“Jancukkkkkkk….anjrittttttt…sudah 100 orang lebih yang lakukan audisi semuanya ga ada yang benarrr!” teriak remaja berambut sebahu ini. Dua stik drum patah dia pukulkan ke dinding saking frustasinya.
Belum cukup hanya mematahkan bilah stik drum, remaja ini juga menendang sebuah meja, dia lupa meja itu dari kayu jati yang keras, akibatnya dia melolong kesakitan sendiri dan lagi-lagi sumpah serapah keluar dari mulutnya, sambil mengelus-elus tulang kering kakinya yang tadi dia tendangkan ke meja tersebut.
Dua rekannya yang pegang guitar hanya diam sambil geleng-geleng kepala melihat rekannya tadi yang terus ngamuk-ngamuk.
“Ben kenapa dia ngamuk mulu, emank berapa botol minuman dia sikat tadi malam!” bisik remaja yang pegang gitar bass pada rekannya yang bernama Ben dan pegang lead guitar.
Remaja ini hanya angkat bahu seakan tak paham dengan rekannya yang pegang drummer tersebut ngamuk-ngamuk tak karuan.
“Ga tahu juga John, sejak kita adakan audisi nyari vocalis dan sampai sekarang belum nemu yang dia pingini, bawaannya ngamuk mulu,” kata Ben, dia lalu meletakan guitarnya dan mengambil sebatang rokok mildnya, lalu mengisapnya dengan nikmat sambil menikmati minuman seger yang terletak di studio itu dan duduk lesehan di lantai bersandar pada dinding.
Ben dan John membiarkan saja rekannya yang tadi ngamuk dan kini balik lagi ke ruangan serta menatap keduanya dengan pandangan jengkel.
“Dasar loe berdua, enak-enakan santaiii, gue stresss tau gaaa!” sentaknya sambil melempar kotak rokok ke John. John hanya tertawa dan tidak pernah mengambil hati kelakuan sahabatnya ini, persahabatan mereka yang sudah lama dan panjang, sehingga tau kelakuan masing-masing.
“Habis mau gimana lagi, elooo nolak semua calon-calon vocalis, 3 calon vocalis wanita yang suaranya melengking juga loe tolak, alasan mau cari vocalis cowok, pusinggg pala birbie dahhh!” sahut Ben.
“Raymand, emank vocalis yang kayak gimana sih yang loe cari, sampai segitunya loe tolak 100 an lebih peserta audisi kita!” sambung John.
“Gue pingin nyari vocalis laki-laki, punya ciri khas suara tertentu, pintar main piano dan juga punya gaya panggung yang nyentrik, jangan ikut-ikutan gaya vocalis yang sudah ada, ini yang belum ketemu-ketemu juga!” keluh remaja yang ngamuk tadi dan bernama Raymand, dia mengambil rokok yang tadi dia lempar ke John dan mengisapnya perlahan, lalu menghembuskannya dengan kuat.
Ketiga remaja yang baru berusia 18 tahunan ini akhirnya tenggelam dalam pikiran masing-masing, mereka berpikir keras bagaimana mencari calon vocalis seperti yang diinginkan Raymand sang drummer tadi.
Ketiga remaja yang baru lulus SMU ini memang sejak kelas I SMU sudah membentuk sebuah group band dengan genre pop-rock alternatif. Sang pendirinya tentu saja Raymand, sedangkan Ben dan John ia ajak masuk belakangan.
John malah bergabung baru 2 tahun, sedangkan Ben 6 bulan sejak Raymand membentuk band ini. Dua personel awal sebelum Ben dan John gabung mundur, karena menganggap musik hanya sekedar rame-rame saja, beda dengan Raymand yang ingin serius bermusik dan bercita-cita jadi musisi handal tanah air suatu saat kelak, dia sangat mengidolakan musisi luar seperti Bon Jovi dan Axil ‘Gun’n Roses.
Mereka menamakan group bandnya dengan nama The Stollen’s, Raymand sendiri tak punya alasan spesifik di balik nama band itu dia hanya bilang suka saja dengan nama itu. Awal eksis, vocalis mereka bernama Dugar. Dugar mempunyai ciri khas suara melengking serta aksi panggung yang selalu heboh.
