Share

Calon Mertua Baik

Author: Ansus Asyra
last update Last Updated: 2022-12-22 08:50:05

"Sialan!" hardik Rahman penuh emosi saat melihat apa yang bersuara.

Dibutakan nafsu membuat Ayu tidak sengaja menekan remote control televisi. Kebetulan sekali sinetron yang tayang tentang pelakor. Membuat calon suami istri itu kaget saja.

"Siapa yang nyalakan televisinya, sih!"

"Ma-maaf, Mas. Aku enggak sengaja," sesal Ayu yang merusak momen romantis di antara mereka.

Rahman segera kembali duduk di samping Ayu. Terkejut melihat dia ketakutan melihat Rahman marah. "E-engak apa-apa, Sayang. Tadi aku cuma kaget aja kok. Jangan nangis, ya."

"Kita jalan-jalan saja, yuk," ajak Rahman untuk mengubah suasana. Tidak ingin Ayu sedih dan ketakutan kepadanya.

"Tapi, tadi Bude bilah kita enggak boleh ke luar rumah. Nanti ada yang lihat dan ngadu ke Alisa, Mas."

"Halah, kamu enggak usah takut. Alisa itu enggak pernah ke luar rumah jadi enggak akrab sama tetangga."

"Tapi ...." Ayu tampak masih belum yakin untuk menerima ajakan Rahman.

"Kamu mau jalan-jalan ke mana?" tanya Bu Mirna yang tiba-tiba saja telah berdiri di dekat Rahman. Saat mendengar anaknya berteriak tadi, dia segera menghampiri.

"Belum tahu, Bu," jawab Rahman dengan begitu santainya.

"Bagaimana kalau kalian pergi beli cincin dan seserahan saja? Biar Ayu yang pilih, sesuai seleranya. Soal harga, enggak usah dipermasalahkan. Ambil ini." Bu Mirna menyodorkan sebuah kartu ATM kepada Rahman.

"Wah, benar, Bu?" Bu Mirna mengangguk. "Makasih banyak. Ibu emang paling ter-the best!" seru Rahman kegirangan.

Kalau dimodali seperti itu, kan, dia bisa membeli barang yang kualitasnya bagus. Tidak seperti saat Alisa, Rahman hanya memberikan seadanya saja karena uangnya terbatas. Ibunya sama sekali tidak mau ikut campur dan menanggungnya.

"Makasih, Bude."

Ayu tidak kalah senang, tetapi berusaha disembunyikannya. Tidak ingin terlalu kentara.

'Wah, tangkapan besar, nih. Baru juga ketemu langsung beli cincin dan seserahan. Aku pasti bakal milih yang malah. Toh, calon mertuaku punya banyak uang,' batin Ayu di dalam hatinya.

"Kalian perginya naik mobil saja. Kasian kalau naik motor, nanti Ayu kepanasan."

Tentu saja Rahman setuju. Sudah lama Bu Mirna tidak membiarkannya memakai mobil. Hanya memberi sebuah motor tua dan uang saku lima puluh ribu setiap hari. Bahkan uang jajannya saat sekolah dulu lebih banyak.

"Ya sudah, aku ganti baju dulu, ya. Masa mau jalan sama calon istri bajunya jelek begini."

"Tapi jangan lama-lama. Kasian Ayu nungguin kamu," ucap Bu Mirna memperingatkan dan segera dijawab dengan anggukan oleh Rahman.

"Aku pergi dulu, ya, Sayang. Enggak lama, kok. Kamu sama Ibu dulu di sini. Nanti kita lanjutin lagi yang tadi," bisik Rahman di telinga Ayu dengan mesra. Membuat wajah wanita itu memerah malu.

Bu Mirna hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak dan calon mantunya itu. Kemudian di menyelipkan beberapa lembar uang seratus ribuan ke dalam saku Rahman untuk beli bensin nanti. Setelah itu Rahman segera menyalakan motor tuanya dan segera menuju rumahnya. Namun, perasaan senangnya menghilang saat melihat rumahnya dari kejauhan.

Rahman berdecak kesal. "Terpaksa aku harus ketemu Alisa lagi. Semoga saja dia lagi tidur."

Sialnya Alisa sedang ada di teras menggendong anak mereka.

