Share

Calon Mertua Baik

"Sialan!" hardik Rahman penuh emosi saat melihat apa yang bersuara.

Dibutakan nafsu membuat Ayu tidak sengaja menekan remote control televisi. Kebetulan sekali sinetron yang tayang tentang pelakor. Membuat calon suami istri itu kaget saja.

"Siapa yang nyalakan televisinya, sih!"

"Ma-maaf, Mas. Aku enggak sengaja," sesal Ayu yang merusak momen romantis di antara mereka.

Rahman segera kembali duduk di samping Ayu. Terkejut melihat dia ketakutan melihat Rahman marah. "E-engak apa-apa, Sayang. Tadi aku cuma kaget aja kok. Jangan nangis, ya."

"Kita jalan-jalan saja, yuk," ajak Rahman untuk mengubah suasana. Tidak ingin Ayu sedih dan ketakutan kepadanya.

"Tapi, tadi Bude bilah kita enggak boleh ke luar rumah. Nanti ada yang lihat dan ngadu ke Alisa, Mas."

"Halah, kamu enggak usah takut. Alisa itu enggak pernah ke luar rumah jadi enggak akrab sama tetangga."

"Tapi ...." Ayu tampak masih belum yakin untuk menerima ajakan Rahman.

"Kamu mau jalan-jalan ke mana?" tanya Bu Mirna yang tiba-tiba saja telah berdiri di dekat Rahman. Saat mendengar anaknya berteriak tadi, dia segera menghampiri.

"Belum tahu, Bu," jawab Rahman dengan begitu santainya.

"Bagaimana kalau kalian pergi beli cincin dan seserahan saja? Biar Ayu yang pilih, sesuai seleranya. Soal harga, enggak usah dipermasalahkan. Ambil ini." Bu Mirna menyodorkan sebuah kartu ATM kepada Rahman.

"Wah, benar, Bu?" Bu Mirna mengangguk. "Makasih banyak. Ibu emang paling ter-the best!" seru Rahman kegirangan.

Kalau dimodali seperti itu, kan, dia bisa membeli barang yang kualitasnya bagus. Tidak seperti saat Alisa, Rahman hanya memberikan seadanya saja karena uangnya terbatas. Ibunya sama sekali tidak mau ikut campur dan menanggungnya.

"Makasih, Bude."

Ayu tidak kalah senang, tetapi berusaha disembunyikannya. Tidak ingin terlalu kentara.

'Wah, tangkapan besar, nih. Baru juga ketemu langsung beli cincin dan seserahan. Aku pasti bakal milih yang malah. Toh, calon mertuaku punya banyak uang,' batin Ayu di dalam hatinya.

"Kalian perginya naik mobil saja. Kasian kalau naik motor, nanti Ayu kepanasan."

Tentu saja Rahman setuju. Sudah lama Bu Mirna tidak membiarkannya memakai mobil. Hanya memberi sebuah motor tua dan uang saku lima puluh ribu setiap hari. Bahkan uang jajannya saat sekolah dulu lebih banyak.

"Ya sudah, aku ganti baju dulu, ya. Masa mau jalan sama calon istri bajunya jelek begini."

"Tapi jangan lama-lama. Kasian Ayu nungguin kamu," ucap Bu Mirna memperingatkan dan segera dijawab dengan anggukan oleh Rahman.

"Aku pergi dulu, ya, Sayang. Enggak lama, kok. Kamu sama Ibu dulu di sini. Nanti kita lanjutin lagi yang tadi," bisik Rahman di telinga Ayu dengan mesra. Membuat wajah wanita itu memerah malu.

Bu Mirna hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak dan calon mantunya itu. Kemudian di menyelipkan beberapa lembar uang seratus ribuan ke dalam saku Rahman untuk beli bensin nanti. Setelah itu Rahman segera menyalakan motor tuanya dan segera menuju rumahnya. Namun, perasaan senangnya menghilang saat melihat rumahnya dari kejauhan.

Rahman berdecak kesal. "Terpaksa aku harus ketemu Alisa lagi. Semoga saja dia lagi tidur."

Sialnya Alisa sedang ada di teras menggendong anak mereka.

"Kamu dari mana?" tanya Alisa saat Rahman baru saja mematikan mesin motor miliknya.

"Dari rumah Ibu. Kamu, kan, lihat tadi aku pergi habis terima telepon dari Ibu. Makin hari kamu tambah bego aja, sih!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status