Share

Bab 7 Papa Tio Murka

Di kediaman keluarga Tanukusuma terlihat Papa Tio sedang marah besar. Pernikahan Chandra yang berlangsung sebentar lagi akan mengundang keluarga besar kedua belah pihak beserta kolega bisnis Papa Tio. Akan tetapi Papa Tio tidak ingin mengundang Om Brata, selaku adik kandungnya karena selisih paham yang terjadi beberapa tahun yang lalu berujung perang dingin.

Flashback on

Sepuluh tahun yang lalu bisnis dan keuanganku sedang menurun, aku perlu suntikan dana untuk menyelamatkam bisnisku. Sepertinya aku memerlukan bantuan adikku Brata karena warisan almarhum papa banyak yang dia urus. Walaupun bagianku sudah di berikan, tetapi tidak ada salahnya meminta bantuan Brata.

Brata memilih meneruskan usaha papa yang bergerak di bidang perkebunan sawit. Selain tidak ada pengetahuan dan ketertarikanku pada usaha tersebut, aku pun enggan untuk hijrah dan tinggal di pulau Sulawesi. Kecintaanku terhadap kota kelahiranku yang sejuk membuatku enggan untuk hidup di tinggal di kota yang sedikit gersang dan panas.

Aku putuskan untuk menghubungi Brata melalui telepon.

["Halo kak, apa kabar? Sehat?"] tanya Brata.

["Baik.. kamu bagaimana kabarnya? Bagaimana usaha sawit di sana?"] tanyaku.

["Alhamdulilah baik kak. Usahaku saat ini berkembang cukup baik, tetapi masih menunggu hasil panen beberapa bulan lagi,"] jelas Brata.

["Begini Ta, saat ini usahaku sedang menurun, dan aku membutuhkan suntikan dana agar usahaku tetap bertahan. Bisa tidak kamu bantu aku?"] pintaku

["Saat ini aku sedang tidak pegang banyak uang di tabunganku kak, harapanku menunggu panen sawit nanti karena CPO (Crude Palm Oil) akan diekspor ke Filipina. Tapi yah beberapa bulan lagi kak,"] jelas Brata.

["Masa kamu gak bisa bantu aku, kamu bisa jaminkan aset milikmu, nanti aku akan kembalikan,"] desakku.

["Jangan kakak ganggu asetku, kalau iya kakak bisa kembalikan, kalau tidak aku yang akan kehilangan warisan almarhum papa,"] tolak Brata.

["Kamu ini perhitungan sekali dengan saudara. Maksud kamu apa bicara seperti itu? Kamu meragukan aku tidak dapat mengembalikan uangmu hah?!"] bentakku.

["Bukan begitu kak, aku hanya menjaga sisa peninggalan papa saja. Kakak juga kan punya aset yang bisa kakak jaminkan,"] ucap Brata.

["Sudah ..., sudah cukup. Sekarang aku baru tahu sifat aslimu bagaimana. Mentang-mentang sekarang kamu sudah sukses, kamu sudah tidak mau membantuku malah merendahkanku. Heh ..., jangan sombong kamu Brata! Kalau bukan aku yang mengalah untuk tidak meneruskan bisnis papa, belum tentu kamu seperti sekarang! Jangan jadi kacang lupa kulit kau!"] hardikku.

["Bu-bukan ..., be-begi ...,"]

Sambungan telepon langsung kumatikan, kesal aku dibuatnya. Seandainya saat itu aku yang meneruskan usaha papa, belum tentu dia seperti sekarang. Sombong sekali dia, berani merendahkanku lagi. Aku terus mengumpat dalam hati, kekesalanku benar-benar memuncak. Mulai detik ini putus hubungan persaudaraanku dengan Brata, aku tidak sudi punya adik seperti dia, cuih!

Flashback off.

"Pokoknya jangan ada yang berani mengundang Brata. Kau ada yang berani mengundang Brata saya tidak akan datang ke pernikahan kalian," tegas Papa Tio.

Mama Mike berusaha menenangkan suaminya yang mulai tampak sesak napas akibat emosi. Chandra dan Cherryl hanya tertunduk diam melihat papa yang tampak murka. Cherryl merasa keheranan dengan sikap papa Dion, tapi saat ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan perihal itu.

Ting ... tong ... ting ... tong ...

Suara bel mencairkan suasana yang panas. Chandra melangkah ke depan untuk membuka pintu melihat siapa yang datang. Ternyata kasur yang sudah Cherryl dan Chandra pesan kemarin sudah datang.

"Maa ..., maaa ..., siniii lihatt ini," teriak Chandra.

"Siapa yang datang?" tanya mama Mike.

"Masuk aja mas ke dalam, nanti tolong taruh di kamar itu yah," ujar Chandra sambil menunjuk ke arah kamar kedua orang tuanya.

"Ini kasur buat mama dan papa hadiah dari aku dan Cherryl. Dulu kan mama suka mengeluh sakit badan kalau bangun tidur. Sekarang aku beliin yang nyaman untuk tulang punggung mama dan papa," jelas Chandra.

"Wah ... bagus banget Chan, ini pasti mahal yah?" ujar mama sumringah sambil melihat kasur di rakit di dalam kamarnya.

Setelah kasur selesai dirakit, dan petugas In**rma pamit undur diri. Mama mencoba kasur barunya dengan hati senang.

"Pa ..., lihat anak kita kasih hadiah, bagus gak?" ujar mama kala papa datang menghampirinya.

"Apaan bagus, warna nya norak!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status