"Kamu dari mana?" tanya Alisa saat Rahman baru saja mematikan mesin motor miliknya.

"Dari rumah Ibu. Kamu, kan, lihat tadi aku pergi habis terima telepon dari Ibu. Makin hari kamu tambah bego aja, sih!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Butuh Uangmu Bukan Tampangmu, Mas!   Bertemu

    "Mau ke mana kamu, Lis?" tanya Bu Hikmah–tetangga depan rumahnya–sambil mengeluarkan sepeda motor dari teras.Alisa tersenyum dan menjawab, "mau ke rumah Bu Mirna, Bu. Kebetulan tadi diajakin makan di sana.""Wah, akhirnya mertuamu itu dapat hidayah, ya. Syukur deh kalau begitu." Bu Hikmah tampak ikut senang.Sebagai sesama wanita, tentu dia bisa merasakan rasa sedih dan kecewa yang dirasakan Alisa karena diabaikan oleh keluarga suaminya. Terlebih rumahnya berada tepat di depan rumah Alisa, membuatnya mau tidak mau mendengar semua makian dan hinaan yang diterima oleh ibu muda itu."Kalau begitu saya pamit dulu, ya, Bu. Takut telat sampainya.""Eh, bareng aja, Lis. Kebetulan aku juga mau keluar, kok. Udah, enggak usah nolak. Daripada kamu jalan sambil ngarep ketemu Rahman di jalan." Meski terkejut karena Bu Hikmah tahu apa yang dipikirkannya, Alisa tetap menerima tawaran tersebut.Bu Hikmah pun melajukan kendaraannya menuju ke rumah Bu Marni dengan kecepatan sedang. "Kamu ingat kan ap

  • Aku Butuh Uangmu Bukan Tampangmu, Mas!   Berpenampilan Pantas

    "kamu lagi ngomongin apa, Mas? Kok bicara sendiri," tegur Ayu yang rupanya memperhatikan gelagat Rahman dari jauh.Pria itu tampak gugup, tidak ingin dicap sebagai orang gila karena berbicara sendiri. "Eh, ehm ... anu ... itu. Kata Ibu aku ganteng."Sebenarnya Rahman merasa cukup malu karena memuji diri sendiri. Padahal biasanya dia selalu percaya diri dan selalu narsis. Namun, entah kenapa kali ini berbeda, rasanya sedikit memalukan.Ayu sontak tergelak. Bukan karena apa yang dikatakan Rahman lucu, melainkan ekspresinya yang tampak konyol. Membuat Rahman makin kikuk dan salah tingkah saja.****Alisa segera menjawab ponselnya yang berdering dengan tergesa-gesa tanpa melihat siapa yang menelepon. Pasalnya Arka baru saja tertidur dan dia tidak ingin jagoannya itu terbangun. Bisa rewel nanti."Ha–""Nanti malam kamu ke sini sama anakmu, ya. Ada acara kumpul keluarga, kita makan malam bareng. Ingat! Pakai baju yang bagus, jangan yang lusuh. Berpenampilan yang pantas. Aku enggak mau anakk

  • Aku Butuh Uangmu Bukan Tampangmu, Mas!   Cincin Permintaan Maaf

    Jujur saja, semakin mengenal Rahman Ayu semakin jatuh cinta kepadanya. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, dua Minggu lagi keduanya akan menikah di rumah orang tua Ayu. Meski ibunya dulu menentang, tetapi sekarang tidak lagi. Terlebih saat tahu jika Rahman memperlakukan anaknya dengan sangat baik.Mempunyai masa lalu yang kelam, Ayu kerap kali dihina oleh para tetangga. Bahkan ibunya sempat mengusir dari rumah. Namun, semuanya telah berubah sekarang. Dia akan membungkam mulut para tetangga itu saat menikah nanti."Eh, aku nggak suka cincin yang kecil gini, Mas. Tadi kan aku sudah pesan yang sesuai seleraku dan sudah ditambah tiga cincin emas. Itu aja sudah cukup, kok, Mas," tolak Ayu pura-pura merasa tidak enak, padahal aslinya dia tidak ingin membeli cincin itu. Beratnya hanya satu gram dan modelnya sudah ketinggalan jaman. Sangat jauh berbeda dengan cincin-cincin yang dipilihnya tadi.Rahman tersenyum simpul. "Ini buat Alisa, Sayang. Biar dia senang dan nggak curiga sama aku. Lag

