia tinggalkan tujuh tahun yang lalu. Terlihat juga berdiri dengan pandangan yang Arinda tahu penuh dengan kebencian kepadanya. 

Menelan ludah susah payah. Arinda kemudian menunduk dalam. Dengan kaki yang Ia paksakan melangkah, Ia melewati rombongan laki-laki itu dengan detak jantung bertalu. 

Tepat melewati tubuh Zayn, semerbak aroma maskulin dari parfum mahal dapat Arinda cium. Jadi, yang dibicarakan oleh dua suster tadi memang Zayn mantan tunangannya yang dia tinggalkan dulu. 

Arinda tak sama sekali berani mengangkat wajahnya. Entah kenapa Ia merasa jika saat ini terdapat leser mematikan yang tengah mengintainya. Jadilah yang Ia lakukan hanyalah terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke belakang, walaupun kepalanya meronta menginginkan untuk kembali menoleh melihat sosok laki-laki itu yang sudah banyak berubah. 

Gadis itu menghembuskan nafas ketika berhasil melewati rombongan itu. Kemudian Ia dengan segera berlari keluar dari rumah sakit itu. Kembali, air matanya merebak keluar. 

"Kenapa harus bertemu kembali?" 

"Tuhan, Apa sebenarnya maumu?" 

Ia menangis, menyesali pertemuannya dengan Zayn. Bahkan Ia tak peduli saat banyak orang yang menatapnya kasihan dan juga bingung. Apalagi, saat ini Arinda berjalan sendirian tanpa ada yang menemaninya. Membuat semua orang yang melihatnya yakin jika saat ini gadis itu tengah menanggung beban berat seorang diri, dan kenyataannya memanglah begitu.

***

Zayn mengetuk-ngetukan bolpoint di mejanya. Pikiran lelaki itu melayang pada kejadian kemarin siang tentang pertemuannya dengan Arinda, mantan tunangannya. selain itu, Ia juga memikirkan tentang penjelasan dari seorang dokter paruh baya yang mengatakan jika Ialah yang merawat Ibu gadis itu. 

flashback On

"Ibu gadis itu terkena kanker otak stadium empat, Pak, perlu dilakukan operasi jika memang Ia menginginkan Ibunya selamat. Tapi dia mengatakan akan mengusahakannya saat itu untuk biaya Ibunya dapat dioperasi." Jelas Dokter itu kepada Zayn yang datang dan langsung bertanya. Salah k 

"Dia tidak memiliki biaya?" tanya Zayn berbisik lebih pada dirinya sendiri, seolah tak percaya. 

Dokter itu mengangguk, "sepertinya, karena dia langsung menangis saat mengetahui nominal uang untuk biaya operasi kanker otak Ibunya. Apalagi tak hanya sekali operasi untuk pengidap kanker stadium empat, memerlukan beberapa kali operasi." 

Zayn terdiam, tak menyahut. Pikirannya saat itu bertanya-tanya bagaimana bisa Arinda kesulitan dalam membiayai pengobatan Ibunya. Bukankah, keluarga gadis itu kaya dan juga selingkuhannya dulu juga sebanding dengan kekayaan keluarganya. Lalu, kenapa sekarang hanya untuk mengobati Ibunya, gadis itu kesulitan? Apa yang terjadi sebenarnya dengan gadis itu dan keluarganya?

"Apa Anda mengenal gadis itu dan Ibunya?" tanya Dokter Surya pelan, ragu. Ia takut jika dianggap tak sopan tapi dia juga penasaran. 

Zayn langsung mendongak, menatap tanpa ekspresi dokter paruh baya di hadapannya. "Tidak," jawabnya datar, menggeram. Zayn tak tahu kenapa dia harus marah hanya karena mendapatkan pertanyaan itu.

Mendapatkan jawaban itu Dokter Surya hanya mengangguk pelan, kemudian memilih untuk diam. Tak berani bertanya lagi atau dia akan diberhentikan dari profesinya saat ini. 

Setelah itu tanpa kata, Zayn bangkit berdiri dan meninggalkan ruangan itu. Lelaki itu berjalan di sepanjang lorong dengan kemungkinan-kemungkinan seputar Arinda dan keluarganya. sangat mengganjal untuk Zayn. Dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada gadis itu selama dia pergi, sampai-sampai hanya untuk mengobati ibunya yang sakitpun dia tak mampu. 

Flashback Off

Tujuh tahun tak bertemu dan kini bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda. Ia yang sudah memiliki segalanya dan gadis itu yang tak lagi sama dengan keadaannya yang dulu. Cukup mengejutkan tentunya untuknya dan juga pasti untuk gadis itu. Zayn sangat yakin, kemarin Arinda menunjukkan wajah shock saat melihatnya. 

Zayn merogoh saku jasnya, mengambil ponselnya dari dalam sana. kemudian  dia mendial salah satu nomor di dalam sana. Langsung saja dia tempelkan benda pipih itu di telinganya. 

"Halo, Bos?" tanya seseorang dari seberang sana sesaat setelah panggilan diangkat. 

"Aku ingin kamu mencari tahu tentang apa saja yang terjadi dengan keluarga Geovan selama sepuluh tahun terakhir, Aku ingin nanti siang informasinya sudah harus sampai kepadaku." ujar Zayn langsung. Tak berminat untuk berbasa-basi. 

"Baik, Bos." 

Setelah mendengar itu Zayn langsung mematikan panggilan teleponnya. Lelaki itu mulai memikirkan kembali, kembali menerka-nerka sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga Arinda. Sepertinya sudah banyak yang Ia lewatkan tentang gadis itu di sepuluh tahun terakhir. 

