Home / Fantasi / Algoritma Cinta Cypher / Chapter 11 : Ingatan yang Salah

Share

Chapter 11 : Ingatan yang Salah

Author: Ivy Morfeus
last update Last Updated: 2025-08-08 18:12:56

Seraphina masih duduk di tepi ranjangnya, menatap Cypher Winthrop yang kini berdiri tidak bergeming. Ucapannya menggema di kepalanya, memutar seperti kaset rusak. “... kenapa kau tidak putus saja dengannya?”

"Kamu gila," Seraphina akhirnya berucap, suaranya rendah, penuh amarah. "Kamu nggak bisa tiba-tiba nyuruh aku putus sama Cassian, sedangkan kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi!"

Cypher memandangnya dengan tenang. "Aku tahu dari data. Dan data menunjukkan dia adalah faktor utama dari kehancuran psikismu. Dialah yang mengirim pesan, dan di tempat itulah, teman-temannya hampir…."

"Cukup!" bentak Seraphina. Ia tidak bisa mendengar kata-kata itu diucapkan dengan lantang. Tiba-tiba ingatan di masa depan tentang malam itu kembali lagi. Saat ia dalam keadaan terpuruk dan baru saja lepas dari “bahaya”, pesan yang dikirim Cassian tidak menunjukkan jika dia lah penyebab teman geng nya hampir melakukan hal buruk padanya. Setidaknya, itu yang dia percaya saat ini.

"Itu nggak bener! Mereka yang lakuin itu, bukan Cassian!"

"Tapi dia yang memanggilmu ke sana," jawab Cypher, nadanya tetap datar. "Dan setelah kejadian itu, bukankah dia yang mengirim pesan putus dan menyebutmu “jijik”?"

Seraphina menggelengkan kepala, air matanya mulai menggenang. "Itu beda! Itu karena dia nggak bisa memahami aku! Dia marah karena aku nggak kasih tau kejadiannya dengan benar! Aku tahu Cassian bukan orang seperti itu. Kamu... kamu nggak tahu apa itu cinta! Kamu nggak tahu rasanya punya seseorang yang ada untuk kamu, waktu nggak ada orang lain yang peduli!"

"Aku juga ada di sini," balas Cypher. Matanya yang abu-abu menatap lurus ke dalam mata Seraphina. "Tugasku adalah membantumu. Tugas itu tidak bisa berhasil jika kau terus berpegang pada kenangan yang sudah terdistorsi."

"Itu bukan terdistorsi! Itu nyata! Cassian adalah orang yang membuat aku merasa aman! Dia yang paling peduli denganku!” Seraphina berteriak putus asa.

"Perasaan aman itu hanyalah data yang salah. Ingatanmu menunjukkan hal sebaliknya. Kejadian tadi sore adalah bukti nyata tubuhmu menunjukkan dia adalah sumber dari trauma terbesarmu."

Seraphina tidak sanggup lagi berada di ruangan itu. Ia harus keluar, mencari udara, atau seseorang. Ia segera berbalik dan keluar dari kamar, meninggalkan Cypher yang masih berdiri di sana, tak bergerak.

‘Adrian pasti ngerti aku. Dia sering ketemu sama Cassian. Dia pasti sepemikiran sama aku.’ gumamnya dalam hati.

Ia berlari menuruni tangga, menuju ruang kerja Adrian yang lampunya masih menyala. Harapan kecil menyala di hatinya. Adrian adalah keluarganya. Mungkin dia bisa memberinya pelukan atau kata-kata yang menenangkan dan membenarkan perasaannya. Seseorang yang nyata, bukan data.

Saat tiba di ruang kerja, Adrian sudah tidak ada. Ia kemudian berlari ke teras rumah, berharap Adrian masih di halaman rumah, sedang memasukkan kopernya ke bagasi, bersiap untuk pergi. Tapi lagi-lagi ia kecewa, sosok kakaknya sudah tidak ada di sana. Justru ia bertemu dengan Jason yang sedang membersihkan mobilnya.

“Dia sudah pergi…” gumam Seraphina lirih. Jason yang melihat majikannya sedang terpaku di teras, segera berjalan menghampirinya.

“Miss Sera mau pergi? Mobil bisa siap lima menit lagi.” kata Jason. Seraphina menarik napas panjang, ia menggeleng pelan.

“Adrian… sudah berangkat?” tanyanya dengan lesu. Walaupun ia tau jawabannya sudah jelas.

“Mr. Blackwood? Sudah setengah jam yang lalu. Bukannya Miss Sera tadi sempat ketemu?” Jason terlihat bingung. “Dia nggak pamitan?”

