Home / Fantasi / Algoritma Cinta Cypher / Chapter 3 : Terlempar Terlalu Jauh

Share

Chapter 3 : Terlempar Terlalu Jauh

Author: Ivy Morfeus
last update Last Updated: 2025-05-16 20:10:10

Seraphine berdiri di depan kelas, tangannya gemetar memegang pointer laser, mulutnya bergerak menjelaskan slide tentang teori psikologi klinis, tapi pikirannya melayang jauh. Kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa otomatis, seperti naskah yang sudah dihafal. Namun, saat ia melirik ke arah Mr. Hudson, yang duduk di sudut kelas dengan ekspresi serius, sebuah kesadaran menghantamnya seperti petir.

Mr. Hudson memang mengajar Psikologi Klinis di semester tujuh, mata kuliah yang penuh dengan analisis kasus dan diskusi berat. Tapi slide di layar, wajah-wajah teman kelompoknya, dan topik sederhana yang mereka bahas, ini adalah Psikologi Klinis Dasar, mata kuliah di semester tiga. Dua tahun lalu.

Seraphina nyaris menjatuhkan pointer-nya, tapi ia berhasil menyelesaikan presentasi dengan wajah pucat. Mr. Hudson hanya mengangguk singkat, menyuruh kelompok berikutnya maju. Tanpa sepatah kata, Seraphina buru-buru meninggalkan kelas, mengabaikan panggilan Genevieve, teman dekat sekaligus teman sekelompoknya, dan berlari ke toilet.

Di dalam bilik toilet, ia mengunci pintu. Nafasnya tersengal. Dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan ponselnya dan memeriksa tanggal:

8 September 2023.

Bukan 2025.

Ia membuka chat dengan Cassian, menggulir dengan panik. Benar saja, semua pesan berhenti di tahun 2023, tak ada pesan putus, tak ada hinaan kejam, hanya obrolan ringan tentang kencan dan candaan mereka di masa itu. Seraphina menutup mulutnya, menahan isak yang hampir pecah. Ia mundur dua tahun ke masa lalu. Bukan hanya beberapa hari, tapi dua tahun penuh.

Kenapa? Bagaimana caranya ia kembali?

====== • • • =======

Di kantin kampus, Seraphina duduk sendirian di sudut, secangkir teh chamomile di depannya sudah dingin. Ia merasa lemas, kepalanya pening oleh kebingungan dan ketakutan. Pikirannya terus kembali ke malam itu, lompatan dari balkon, pria berambut perak yang menangkapnya, dan teror di toko gelap bersama geng Cassian.

Apakah itu semua pemicu lompatan waktu ini? Atau ada kekuatan lain yang ia tak pahami?

Ia begitu tenggelam dalam pikiran hingga tak menyadari seseorang menepuk bahunya.

“Sera! Kamu ngapain ngelamun seperti orang kesurupan?” Genevieve, atau Genn, seperti panggilan akrabnya, gadis itu sudah berdiri di belakangnya, rambut pirang pendeknya yang berantakan terlihat seperti biasa. Genn menjatuhkan diri ke kursi di depan Seraphina, matanya penuh rasa ingin tahu,

“Tadi abis kelas Mr. Hudson, kamu ke mana? Aku cari-cari, nggak ketemu. Terus, tadi pagi aku lihat kamu dateng pakai Bentley-nya Adrian. Apa kakakmu yang nganterin? Tumben banget nggak bareng Cassian.”

Seraphina bergidik mendengar nama Cassian. Jantungnya langsung melonjak, kenangan pesan kejam dan malam mengerikan itu masih segar. ,

“Aku… sakit perut tadi, makanya buru-buru ke toilet,” jawabnya cepat, berusaha menyembunyikan kegugupan, “Dan iya, tadi pagi Adrian yang antar. Kebetulan dia mau berangkat kerja.”

Genn mengangguk-angguk, tapi matanya masih penuh curiga, “Hmm, oke. Tapi Bentley Continental GT itu bikin heboh, tahu nggak? Anak-anak pada bisik-bisik tadi. Kakakmu emang nggak main-main kalau soal mobil.”

Seraphina memaksakan senyum, tapi sebelum ia bisa menjawab lebih lanjut, suara yang ia takuti terdengar, riang dan penuh kepemilikan,

“Seraphina sayang…”

Semua kepala di kantin berpaling. Wajah Seraphina memerah, panik melandanya seperti gelombang. Ia bangkit, berniat kabur, tapi Cassian sudah ada di sampingnya, tangannya dengan cepat menangkap pergelangan tangannya. Dengan senyum lebar yang dulu pernah membuatnya tersipu, ia menarik kursi dan duduk di samping Seraphina,

“Kenapa tadi berangkat duluan, hm? Aku nungguin di tempat biasa, eh, kamu udah kabur,” katanya, nada candanya terdengar ringan, tapi ada sesuatu di matanya yang membuat Seraphina gelisah.