Jika keluarga gadis itu benar-benar bangkrut dan kini tak memiliki apa-apa? Oh, betapa sangat kasihannya Mantan tunangannya itu. Pasti mantap tunangannya itu sangat sedih. 

***

Tok! Tok!! Tok!!!

"Masuk!" Perintah Zayn saat pintu ruangannya diketuk dari luar. 

"Bos," sapa sosok yang baru saja masuk ke dalam ruangan Zayn, Ia menunduk hormat terlebih dahulu. 

Mengetahui siapa yang datang. Entah kenapa tiba-tiba saja perasaan Zayn berdentang tak karuan. Ia benar-benar sudah sangat penasaran dengan informasi yang dibawakan oleh salah satu anak buahnya itu. 

"Bagaimana?" tanya Zayn berdehem, menjaga agar nada suaranya tetap terdengar tenang. Meskipun yang sebenarnya dia sudah sangat penasaran.  

Orang kepercayaan Zayn yang bernama Isa itu kemudian meletakkan sebuah map berwarna kuning di hadapannya. Ia menunduk saat Zayn mulai membuka dan mengambil beberapa lembar berkas. 

"Jelaskan," perintah Zayn mulai membaca lembaran kertas di tangannya. 

Isa mengangguk. "Dari informasi yang saya dapatkan keluarga Geovan mengalami kebangkrutan sekitar tujuh tahun yang lalu. Wisnu Geovan meninggal karena mengalami serangan jantung yah disebabkan masalah itu, Bos." jelasnya, kemudian terdiam untuk sesaat menilik reaksi dari Zayn. 

Jadi benar, keluarga Arinda mengalami kebangkrutan. Tapi, bukankah Devon selingkuhan dari gadis itu kaya. Kenapa tidak membantu? Semakin penasaran Zayn dibuat. 

"Sedangkan itu, Nyonya dari Geovan Nyonya Kinan Geovan saat ini tengah berada di rumah sakit karena ternyata mengidap penyakit kanker otak dan itu sudah memasuki stadium akhir." lanjut Isa. 

Zayn diam, untuk informasi itu Ia sudah tahu kemarin dari Dokter yang menangani Ibu gadis itu langsung. 

"Bukankah Putri dari keluarga Geovan berpacaran dengan salah satu anak seorang pengusaha juga. Bagaimana dengan itu?" tanyanya dengan membuka lembaran kertas yang lain agar tak terlihat jika Ia sangat penasaran. 

"Arinda, Putri dari Wisnu Geovan dan  Kinan Geovan bernama Arinda. Sedangkan untuk mantan tunangannya bernama Devon, berasal dari Keluarga Domanta."

"Setahu saya Devon sudah meninggal, Ia mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju rumah Keluarga Geovan. Saat itu mereka akan melangsungkan pernikahan dikediaman keluarga Geovan," 

Mendengar itu tentu mengejutkan untuk Zayn. "Menikah?" tanya Zayn tak percaya. Jadi, mereka sudah akan menikah? batin Zayn bertanya, tersenyum miris.  

Isa mengangguk. "Iya, tapi sayang kecelakaan itu membatalkan pernikahan dari Putri Geovan itu karena si mempelai pria meninggal ditempat, maksud saya Devon Domanta." 

"Setelah kematian dari Devon, Keluarga Domanta tak lagi peduli dengan keluarga Geovan."

Zayn mengangguk-angguk, mengerti. "Kamu boleh keluar," ujarnya saat dirasa informasi yang dia dapat sudah cukup mengobati rasa penasarannya. 

Isa mengangguk, kemudian berlalu dari ruangan Zayn. Meninggalkan Zayn dengan fakta-fakta yang baru Ia tahu dan juga sangat mengejutkan untuknya. 

Cukup lama terdiam tanpa ekspresi, tiba-tiba saja senyum miring muncul di bibir Zayn. Sekelebat bayangan untuk semakin menghancurkan mantan tunangannya itu muncul. Ah, pasti menyenangkan, batinnya tersenyum penuh arti. 

Zayn bangkit berdiri. Ia berdiri di depan jendela kaca besar yang menyuguhkan pemandangan gedung-gedung bertingkat dan ramainya jalanan Ibu kota dari atas. Bibirnya terus menyunggingkan senyum, bahkan sesekali terkekeh mengerikan. 

Akan menjadi hiburan tersendiri untuknya dan  siksaan untuk gadis itu. Ia jadi penasaran apa yang akan Arinda lakukan jika Ia benar-benar melakukan apa yang saat ini tengah Ia pikirkan. Marah atau, well menerimanya. Ah, apapun itu, pasti menyenangkan. 

"Kena kamu, wanita uang. Aku akan menghancurkan kamu seperti saat kamu menghancurkan aku dulu," ujar Zayn dengan pandangan tajam ke depan dan kedua tangan yang mengepal geram. Lagi-lagi bayang-bayang itu muncul di hadapannya. Bayang-bayang yang sangat dibencinya. 

Tujuh tahun Zayn tersiksa dengan rasa benci kepada gadis itu. Ia selalu bertanya-tanya kapan Ia dapat membalaskan dendamnya. Kapan Ia dapat membalas untuk menghancurkan gadis itu sama seperti saat dia dihancurkan. 

Oh, dan ternyata kinilah saatnya. Saat untuk mebalaskan penghinaannya dulu. Penghinaan yang selalu Zayn ingat kala sepi bersamanya. Zayn jadi tak sabar untuk merealisasikan apa yang berada di otaknya saat ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status