Seraphina tak menjawab. Ia mendengus lagi, lalu memutar tubuhnya, hendak kembali masuk rumah.

“Reynald bilang, pesawatnya take off sekitar jam 7.45 malam. Mungkin ponsel Mr. Blackwood masih aktif. “ ucap Jason. Seraphina menghentikan langkahnya. Ia segera merogoh ponsel di saku roknya.

“Adrian, Adrian, Adrian…” Ia terus bergumam sembari mengetik nama kakaknya di kontak ponselnya. Tak lama, ia menekan tombol Call dengan terburu-buru.

"Adrian!" panggil Seraphina, suaranya sedikit serak. Ada rasa lega ketika deringnya berakhir, diganti dengan suara dingin khas Adrian dari seberang.

‘Sera. Aku harus segera masuk pesawat. Aku akan kembali akhir minggu ini.’

"Tunggu, Adrian. Aku butuh bicara." Seraphina meremas ponselnya, matanya memohon. "Aku… sedang nggak baik-baik saja. Aku takut."

Adrian menghela napas, dengusannya menunjukkan ketidaksabaran. ‘Sera, aku sangat sibuk. Rapat ini sangat penting. Aku harus membuat keputusan yang akan memengaruhi bisnis kita.’

"Lebih penting dari adikmu?" tanya Seraphina, air matanya tak bisa lagi dibendung.

‘Tentu saja. Perusahaan nggak akan bangkrut dengan rengekanmu. Tapi bisa bangkrut tanpa keputusanku,’ Adrian mengucapkan kalimat itu tanpa jeda, seolah itu sudah menjadi kebiasaannya.

‘Sudah, jangan drama. Aku akan transfer uang ke rekeningmu. Beli apa aja yang kamu mau, yang membuat kamu nyaman dan jangan ganggu aku. Oke?’

Telepon ditutup. Seraphina hanya bisa berdiri terpaku di sana, membiarkan suara tuut, tuut terngiang di telinganya. Tidak ada kata-kata lembut. Tidak ada ungkapan kepedulian. Hanya uang dan penolakan. Ia merasa seolah dunia benar-benar meninggalkannya.

Seraphina kembali ke kamarnya, kakinya terasa berat. Ia menemukan Cypher masih berdiri di tempat yang sama. Ekspresinya tenang, seperti patung.

Ting!

Sebuah notifikasi muncul. Seraphina menatap layar ponselnya dengan senyum masam. itu Adrian. Dia telah mengirim sejumlah uang, tiga kali lebih besar dari jatah bulanannya.

"Dia pikir aku akan loncat-loncat kegirangan dapat transferan sebanyak ini? Dia benar-benar kakak yang buruk," gumam Seraphina, duduk di lantai. Air matanya mulai menetes.

Cypher tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengambil kursi belajarnya dan duduk di samping Seraphina, menjaga jarak yang wajar.

"Dataku menunjukkan, bahwa rasa kesepian adalah motivasi terkuat untuk mencari koneksi, bahkan jika koneksi itu toxic. Hal ini bisa menimbulkan rasa nyaman palsu."

Seraphina terisak. Ia mendongak, menatap Cypher. "Apa kamu senang sama semua datamu itu? Apa kamu bahagia lihat aku hancur?"

"Kebahagiaan adalah emosi. Aku tidak memiliki emosi. Tapi, aku bisa mengatakan bahwa tujuan misiku adalah untuk menghentikan kehancuran yang kau rasakan."

"Kamu nggak ngerti," isak Seraphina. "Aku merasa Cassian adalah satu-satunya orang yang peduli denganku. Dia membuatku merasa normal."

"Itu adalah ilusi," Cypher melanjutkan, suaranya tetap datar. "Aku percaya kau tahu fakta itu. Tapi perasaanmu menolak fakta itu. Tugasmu adalah belajar untuk merasa normal tanpanya. Dan aku, akan membantumu. Namun, aku tidak bisa melakukannya jika kau tidak kooperatif."

Seraphina menatap Cypher, kebingungan. "Aku takut. Aku takut kalau semua yang kamu bilang itu benar. Aku takut kalau ternyata Cassian… Aku nggak tahu gimana aku harus bertahan."

Cypher diam. "Aku tidak bisa memaksamu, Seraphina. Keputusan ada di tanganmu. Namun, ingatlah, ingatanmu tidak terdistorsi. Pikiranmu yang terdistorsi. Kau adalah satu-satunya penjelajah waktu yang aku temukan. Dan, dataku menunjukkan, bahwa kau akan berhasil. Aku percaya padamu."

