Setelah kepergian Naya, Hanan pun kembali dibawa oleh polisi ke penjara saat Melisa berhasil dioperasi. Hanya tertinggal Ratih yang menemani Melisa di rumah sakit, sedangkan orangtua Melisa masih di luar kota.Ratih hanya menunduk meratapi musibah yang sedang menimpa pada keluarganya. Padahal, kebahagiaan mereka sudah lengkap dengan kehamilan Melisa. Akan tetapi semua hancur dalam sekejap.Ratih berharap semua yang terjadi hanya mimpi belaka, yang akan hilang dan semua kembali seperti dulu lagi.Tetapi semua harapan Ratih hanyalah angan belaka, semua terjadi karena dia terlalu egois memikirkan dirinya sendiri. Jika saja Ratih tidak menikahkan Hanan kembali, mungkin sekarang Hanan masih ada di sampingnya.Dia tidak akan melihat anak laki-laki satu-satunya yang dia miliki mendekam di balik jeruji besi. Hanan akan tetap bahagia dengan rumah tangganya dengan Naya. Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anak Hanan.Namun, semua sudah terlambat, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan
Langkah kaki Naya terasa berat meninggalkan Hanan dalam keadaan terpuruk seperti itu. Akan tetapi dia sudah tidak yakin, masih sanggup melihat keadaan Hanan.Bukan Naya merasa lemah, akan tetapi bagaimanapun Hanan pernah ada dalam hatinya, mengisi hari-harinya dengan cinta selama sepuluh tahun mereka menikah. Walaupun Hanan pernah sangat menyakitinya, tapi Naya tidak tega melihatnya terpuruk seperti itu.Tapi bagaimanapun Naya harus menguatkan hatinya, jangan sampai dia menjadi goyah dengan keputusannya untuk berpisah dari Hanan.Biarlah mereka merasakan apa yang dahulu pernah Naya rasakan. Naya pernah merasa sangat terpuruk, bahkan tidak ada yang menguatkannya selain Dinda."Ayo, Din. Aku ingin cepat pulang untuk beristirahat," ucap Naya pada Dinda yang melangkah di belakangnya."Baik, Bu."Mereka tiba di tempat Dinda memarkirkan mobil, tanpa banyak kata Naya masuk ke dalam mobil dan duduk diam. Dinda menyusul dan mulai melajukan mobil meninggalkan rumah sakit.Angan Naya melayang
Satu minggu berlalu semenjak sidang pertama perceraiannya. Setiap hari Naya lalui dengan rasa gundah di hatinya.Bukan dia tidak merasa lega dengan mudahnya proses perceraiannya dengan Hanan, akan tetapi pikirannya selalu melayang pada kondisi Melisa. Memang Naya membencinya karena telah merusak rumah tangganya. Tetapi dia tidak tega mengingat sekarang Melisa sedang dalam musibah.Bahkan sekarang Melisa sudah tidak mungkin mengandung lagi, tentu itu akan sangat mempengaruhi kondisi psikisnya.Naya pernah dalam kondisi di mana dia belum kunjung juga hamil. Naya dulu merasa sangat sedih dan berpikir bahwa dia mandul. Hinaan dan cemooh orang lain bahkan keluarga sendiri membuatnya terpuruk, kehilangan semangat hidup.Naya selalu berpikir kenapa dia berbeda dari kebanyakan wanita lainnya, yang setelah menikah langsung dikaruniai buah hati. Apakah semua salahnya jika dia tak kunjung hamil? Apakah dia juga wanita yang belum sempurna jika belum kunjung hamil? Berbagai macam pertanyaan sela
Setelah melihat keadaan Melisa rasanya Naya tidak tahan untuk tetap berada di tempatnya berdiri. Lalu dia melangkahkan kaki menuju kursi di samping pintu, Naya pun duduk di sana sembari menunggu Ratih keluar dari ruang rawat Melisa.Naya duduk termenung mencoba menata hatinya, berharap semua yang terjadi tidak akan mempengaruhinya dalam bersikap."Nay—," panggil Ratih mengejutkan Naya."Iya, Bu," jawab Naya menoleh pada Ratih yang sedang berdiri di depan pintu. Ratih pun melangkah mendekati Naya dan duduk di sampingnya."I-bu ingin minta maaf padamu, Nay. Ibu minta maaf atas semua perilaku buruk Ibu padamu," ucap Ratih dengan mata berkaca-kaca.Naya menghela nafas pelan dan menjawab ucapan Ratih, "Sudahlah, Bu. Semua sudah berlalu, kata maaf Ibu tidak akan pernah mengembalikan semua pada keadaan semula. Aku sudah ikhlas, Bu. Aku ikhlas jika memang jalanku seperti ini.""Tapi, Nay ... Ibu sudah sangat bersalah padamu. Ibu sudah dibutakan dengan keegoisan Ibu sendiri. Ibu sudah teramat