Mereka sering ikut lomba-lomba music sekolah dan kampus dan sering juara, malah sempat masuk dapur rekaman dan lumayan mendapatkan sambutan hangat dari para penggemarnya.
Sayangnya, sekolah mereka mulai berantakan akibat ke aseekan bermain music, itulah yang menyebabkan dua personel awal mundur dan digantikan Ben serta John.
Yang lebih parah, Dugar ternyata tak mampu melepaskan diri dari kecanduan alcohol, selain drop out dari sekolah, Dugar juga memutuskan keluar dari The Stollen’s dengan alasan ingin bersolo karir, mumpung masih muda katanya.
Raymand sangat kecewa dengan kepergian Dugar, padahal di saat bersamaan mereka sedang proses menciptakan lagu-lagu baru untuk masuk dapur rekaman lagi.
Nasib Dugar ternyata sangat tragis, dia meninggal dalam usia muda.
Awalnya mantan vokalis The Stollen’s ini seperti biasa mabuk-mabukan usai show atau usai manggung di sebuah Pub di Kota Bogor.
Dugar lalu pulang dengan mengendarai mobilnya bersama pacarnya yang juga sama-sama setengah mabuk. Padahal kawan-kawannya dan juga manajernya sempat melarang remaja ini nyiter sendiri.
Tapi Dugar tetap ngotot, Dugar yang masih dalam pengaruh alcohol ini tak mampu mengendalikan mobilnya di jalan tol Cipali yang saat itu basah setelah di guyur hujan deras. Mobil sportnya yang saat itu dalam kecepatan tinggi menabrak pembatas jalan, lalu terbang ke sebelah jalan dan pada saat bersamaan lewat sebuah SUV dengan kecepatan tinggi, terjadilah tabrakan mengerikan.
Mobil sport Dugar ringsek berat, dia dan pacarnya tewas di tempat, gara-gara inilah Raymand sangat anti alcohol, ia juga melarang kawan-kawannya di band minum sampai mabuk, apalagi kalau lagi berlatih, pasti dia langsung menghentikan latihan music kalau ada yang tercium berbau alcohol.
Sebagai pendiri sekaligus leader di group ini, Raymand tak patah semangat, dia tetap melanjutkan bandnya dengan berusaha mencari vocalis baru.
Sudah 3 vocalis yang sempat bergabung, dua di antaranya malah wanita, tapi Raymand tak puas dan akhirnya dia pecat ketiga vocalis itu, lalu memutuskan adakan audisi mencari vocalis baru, namun hasilnya sampai kini belum juga ketemu calon yang ia inginkan, khususnya kriteria yang Raymand cari.
Kini mereka baru lulus SMU dengan nilai pas-pasan, sehingga ketiganya memutuskan akan benar-benar menekuni dunia music secara serius.
Ben yang pegang lead gitar dan John bass gitar juga memiliki ortu yang cukup berada, tapi tentu saja jauh kalau dibandingkan keluarga Raymand. Ayah Ben sendiri seorang pegawai sebuah Kementerian BUMN, sedangkan ayah John pemilik 2 dealer mobil bekas di Jakarta.
Beda dengan Raymand, ayahnya merupakan pemilik lebih dari 35 rumah sakit swasta besar di Indonesia, sehingga Raymand bukan hanya mampu membeli alat-alat music mahal, dia juga punya studio music sendiri yang waahh dan kini jadi tempat latihan mereka.
Tak tanggung-tanggung, Raymand juga mendirikan sebuah PH yang memproduseri sendiri lagu-lagu mereka. Ayah Raymand adalah Alan Suhilin, dulunya Alan Suhilin hanya seorang dokter umum, lalu dia membuka klinik, lama-lama kliniknya makin besar dan berubah jadi sebuah rumah sakit.