Seraphina menatap Cypher. Ia terkejut. "Kamu bilang... kamu percaya aku?"

"Ya. Itu adalah bagian dari dataku. Percaya padamu."

Ada kehangatan aneh dalam kata-kata Cypher, meski diucapkan tanpa emosi. Itu adalah kalimat yang ia butuhkan saat ini. Di saat Adrian meninggalkannya sendirian. Di saat ia merasa bahwa dunianya hancur berkeping-keping.

Drrt… drrtt…

Ponsel Seraphina bergetar. Dengan gemetar, Seraphina mengambil ponselnya. Ia membuka aplikasi W******p. Nama "Cassian" terpampang di sana.

[‘Sera, kamu sudah di rumah?’]

Seolah hatinya tersengat, rasa sakit itu muncul lagi. Tapi entah kenapa terasa seperti candu. Ia tahu ini adalah kesalahan. Ia tahu Cypher Winthrop, dengan semua datanya, benar. Tapi ia tidak bisa menolak dorongan di hatinya yang begitu kuat. Rasa sepi itu terlalu menyakitkan.

Jemarinya mengetik cepat.

[“Aku kangen. Kita bisa ketemu, kan?”]

Seraphina tidak menoleh ke arah Cypher. Ia tidak ingin melihat reaksi data-nya. Ia tahu Cypher akan menyayangkan keputusannya. Tapi ia tidak peduli. Ia harus kembali ke Cassian. Ia harus membuktikan pada dirinya sendiri, bahwa ia salah. Bahwa Cypher Winthrop dengan semua data-nya, salah.

Hanya dia yang bisa menolongnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 12 : Imbalan Hadiah

    Seraphina duduk di bangku taman yang sepi, di bawah lindungan pohon ek besar. Angin musim semi menerbangkan beberapa helai rambutnya. Di sampingnya, Cassian duduk dengan bahu tegap dan senyum menenangkan. Ini adalah tempat yang sering mereka kunjungi, tempat yang seharusnya terasa nyaman. Namun, bagi Seraphina saat ini, ia justru merasa gelisah."Aku tahu ini aneh, Sera. Kamu tiba-tiba menghilang, lalu mengirimiku pesan seperti itu," Cassian memulai, suaranya lembut. "Tapi aku senang kamu menghubungiku. Aku cemas setengah mati.""Aku… aku cuma butuh seseorang, Cassian," gumam Seraphina. Ia tidak berani menatap mata Cassian.Cassian tersenyum, lalu menyentuh tangan Seraphina dengan lembut. “Aku selalu di sini untukmu. Kamu tahu itu, kan?”Seraphina mengangguk pelan. Sentuhan Cassian terasa seperti listrik yang mengalir di kulitnya, tetapi bukan kehangatan. Melainkan getaran yang aneh.Cassian kemudian mengeluarkan tas kertas dari sisinya. "Ini," katanya sambil menyodorkannya pada Serap

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 11 : Ingatan yang Salah

    Seraphina masih duduk di tepi ranjangnya, menatap Cypher Winthrop yang kini berdiri tidak bergeming. Ucapannya menggema di kepalanya, memutar seperti kaset rusak. “... kenapa kau tidak putus saja dengannya?”"Kamu gila," Seraphina akhirnya berucap, suaranya rendah, penuh amarah. "Kamu nggak bisa tiba-tiba nyuruh aku putus sama Cassian, sedangkan kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi!"Cypher memandangnya dengan tenang. "Aku tahu dari data. Dan data menunjukkan dia adalah faktor utama dari kehancuran psikismu. Dialah yang mengirim pesan, dan di tempat itulah, teman-temannya hampir….""Cukup!" bentak Seraphina. Ia tidak bisa mendengar kata-kata itu diucapkan dengan lantang. Tiba-tiba ingatan di masa depan tentang malam itu kembali lagi. Saat ia dalam keadaan terpuruk dan baru saja lepas dari “bahaya”, pesan yang dikirim Cassian tidak menunjukkan jika dia lah penyebab teman geng nya hampir melakukan hal buruk padanya. Setidaknya, itu yang dia percaya saat ini."Itu nggak bener! Mer