Hari berlalu begitu cepat, tidak terasa hari sidang vonis Hanan akan digelar. Sejujurnya Naya enggan untuk datang melihat jalannya sidang nanti. Dia takut hatinya tidak mampu melihat keadaan Hanan yang menderita.Akan tetapi Naya harus tetap hadir untuk mendengarkan keputusan hakim atas kasus kekerasan yang dilakukan Hanan kepadanya.Hati Naya berdebar kencang menanti jalannya sidang. Naya sudah tiba di tempat sidang sejak setengah jam yang lalu dengan ditemani oleh Alan dan juga Dinda.Alat bukti visum sudah sangat memberatkan Hanan. Dinda juga ikut menjadi saksi atas kasus kekerasan yang menimpa Naya. Dialah orang pertama yang menemukan Naya dalam keadaan yang mengenaskan.Suasana dalam ruang sidang sudah mulai ramai, Naya melihat Ratih juga datang. Ratih datang ditemani oleh Risa—saudara perempuan Hanan, bukan Melisa seperti biasanya. Keadaan Melisa masih belum memungkinkan untuk menemani Ratih.Kini netra Naya memandang Hanan yang mulai masuk ke ruang sidang. Hanan melangkah sambi
Pov HananAku hanya memandang sendu Melisa yang terus berteriak dan menangis. Pikiranku kosong, menyesali semua yang telah aku lakukan pada Naya.Aku dibawa menuju penjara, tempatku ditahan karena perbuatanku. Aku menundukkan wajah meneteskan air mata meratapi penyesalanku.Sungguh bukan ini yang kuharapkan, aku hanya ingin mengikat Naya agar tetap berada di sisiku. Aku hanya terlalu mencintainya dan tak mau kehilangannya.Ini semua karena kebodohanku yang menurut saja pada perintah Ibu. Jika dulu Ibu tidak memintaku menikahi Melisa, tentu aku masih bisa hidup bahagia dengan Naya.Aku memukul kepalaku dengan tangan yang masih diborgol. Sekarang aku berada dalam mobil yang membawaku ke penjara, tempat yang tak pernah aku bayangkan akan masuk ke dalamnya.Kurasakan mobil berhenti, seorang polisi membukakan pintu dan membawaku ke dalam kantor polisi. Dalam diam aku melangkah mengikuti kemana aku akan ditahan.Aku digiring masuk ke dalam jeruji besi. Tempat yang menurutku menyeramkan, di
"Huh ... setiap hari aku harus mengurus Melisa. Kapan sih dia sembuhnya, capek aku kalau Melisa sedang mengamuk." Ratih menggerutu di samping ranjang Melisa yang baru saja mengamuk, berteriak-teriak memanggil anaknya.Keadaan Melisa belum ada perkembangan sama sekali, tapi dia diijinkan dirawat di rumah dengan ditemani oleh suster, jika sewaktu-waktu Melisa kembali histeris.Jika saja orangtua Melisa tidak memberikan uang yang banyak, tentu Ratih tidak mau merawat Melisa. Orang tua Melisa sedang ada di luar kota, sehingga mereka tidak bisa merawat Melisa sendiri.Ratih merasa kerepotan jika Melisa sedang mengamuk, Melisa akan melempar barang apa saja yang berada di dekatnya. Untungnya ada suster yang dibayar oleh orangtua Melisa menemani Ratih mengurus Melisa. Jika tidak, tentu Ratih sudah tidak kuat menghadapi Melisa.Ratih benar-benar menyesal telah menikahkan Hanan dengan Melisa. Hidup anak kesayangannya itu sekarang telah hancur. Apalagi Hanan harus menjalani hari-harinya di balik
Ratih berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, hatinya gelisah memikirkan bagaimana kondisi Melisa. Dia sangat berharap Melisa bisa selamat.Ratih sudah menghubungi orangtua Melisa setelah sampai di rumah sakit. Dia tidak mau disalahkan jika terjadi sesuatu pada Melisa."Kenapa sih, Melisa pakai acara bunuh diri segala. Kan, jadi aku yang kerepotan kalau seperti ini. Dasar, bisanya menyusahkan saja, memang anak manja Melisa itu." Ratih menggerutu sendiri.Ratih terus berjalan mondar-mandir sambil menggerutu dalam hati. Selang beberapa menit dokter yang memeriksa Melisa telah keluar ruang UGD, dia pun segera melangkah menuju dokter tersebut."Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Ratih begitu sampai di depan dokter."Alhamdulillah, Ibu Melisa bisa melewati masa kritisnya. Tapi Ibu Melisa masih belum sadarkan diri. Dan sekarang Ibu Melisa membutuhkan transfusi darah secepatnya. Apakah ada keluarga Ibu Melisa dengan golongan darah sama dengannya?""Maaf, Dok. Saya tidak tahu, ora