Alan kemudian memutuskan membangun cabang rumah sakitnya, ternyata makin hari makin berkembang dan akhirnya beberapa tahun kemudian Alan membangun cabang-cabang rumah sakit swasta lainnya di beberapa kota di Indonesia, sehingga total kini memiliki 35 rumah sakit swasta. Bahkan kini 10 rumah sakit lagi akan segera di bangun dan masih dalam tahap lelang dengan kontraktor.
Raymand sendiri memiliki dua adik, adiknya yang pertama laki-laki, selisih 2,5 tahun dengannya dan adik bungsunya wanita selisih 3,5 tahun usianya dari dia. Rani, Ibu Raymand ternyata seorang bisnis women yang juga sukses, dia memiliki puluhan butik besar, sehingga bisa dibayangkan betapa kaya rayanya keluarga Raymand ini.
Namun sebagaimana layaknya keluarga pengusaha, Alan dan Rani awalnya keberatan dengan niat Raymand ingin menekuni musik, mereka ingin Raymand seperti mereka, yakni jadi pengusaha saja. Tapi keduanya akhirnya luluh juga melihat Raymand tetap ngotot, dan membiarkan anak sulungnya ini terjun ke dunia musik.
Raymand memiliki wajah yang tampan, tubuhnya pun jangkung dan kulitnya putih kekuning-kuningan, mirip kulit ibunya, hanya saja badannya agak kurus. Sedangkan ayahnya memiliki kulit agak sawo matang. Namun Raymand dan kedua adiknya memilki kulit sama dengan ibu mereka, yang ternyata pernah jadi model saat masih muda.
“Bro…daripada suntuk, kita ke pub yuks, cari hiburan dululah, biar ga stresss, lagian mumpung belum malam ini!” tawar Ben.
“Setuju bro…ayooo Ray…!” ajak John.
Tentu saja kalau sudah kemana-mana, Ben dan John berharap sang bos ini ikut, sebab kalau Raymand ikut, semuanya sudah terjamin sampai mereka puas, karena uang Raymand memang tak berseri.
Ben dan John akhirnya lega, Raymand mengiyakan ajakan dua sohibnya ini, dia kemudian memanggil 3 pegawainya di studio mewahnya itu dan bilang mau jalan dulu. Studio mewah ini merangkap rumah bagi Raymand, ayahnya sengaja membelikan rumah ini dua tahun lalu dan Raymand menyulapnya jadi studio di bagian dasar atau di lantai 1.
Ryan dan Rani sudah tahu soal ini, malah Rani lah yang ikut sibuk menyulap rumah tua itu lalu di rehab total jadi rumah mewah dan diperuntukan bagi Raymand plus studionya. Rumah itu cukup luas dengan halaman depan belakang yang juga luas dan berada di sebuah kompleks perumahan elit, bahkan di belakang rumah selain ada taman, juga ada kolam renangnya.
Ben dan John jarang pulang ke rumah masing-masing, mereka lebih suka tidur di rumah Raymand dan sudah tentu makan tidur terjamin, karena di rumah itu ada tiga ART yang dipekerjakan Raymand, plus ada 4 satpam yang aplusan berjaga siang malam di pos depan rumah.
Ben menyopiri mobil SUV mewah keluaran terbaru produk Eropa, John duduk di sampingnya dan Raymand santai duduk di tengah. Tujuan mereka sebuah pub mewah yang ada di bilangan Jakarta Pusat.
Ketiga remaja ini berpakaian santai saja, Ben dan John malah masih pake celana pendek dan baju kaos, dengan sepatu kets, sedangkan Raymand pakai celana jeans sobek di lutut, di tambah baju kaosnya.
Ketiga remaja inipun masuk dan mencari tempat yang agak terpojok, karena mereka memang suka sekali menggoda pelayan-pelayannya yang seksi, terutama Ben dan John yang terkenal sangat fuckboy sejak di bangku sekolah.
Raymand sendiri tak mempermasalahkan kelakuan dua sahabatnya ini, yang penting saat latihan harus serius dan jangan coba-coba sering telat datang, dia bisa senewen dan marah-marah. Ben dan John sudah hapal karakter sang leader ini, sehingga mereka maklum apapun kelakuan Raymand, sama maklumnya Raymand pada kelakuan Ben dan John.