  • Aku Butuh Uangmu Bukan Tampangmu, Mas!   Andai Sejak Dulu

    Setelah berpamitan, Rahman dan Ayu pun berangkat. Tujuan pertama mereka adalah membeli cincin, setelah itu barulah membeli seserahan."Kamu mau cincin yang bagaimana? Pilih saja yang kamu suka. Enggak usah pikirin soal harga, kan ada ini," ucap Rahman memamerkan kartu ATM pemberian ibunya."Beneran, nih, Mas?" Ayu berseru kegirangan."Iya, dong, Sayang. Buat kamu, apa sih yang enggak.""Wah, suaminya baik banget, Mbak. Udah ganteng, baik lagi. Mbak pasti bahagia banget, ya, jadi istrinya. Pasangan sempurna, yang satu cantik dan yang satunya tampan," puji pelayan toko."Sepertinya kita udah cocok banget, ya, jadi suami istri," ucap Ayu tersipu malu dan Rahman pun tertawa senang."Bawa model perhiasan kamu yang paling bagus.""Saya tunjukkan model terbaru yang paling banyak diminati, ya, Mbak."Pelayan toko tersebut tanggap membaca suasana. Tentu saja dia tahu jika Ayu dan Rahman bukan pasangan suami istri karena belum ada cincin yang melingkar di jari manis mereka. Sengaja dia mengompo

  • Aku Butuh Uangmu Bukan Tampangmu, Mas!   Kebohongan Rahman

    Ah, Alisa lupa kalau suaminya sangat tidak senang jika ditanya seperti itu. Dia kemudian bangkit dari duduknya dan mengikuti Rahman ke kamar."Kamu mau ke mana, Mas?""Kenapa, sih, kamu nanya terus. Enggak ada kerjaan apa? Mending kamu urusin anak kamu, tuh!" hardik Rahman yang semakin kesal saja kepada Alisa yang ingin tahu semua urusannya."Aku cuma nanya kamu mau ke mana, Mas."Rahman tidak menjawab, sibuk memilih baju di lemari. Pilihannya jatuh pada sebuah kaos oblong hitam, celana jins hitam, dan kemeja flanel berwarna merah marun kombinasi hitam untuk luaran. Gayanya necis persis seperti bujang yang mau berkencan."Mas, kamu mau ke mana, sih? Pakai kemeja dan parfum segala?" Lagi dan lagi Alisa bertanya karena penasaran setelah meletakkan anaknya yang tertidur ke ranjang.Rahman berdecak kesal. Suasana hatinya seketika hancur lebur."Enggak usah banyak ngomong. Nih, ambil beli token!" Rahman melempar selembar uang lima puluh ribu ke wajah Alisa dan sukses membungkam wanita itu.

  • Aku Butuh Uangmu Bukan Tampangmu, Mas!   Calon Mertua Baik

    "Sialan!" hardik Rahman penuh emosi saat melihat apa yang bersuara.Dibutakan nafsu membuat Ayu tidak sengaja menekan remote control televisi. Kebetulan sekali sinetron yang tayang tentang pelakor. Membuat calon suami istri itu kaget saja."Siapa yang nyalakan televisinya, sih!""Ma-maaf, Mas. Aku enggak sengaja," sesal Ayu yang merusak momen romantis di antara mereka.Rahman segera kembali duduk di samping Ayu. Terkejut melihat dia ketakutan melihat Rahman marah. "E-engak apa-apa, Sayang. Tadi aku cuma kaget aja kok. Jangan nangis, ya.""Kita jalan-jalan saja, yuk," ajak Rahman untuk mengubah suasana. Tidak ingin Ayu sedih dan ketakutan kepadanya."Tapi, tadi Bude bilah kita enggak boleh ke luar rumah. Nanti ada yang lihat dan ngadu ke Alisa, Mas.""Halah, kamu enggak usah takut. Alisa itu enggak pernah ke luar rumah jadi enggak akrab sama tetangga.""Tapi ...." Ayu tampak masih belum yakin untuk menerima ajakan Rahman."Kamu mau jalan-jalan ke mana?" tanya Bu Mirna yang tiba-tiba sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status