“Aku… kebetulan Adrian mau berangkat kerja pagi ini, jadi aku ikut,” jawab Seraphina cepat, suaranya gugup. Ia menarik tangannya pelan, tapi Cassian masih memegangnya, jari-jarinya meremas sedikit terlalu keras hingga Seraphina mengernyit kesakitan,

“Kamu sengaja menghindari aku, ya?” tanya Cassian lagi, suaranya tetap lembut, tapi ada nada mengancam yang terselip, seperti pisau tersembunyi di balik kain sutra.

Seraphina ingat betul sisi Cassian yang ini. Di 2023, ia sering melihatnya sebagai kekasih yang perhatian, penuh pesona, tapi ada saat-saat ketika pertanyaannya terasa seperti interogasi, tatapannya seperti peringatan. Dulu, ia mengabaikan firasat itu, terlalu terpesona oleh senyumnya. Tapi sekarang, setelah apa yang terjadi di 2025, pesan putus, hinaan, dan teror gengnya, setiap gerakannya membuat Seraphina ingin lari,

“Nggak, tentu nggak,” katanya, memaksakan senyum, “Aku cuma… maksa Adrian biar aku ikut. Soalnya aku mau ngomongin kado buat Mama. Dia kan sebentar lagi pulang ke London, sekalian kado untuk ulang tahunnya.”

Seraphina merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak kunjung usai. Di kantin yang ramai, suara Cassian masih bergema di telinganya, nadanya yang manis namun mengancam membuat jantungnya berdegup tak karuan.

Genn, yang duduk di depannya, terus mengunyah sandwich-nya, tak menyadari ketegangan yang menyelimuti Seraphina,

“Jadi, beneran Adrian nganterin kamu tadi pagi pake Bentley-nya? Wow, kakakmu yang kaku itu pasti lagi baik mood-nya,” canda Genn, tapi Seraphina hanya bisa mengangguk lemas, pikirannya terpecah antara kebohongan yang ia ciptakan dan kenyataan aneh yang ia jalani.

Cassian, yang masih memegang tangannya, mencondongkan tubuh lebih dekat,

“Kamu nggak bohong, kan, Sera?” tanyanya, suaranya rendah, hampir seperti bisikan, tapi cukup untuk membuat bulu kuduk Seraphina berdiri, “Aku nggak suka kalau kamu main rahasia-rahasia sama aku.”

Senyumnya tetap terpasang, tapi remasan tangannya semakin kuat, membuat Seraphina menahan sakit. Ia ingin menarik tangannya, ingin berlari, tapi tatapan Cassian seperti menahannya di tempat.

“Nggak, Cass, aku nggak bohong,” jawab Seraphina cepat, suaranya nyaris tersedak. Ia memaksakan senyum, berusaha menutupi ketakutan yang menggerogoti, “Aku cuma… ingin quality time sama Kak Adrian. Mama kan ulang tahun, aku pikir mumpung dia di rumah, aku tanya soal kado.”

Genn mendengus, meletakkan sandwich-nya. “Quality time sama Adrian? Sera, please. Setahu aku, kakakmu itu lebih suka ngobrol sama laptopnya ketimbang sama orang. Dia tipe yang kasih kamu kartu kredit dan bilang ‘beli apa aja, tapi jangan ganggu aku’.” Genn terkekeh, tapi ucapannya seperti tamparan bagi Seraphina. Kebohongannya terlalu rapuh, dan ia tahu Cassian bukan tipe yang mudah dibodohi.

Cassian akhirnya melepaskan tangan Sera, tapi tatapannya tak pernah lepas darinya.

“Hmm, oke, kalau gitu,” katanya, nadanya kini lebih ringan, tapi Seraphina tahu itu hanya topeng, “Tapi lain kali bilang, ya, kalau mau pergi sendiri. Aku khawatir, tahu.”

Ia mengelus rambut Seraphina dengan gerakan yang seharusnya lembut, tapi terasa seperti peringatan. Seraphina hanya mengangguk, tak berani menatap matanya.

======= • • • =======

Seraphina menyeret langkahnya keluar dari kelas terakhir hari itu, tubuhnya terasa berat meski pikirannya berputar cepat. Kuliah-kuliah tadi berjalan dengan baik, terlalu baik, malah. Baginya, semua materi terasa seperti pengulangan, seperti membaca buku yang sudah ia hafal setiap halamannya. Namun, di balik ketenangan permukaan itu, pertanyaan-pertanyaan terus menggerogoti:

Kenapa aku di 2023? Bagaimana aku kembali ke 2025? Dan siapa pria berambut perak itu?