Seperti sudah di duga, Ben dan John langsung menggoda beberapa pelayan cantik di pub yang sangat eksklusif ini, ternyata Ben dan John pelanggan setia di pub ini, terbukti para pelayan yang berpenampilan seksi ini tak aneh lagi dengan keduanya, mereka malah memeluk-meluk dua remaja yang cukup ganteng ini.
Tapi uniknya mereka tak ada yang berani mendekati Raymand, kecuali Raymand sendiri yang meminta. Raymand memang memiliki wibawa yang cukup kuat.
Rayman sendiri saat itu sedang terpaku pada seorang vocalis remaja yang sedang menyanyikan sebuah lagu milik group band lawas yang sangat terkenal, Scorpion asal Jerman. Suaranya melengking jernih dan terjaga intonasenya diiringi 4 pemain band.
“Maya, siapa vocalis itu, kayanya baru ku liat!” kata Ben sambil memeluk tubuh pelayan padat berisi dan berbau parfum mahal ini.
“Ohh itu namanya Manthis De Jong, masih remaja tu anak, umurnya baru 17 tahunan!” sahut Maya.
“Vocalis yang lama kemana?” sambung Ben lagi.
“Dia sakit, makanya si Manthis yang biasanya jadi backing vocal, kali ini di daulat jadi vocalis utama, lagian selama ini dia juga selalu jadi cadangan kok, tapi suaranya oke juga kan!” sahut Maya lagi.
“Lumayan…!” ucap Ben lagi, lalu mengecup pipi Maya.
Maya lalu permisi setelah mengecup balik pipi Ben dan ia menarik rekannya yang lain, yang juga sedang berpelukan dengan John.
Setelah dua gadis pelayan ini pergi, Ben menggamit lengan John dan keduanya memperhatikan Raymand yang sedang menatap ke depan panggung dan menikmati alunan lagu itu, tanpa memperdulikan ulah Ben dan John tadi.
“Agaknya band kita sebentar akan akan memiliki vocalis baru, liat dehhh pandangan si bos ke panggung depan terus dari tadi!” bisik Ben.
“Betul bro, moga aja kali ini si vocalis ini mau bergabung dengan kita!” bisik John sambil tertawa kecil.
Manthis sang vocalis remaja ini kemudian membawakan 3 lagu lagi, suaranya ternyata sangat bagus dan selalu mengundang aplus pengunjung plus tentu saja uang tip dari mereka.
Setelah itu dia pun istirahat bersama bandnya, saat itulah Raymand meminta Maya yang kembali bergelayut di paha Ben, untuk memanggil Manthis ke bangku mereka.
Manthis pun datang dan menyalami dengan hormat Raymand termasuk Ben dan John. Ray memperhatikan pakaian Manthis yang cukup sederhana, dia tahu baju hingga celana remaja ini harganya semua kaki lima, tapi cukup bersih.
Beda jauh dengan pakaian mereka bertiga, walaupun celana sobek dan juga baju kaos, tapi harganya bisa beli motor baru, sepatu kets yang mereka kenakan saja harganya lebih dari 30 jutaan, merek sebuah brand yang memiliki garis ke atas dan sering wara-wiri mensponsori klub-klub sepakbola top Eropa hingga timnas berbagai negara, seperti Brasil, Inggris serta Argentina.