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 10 : Wajah Lain Cypher

    Seraphina duduk kaku di kursi belakang mobil, bersama dengan Cypher Winthrop di sampingnya. Jason sedang fokus menyetir. Suasana hening, hanya ada suara deru mesin mobil yang membelah jalanan London yang ramai. Pikirannya melayang, kembali ke malam yang mengerikan di tahun 2025 itu. Tetesan hujan yang membasahi wajahnya di balkon rumahnya, tekanan udara yang seakan mengambil napasnya saat ia meluncur, hingga sepasang tangan yang menangkap tubuhnya, tepat sebelum tubuhnya menghantam tanah. Seorang pria berambut perak, dengan mata abu-abu yang menembus kegelapan. Jantung Seraphina berdegup kencang saat ia melirik Cypher Winthrop. Rambut perak yang sama, mata abu-abu yang persis seperti yang ia ingat. Cypher duduk tenang, pandangannya lurus ke depan, seolah yang baru dikatakannya beberapa menit yang lalu itu bukan sesuatu yang besar. “K-kamu,” Seraphina memulai, suaranya bergetar. Cypher menoleh, tatapan matanya bertemu. "Kamu yang ada di sana, ‘kan? Malam itu, waktu aku…” Cypher

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 9 : British Library

    Seraphina memegang ponselnya erat-erat, ia sudah berada di kursi belakang mobilnya. Sedangkan Jason sedang fokus menyetir. Sesekali ia melirik kaca depan mobil, menunggu perintah selanjutnya dari Nona Muda nya itu.“Miss Sera, ke mana tujuan kita sekarang?” tanyanya. Seraphina tak segera menjawab. Ia membuka aplikasi DeepThought. Membaca lagi balasan terakhir dari Cypher beberapa menit lalu, untuk meyakinkan dirinya.[‘Pergilah ke British Library. Di perpustakaan itu ada buku yang akan membuktikan peringatanku tentang Kai Rothman. Cari buku berjudul ‘Temporal Residue: Tracing Anomalies in Post-Event Memories’.’]Sebuah perintah. Jantung Seraphina berdegup. Tidak ada pilihan. Tanpa berpikir panjang, ia mendongak, menatap Jason dari balik kaca depan mobil.“British Library, Jason.” jawab Seraphina.“Baik, Miss Sera.” Tanpa menunggu waktu lama, Jason membawa mobil melesat di jalanan London yang ramai menuju British Library, pusat dari semua pengetahuan, dan kini, pusat dari semua ketakut

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 8 : Berbeda Tapi Sama

    Seraphina berlari tanpa arah. Lorong kampus terasa seperti labirin yang menyesakkan, setiap langkah adalah usaha putus asa untuk menjauh.‘Robot. Dia robot.’Pikiran itu berputar-putar di benaknya, ingatannya pada sentuhan dingin di pipi Cypher Winthrop menghantuinya. Jantungnya berdebar kencang, bukan lagi karena ketakutan yang menghantui, tapi karena kebingungan.Seraphina akhirnya menemukan toilet wanita yang sepi. Ia masuk ke salah satu bilik dengan tergesa dan menguncinya. Ia duduk di atas WC tertutup, kakinya bergerak-gerak gelisah tanpa sadar."Ini nggak mungkin," bisiknya, suaranya serak. "Ini semua gila. Aku pasti ... aku pasti sudah gila ‘kan,”Ia mencubit lengannya keras-keras.“Aw! Sakit. Ini bukan mimpi. Aku beneran lihat dia. Aku juga sentuh dia. Dia ... bukan manusia. Robot dengan rambut perak itu. Wajahnya persis sama dengan yang terpasang di foto profil Cypher di DeepThought. Dan tawanya ... tawa kaku itu seperti tawa Cypher.” gumam Seraphina pada dirinya sendiri. Tan

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 7 : Wajah Baru di Kelas

    “Aduh….” Seraphina meringis kesakitan saat tak sengaja ujung gaun tidurnya bergesekan dengan luka di lututnya. Matanya menelisik ke area sprei di sekitarnya. “Seharusnya ‘itu’ lepas di sini.” gumamnya, tangannya meraba-raba sprei. “Ah, ini dia!” ucapnya senang saat menemukan plester bekas di balik gulingnya. Lalu dengan segera ia melempar plester itu ke tempat sampah “Padahal aku sudah beli yang bagus, kenapa bisa lepas…?” Tangannya menepuk-nepuk beberapa kali di area sekitar luka, untuk meredakan perihnya. Ia menarik napas panjang. Lalu menghembuskannya perlahan. Itu membantu. Rasa perihnya kini sudah berkurang. Perlahan ia berjalan mendekati full body mirror yang tertempel di dinding kamarnya. Ia melihat lutut kanannya yang kini berwarna merah. Ada sedikit noda merah yang mengalir, sepertinya karena gesekan tadi. “Ah, bagaimana cara menutupi ini?” gerutunya. Ia segera membuka lemarinya, membolak balik satu persatu bajunya. Lalu mengambil rok pendek di atas lututnya.Ro

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status