Setiap kali ia mencoba fokus, bayangan Cassian, gengnya, dan malam mengerikan di toko gelap itu muncul, membuat dadanya sesak.

Sore mulai merangkak, matahari jingga menyelinap di antara gedung-gedung fakultas. Seraphina berjalan gontai melintasi halaman, tasnya tergantung lemas di bahunya. Cassian tak bisa mengantarnya pulang hari ini, ia bilang ada urusan dengan “teman-temannya”. Kata-kata itu saja sudah cukup membuat Sera bergidik. Wajah Rico, salah satu anggota geng Cassian, muncul di benaknya, senyum liciknya, tatapan yang membuatnya merasa seperti mangsa. Ingatan malam di 2025, saat ia diseret ke toko gelap dan nyaris kehilangan segalanya, terasa begitu nyata, meski kini ia tahu itu belum terjadi.

Belum.

Tapi firasat buruk itu tak mau pergi.

Sebuah getar dari ponselnya membuyarkan lamunan. Seraphina berhenti di tengah halaman, mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Notifikasi dari aplikasi DeepThought menyala di layar. Ia mengerutkan kening.

DeepThought, ia ingat, aplikasi AI yang ia gunakan untuk curhat selama masa-masa sulit sebelum patah hatinya dengan Cassian di 2025. Dulu, ia sering menumpahkan keluh kesahnya di sana, merasa lebih mudah bicara pada algoritma daripada manusia. Ia hampir lupa aplikasi itu masih terpasang di ponselnya.

Dengan jari ragu-ragu, ia membuka notifikasi. Sebuah nama muncul di layar:

CYPHER.

Di bawahnya, ada pesan singkat:

‘Kau kelihatan bingung, Sera. Mau cerita?’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 17 : Sintaks Salah

    "Cypher, kamu dengar aku?" bisik Seraphina. Seraphina sudah berada di dalam Drury Covent Garden. Kafe itu ramai, namun musik jazz yang diputar membuat suasana terasa tenang. Ia memilih sebuah meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian. Ia duduk, meletakkan ponselnya di atas meja. Tangan-tangan Seraphina terasa dingin dan bergetar, ia merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Tangannya terangkat, menyentuh telinganya, memastikan earphone transparan itu sudah terpasang dengan nyaman. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. “Cypher?” panggilnya lagi. ‘Aku dengar. Suaramu terdengar jelas, Seraphina. Tenang. Aku di sini,’ jawab Cypher, suaranya tenang dan tanpa emosi. “Sorry,” bisik Seraphina lagi. “Aku gugup. Gimana kalau dia nggak percaya sama aku? Gimana kalau dia malah menganggap aku gila?” ‘Dia akan percaya. Ingat, Adrian tidak percaya pada orang lain selain dirinya. Kita tidak akan memintanya untuk percaya padamu, tapi

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 16 : Protokol Alpha

    2035 Adrian menatap layar monitor besar yang menampilkan sebuah garis waktu bergelombang, ditandai dengan berbagai data aneh. Di sampingnya, Profesor Ellery, seorang pria tua dengan kacamata tebal dan rambut putih yang berantakan, mengangguk perlahan. “Singularitasnya stabil, Adrian,” kata Profesor Ellery, nadanya tegang. “Kami berhasil mencegahnya untuk tidak menghancurkan diri. Pengiriman Cypher beberapa hari yang lalu juga berhasil.” Andrian mengamati layar, tatapannya terlihat serius, juga ada semburat kesal di matanya. “Tapi aku nggak menemukan Cypher di tahun 2025. Hanya ada 10 menit di titik ini. Tapi setelah itu jejak Cypher hilang.” Adrian mengetuk layar yang menampilkan titik koordinasi lokasi. Jendela baru terbuka, kali ini menunjukkan sebuah peta. Jari telunjuk dan ibu jarinya bergerak memperbesar titik. Profesor Ellery mengernyit. "Itu nggak mungkin. Kami mengirim Cypher ke tahun 2025 dengan protokol ketat, tujuannya untuk….” “Aku tahu, untuk mencegah adikku bunuh d

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 15 : Singularitas Seraphina