*****
BERSAMBUNG
“Silahkan loe duduk Manthis!” sapa Ben dan John hampir bersamaan, karena mereka melihat sang leader dari tadi masih menatap wajah dan pakaian Manthis.“Jangkung dan ganteng juga nih anak, tapi sayang badannya kurus dan rambut berantakan begitu,” kata Raymand dalam hati.“Siapp bang…terima kasih!” Manthis pun duduk dia lalu ditawari minum oleh John.“Manthis, kamu sudah lama jadi vocalis band itu, oh ya kenalkan saya Raymand panggil Ray, dan itu Ben serta John?” Raymand menyodorkan tangannya yang disambut Manthis.“Baru 5 bulanan bang Ray, saya dulunya hanya bantu bersih-bersih di kafe ini, lalu di tawarin jadi backing vocal!” sahut Manthis sambil menganggukan kepala pada Ben dan John.“Loe ga sekolah Manthis!” sela Ben.“Sekolah Bang, tapi sekolah yang ga di bangku sekolah, ikut sekolah di bawah jembatan, dengan anak-anak jalanan, tahun ini kelas III bentar
Penampilan The Tollen’s dengan lagu-lagu rock alternativenya seakan mengobati kerinduan penikmat music di mana-mana, yang bosan dengan penampilan boyband yang banyak kemayu dengan goyang-goyang bak banci.Sejak trending di youtube, undangan tampilpun mulai berdatangan, bahkan sehari The Tollen’s bisa tampil di tiga station TV berbeda. Kesempatan itu lalu dimanfaatkan Ray dan kawan-kawan memasarkan lagu-lagu mereka yang di rekam melalui CD dan ternyata laku keras.Puluhan produser besar kini sampai berebut ingin mempatenkan lagu-lagu mereka, sekaligus ikat kontrak dengan album pertama mereka ini.Ogong Lee, Produser music yang sudah berpengalaman berhasil memenangkan kontrak buat The Tollen’s, tak tanggung-tanggung dia mengontak The Tollen’s hingga album ke 5. “Lo olang benal-benal anak muda belbakat, lagu lo olang langsung bomming!” kata Ogong Lee dengan logat cadelnya sumringah, melihat album pertama
Ibunya hanya membekali Manthis uang sebesar 500 ribu, itupun gaji ibunya sebagai seorang tenaga laundry atau tukang cuci baju. Untungnya Manthis punya otak yang cerdas, walaupun dia droup out saat kelas II SMU. Sambil sibuk bekerja, Manthis juga menyempatkan diri ikut jadi murid di kolong jembatan meneruskan sekolahnya, yang di kelola sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pendidikan.Selain nguli dan kerja serabutan lainnya, Manthis juga tak malu ikutan ngamen, nasib Manthis mulai berubah, saat dia ikutan ngamen bersama anak-anak kolong jembatan, suara Manthis yang melengking tinggi menarik perhatian wanita parobaya yang berpenampilan nyentrik.Wanita parobaya yang bernama Mba Irma ini saat itu lagi makan di sebuah rumah makan pinggir jalan, Mba Irma adalah seorang manejer sebuah band di klub malam kelas atas.Mba Irma memang suka sekali makan di warung-warung makan kelas bawah, dengan alasan bosan makan di restoran terus, gara-gara inilah nasib Manthis akhir
“Tenang broe, jangan gugup, tarik nafas panjang dan anggap saja puluhan ribu penonton itu hanya sekumpulan manusia biasa!” Amang menenangkan Manthis yang terlihat agak nervous di ruang make up.Manthis benar-benar tak tenang dari tadi, inilah penampilan perdananya bersama group bandnya The Stollen’s di panggung secara terbuka, juga disiarkan langsung sebuah TV swasta yang di tonton 50 ribu penonton lebih di stadion. Stadion Jalak Harupat bak mau runtuh saking hebohnya suara-suara penonton yang terus bersorak sorai dari tadi.Ben dan John dari tadi terlihat tak putus-putusnya merokok, sesekali mereka menenggak air mineral untuk menenangkan hati.Hanya Ray yang terlihat agak tenang, leader The Stollen’s ini benar-benar jadi sosok panutan, karena mampu menahan diri tidak berlebihan seperti tiga sahabatnya.Ketika mereka ingin menenggak minuman keras agar lebih tenang, mata Ray langsung melotot, sehingga Ben dan John terpaksa diam tak
Manthis datang walaupun telat 15 menit dari jadwal yang sudah mereka sepakati. Baik Dessy maupun Anita ternyata tidak pulang sejak dari mall, mereka masih mengenakan baju kaos dan celana jeans ketat yang mereka pakai sejak siang tadi. Rupanya mereka betah juga berlama-lama di mall.Manthis pun ternyata sama, dia masih mengenakan baju kaos di padu jaket hitam, yang dia pakai saat latihan di studio music The Stollen’s.“Maaf aku telat, bukan karena sengaja lo yaa, tapi jalanan lumayan macet!” ucap Manthis sambil duduk di depan dua wanita jelita ini. sejak di parkiran Anita sudah memberi tahu Manthis di mana mereka menunggu di kafe yang tentu saja di ketahui Manthis letaknya.Rambut Manthis kini makin panjang, tapi di ikat ala cepol atau gaya rambut chonmage yang dulu sangat terkenal di jaman kerajaan Jepang, dan kini kembali populer di kalangan remaja dan anak muda, terlebih pesepakbola Real Madrid Gareth Bale selalu suka meniru gaya rambut itu.