    Seraphina mengikuti Cypher ke sebuah ruangan yang terlihat seperti studio seni, dengan kanvas-kanvas kosong bersandar di dinding. Hingga sampai di tengah ruangan, matanya menangkap sebuah meja kerja baja dengan laptop futuristik yang menyala. "Duduklah, Seraphina," kata Cypher, menunjuk kursi di depan meja. "Aku harus melakukan ini sekarang. Proses ini tidak akan lama." Seraphina mengangguk, masih memproses emosinya yang campur aduk. Setidaknya ia lega, lehernya kini sudah kosong dari syal biru navy, ringan seperti beban yang telah terangkat. "Apa yang bakal terjadi kalau kamu nggak ngelakuin itu?" tanya Seraphina, duduk di kursi. Cypher mengarahkannya ke monitor. "Ada risiko data corruption. Data itu bisa terdistorsi, atau bahkan hilang. Aku tidak bisa mengambil risiko itu." "Oke," jawab Seraphina, suaranya tenang. "Terus, apa rencananya?" Cypher membuka laptopnya. Layar itu menampilkan kode-kode biner yang mengalir dengan cepat. "Rencananya akan kujelaskan setelah proses

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 14 : Dua Kali Terkejut

    Seraphina mengikuti Cypher dengan linglung. Mobil yang terbuka kuncinya dengan sekali sentuh oleh Cypher, bukanlah hal yang paling mengejutkan yang ia lihat hari ini. Begitu duduk di kursi penumpang, Seraphina menatap Cypher yang kini mengemudi. Di bawah sinar matahari yang bersinar terang, wajahnya terlihat sempurna. Kulitnya, gerak-geriknya, bahkan kedipan matanya, semuanya tampak alami. Tidak ada sedikitpun celah yang menunjukkan bahwa ia hanyalah sebuah mesin. "Aku tahu aku bakal terlihat bodoh kalau tanya seperti ini, tapi… kamu beneran robot?" gumam Seraphina. Suaranya terdengar tidak yakin. "Entitas," Cypher mengoreksi, matanya tetap fokus pada jalanan. "Aku adalah entitas yang dirancang." "Tapi... kulitmu terasa nyata. Sentuhanmu. Suaramu. Bola matamu… ah, aku pernah melihatnya menyala waktu kamu tangkap aku di taman malam itu. Tapi hanya itu satu-satunya yang terlihat aneh," kata Seraphina, teringat malam saat ia mencoba terjun dari balkon rumahnya, dan Cypher berhasil m

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 13 : Kekacauan di Kantin

    Seraphina berjalan melewati trotoar kampus, syal wol biru navy melingkar di lehernya. Sepanjang langkahnya ia tersenyum, sesekali bersiul. Syal itu terasa hangat di lehernya, bukan hanya dari bahannya, tetapi juga dari kenangan yang menempel pada malam sebelumnya. Ia menghela napas panjang, ia menyukai hadiah dari Cassian, tapi tak dapat dipungkiri di lubuk hatinya masih ada sedikit rasa kegelisahan. Tapi sejak bangun tidur pagi ini, dia sudah bertekad untuk menyingkirkan jauh-jauh rasa gelisahnya. Ia akan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Cassian. Dan memberitahu Cassian tentang watak asli geng-nya yang bejat. “Rico dan teman-temannya yang melakukannya. Bukan Cassian. Mungkin Cassian juga nggak tau tentang kejadian malam itu. Jadi, aku akan mempengaruhinya untuk meninggalkan geng nya itu.” gumam Seraphina bertekad. Tak lama, sosok Genn muncul dan langsung merangkul pundaknya dengan akrab. Di sisi lain, Cassian mendekat dan menggenggam tangan Seraphina dengan lembut. "Wow! S

  • Algoritma Cinta Cypher   Chapter 12 : Imbalan Hadiah

    Seraphina duduk di bangku taman yang sepi, di bawah lindungan pohon ek besar. Angin musim semi menerbangkan beberapa helai rambutnya. Di sampingnya, Cassian duduk dengan bahu tegap dan senyum menenangkan. Ini adalah tempat yang sering mereka kunjungi, tempat yang seharusnya terasa nyaman. Namun, bagi Seraphina saat ini, ia justru merasa gelisah."Aku tahu ini aneh, Sera. Kamu tiba-tiba menghilang, lalu mengirimiku pesan seperti itu," Cassian memulai, suaranya lembut. "Tapi aku senang kamu menghubungiku. Aku cemas setengah mati.""Aku… aku cuma butuh seseorang, Cassian," gumam Seraphina. Ia tidak berani menatap mata Cassian.Cassian tersenyum, lalu menyentuh tangan Seraphina dengan lembut. “Aku selalu di sini untukmu. Kamu tahu itu, kan?”Seraphina mengangguk pelan. Sentuhan Cassian terasa seperti listrik yang mengalir di kulitnya, tetapi bukan kehangatan. Melainkan getaran yang aneh.Cassian kemudian mengeluarkan tas kertas dari sisinya. "Ini," katanya sambil menyodorkannya pada Serap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status