Satu hari sebelum mereka berangkat ke Surabaya, album kedua mereka ‘Dara…di Sinilah Cinta Kita Bermula’ di rilis dan mulai di putar di youtube, radio-radio dan juga TV-TV music. Dan tepat seperti dugaan Ray, Ben dan John, lagu yang intronya di mulai dengan alunan lembut piano Manthis, lalu di susul raungan guitar Ben dan cabikan bass John serta di beri sentuhan sedikit drum Raymand ini langsung merajai topchart lagu-lagu di seluruh tanah air.Di youtube lagu ini sudah di tonton lebih dari 1 juta orang, hanya dalam tempo satu hari saja, albumnya pun meledak di mana-mana, walaupun tentu saja beda dengan penjualan album di masa lalu, karena kini sudah di jual melalui podcast-podcast yang menjamur dan tentu saja menjangkau hingga ke luar negeri.Bahkan hampir semua podcast meraup untung tak sedikit dengan lagu ini, karena selalu di putar berulang-ulang oleh pendengarnya, sehingga royalty ke produser Ogong Lee bak mencetak duit saja lagi.Setiap ha
“Duehhh weceee…Machicaaaa…kenapa yee pake handukann sihh, ehhh sapaaaa tuhh yang lagi buru-buru berpakaian?” Vene langsung tertawa dan bilang liat aja sendiri orangnya.Begitu Manthis keluar kamar, dia terperanjat saat melihat Jeje sudah ada di apartemen ini.“Ihh doskiiii…kirain siapaahhh, ehh mau keminong kok buru-buru amirrrr?”“Sorry Je, gue buru-buru ada latihan di studio!’ kata Manthis sedikit gugup, tak menyangka manejer Vena yang suka ngegibah ini ada di sini.“Ga usah bo’onggg dehhh, band kalian kan lagi cuti, emank studio yang mana?” Jeje langsung menarik tangan kekar Manthis. Vena yang meliat Jeje dan dan Manthis bicara, langsung permisi mau ke kamar mandi.“A-anu Je…mau latihan buat endorse nanti!”“Ssssttt…sini dehh!” Jeje pun lalu menarik tubuh Manthis kemudian berbisik, Manthis langsung kaget.&ld
Resepsi itu kelar pukul 11 malam, Manthis dan Vena turun panggung dan Ia akhirnya kembali istirahat ke kamarnya yang mewah dan sudah di bokingkan sang pengusaha ini. Belakangan Manthis baru tahu, kalau hotel ini milik sang pengusaha itu sendiri.Sementara Vena juga istirahat di kamarnya sendiri, sesaat sebelum masuk lift menuju kamarnya, Jeje sempat berbisik kalau malam ini Vena akan bersama sang pengusaha itu, Manthis hanya tersenyum mesem saja.“Tenanggg weceee…ga usah cimbikirrr gicuuuu yaaa…ntar ye sama Hana di Jakarta, tenang ajeee, eykee yang aturrr!” kata Jeje tertawa.Nadu dan Arman berbeda kamarnya, Manthis di kamar sendirian, setelah melepas pakaiannya Manthis pun ingin mandi, karena badannya sangat gerah, apalagi tadi saat nyanyi pipinya selain kena cubit, juga beberapa kali di cium para undangan.“Berendam di bathub segerr kali yaa,” kata Manthis seorang diri.Baru 30 menitan berendam, tiba-tiba tel