Park Jiyeon dan Kim Jaehwan kuliah kedokteran dan telah menikah secara rahasia di Jerman. Ketika mereka kembali ke Korsel, ayah Jiyeon malah menjodohkan Jaehwan dengan Park Mina, kakaknya. Hanya untuk meluaskan bisnis mereka. Sedangkan di sisi lain, ada Lee Namju, mantan kekasih Mina yang ingin membalas dendam pada keluarga Park karena sakit hati di masa lalu namun malah jatuh cinta pada Jiyeon. Berbagai usaha dilakukan sepasang suami istri itu untuk membatalkan perjodohan. Namun selalu gagal. Akhirnya Jaehwan berusaha membuat Jiyeon hamil agar mereka dapat membatalkan perjodohan itu. Pada malam pertunangan, Jaehwan menunjukkan bukti pernikahan dengan Jiyeon pada semua orang. Namun Namju menyangkal dan mengatakan itu palsu. Jiyeon yang tengah hamil diakui oleh Namju bahwa dia adalah ayah dari janinnya. Pertunangan berlangsung. Jiyeon dinikahkan dengan Namju. Namun Namju meninggal sebelum pernikahan karena diracun. Terungkap bahwa Mina yang meracuni Namju. Akhirnya Jaehwan membatalkan pernikahannya karena Mina dipenjara. Ia juga mendatangkan pendeta yang menikahkan mereka di Jerman sebagai saksi. Ia pun berhasil dan akhirnya bersatu dengan Jiyeon.
Lihat lebih banyakBerlin, Jerman 2021
Hari ini bukanlah hari Senin biasa. Seorang wanita muda tengah menunggu hari ini sejak lama, lebih dari tiga tahun. Ya, Park Jiyeon – putri pengusaha kaya asal Korea Selatan telah menyelesaikan kuliahnya di Jerman dengan jurusan kedokteran hingga program S2 Spesialis jantung. Jiyeon merupakan salah satu mahasiswa teladan dengan nilai IP kumulatif Cumlaude yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian di saat wisuda kelulusan. Siapa yang tidak mengenalnya? Jiyeon gadis tercantik di jurusan kedokteran dengan kecerdasa di atas rata-rata. Tubuhnya yang langsing, mata khas Asia, hidung mancung, bibir tipis yang seksi, dan rambut panjang berwarna coklat yang sering ia biarkan berjuntai menutupi punggungnya.
Ia berdiri di balik jendela apartemennya yang dihiasi tirai berwarna putih transparan. Sembari menikmati pemandangan kota Berlin untuk yang terakhir kalinya, ia menyeruput kopi latte yang dibuatnya sendiri.
Jiyeon tersenyum memandang ke arah luar jendela. Imajinasinya jauh melayang ke negeri asalnya, Korea Selatan.
“Aku sangat merindukan kalian, ayah dan kak Mina,” gumam Jiyeon. Senyum kecil menghiasi wajah cantik khas wanita Asia yang selalu menunjukkan keceriaan itu.
Ceklek!
Seseorang menarik knop pintu lalu membuka benda keras itu perlahan. Seorang pemuda yang tak asing bagi Jiyeon, masuk apartemen Jiyeon tanpa minta izin pada si empunya apartemen itu.
“Pesawatmu segera tinggal landas. Sampai kapan kau akan berdiri di tempat itu?” Pemuda yang masuk apartemen tanpa ijin itu tampak kesal melihat Jiyeon yang sedari tadi hanya berdiri di balik jendela.
Deg!
Jiyeon menoleh, kaget, kemudian menghela nafas panjang. Bukannya senang melihat pemuda tampan yang berdiri di depannya itu, Jiyeon malah tampak super kesal.
“Sejak kapan kau berdiri di depan pintu seperti itu?” tanya Jiyeon balik. Tangan kanannya meletakkan cangkir yang berisi kopi latte di atas meja kecil di bawah jendela.
Kim Jaehwan, nama pemuda tampan itu, yang kini tengah berjalan santai ke arah tempat Jiyeon berdiri. “Hei, Nona Park! Kau mau pulang, tidak?” Jaehwan mengacak rambut Jiyeon yang sudah disisir rapi.
“Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu sial? Ada apa dengan tanganmu yang selalu mengacak rambutku, hah?” Jiyeon heran.
Ia dan Jaehwan saling mengenal sudah lebih dari enam tahun. Ya, tentu saja sejak mereka masih duduk di bangku SMA, di Korea Selatan. Jaehwan adalah kakak kelasnya yang selalu mengacak rambut panjangnya sejak pertemuan mereka yang kedua kali. Sampai sekarang sudah enam tahun, entah sudah berapa kali pemuda itu mengacak rambut Jiyeon.
Jiyeon yang kesal segera mengambil tas ransel berisi laptoo dan kopernya yang berwarna pink tua supaya pemuda bernama Kim Jaehwan itu tidak mengomel lebih banyak lagi. “Kau itu lebih cerewet daripada ibuku,” gerutu Jiyeon saat dia berjalan di samping Jaehwan, menuju pintu apartemen.
Jaehwan tertawa kecil. Selama enam tahun ia mengacak rambut wanita muda yang cantik itu. Selama itu pula Jiyeon selalu membandingkannya dengan nyonya Park. “Biar aku saja yang membawa kopermu. Badanmu terlalu kurus, bisa-bisa kau terjatuh dan oleng saat menenteng koper itu.”
Dengan kesal, Jiyeon menghentikan langkahnya. Kemudian melirik tajam pada sosok pria yang ingin dicakarnya. Ia mendengus kesal setelah mendengar ejekan dari Jaehwan. “Baiklah, terimakasih, Tuan Kim.” Dengan langkah pasti, Jiyeon keluar dari apartemen yang telah ia tempati selama dua tahun terakhir. Ya, sejak ibunya meninggal dua tahun lalu. Ia memutuskan untuk tinggal di apartemen sendiri. Jauh dari keluarga ibunya yang merupakan penduduk Jerman asli. Entah masalah apa yang membuatnya memutuskan seperti itu. Mungkin terdapat kesalahan di masa lalu yang menyebabkan keluarga itu tidak menyukai Jiyeon.
.....
Jiyeon POV
Perjalanan menuju bandara tidak begitu lama. Aku hanya duduk manis seperti penumpang taksi online. Tentu saja Kim Jaehwan yang menyetir dan mengendarai mobilnya seperti kilatan petir. Benar-benar membuatku mendadak kena serangan jantung. Berlin tidak pernah macet oleh kendaraan, tak berbeda dengan Seoul. Maka dari itu, Jaehwan membawa mobil mewahnya dengan kecepatan lumayan tinggi, bagiku.
Aku telah sampai di bandara. Tempat terkhirku di negara ini. Ya, bandara ini, aku menebar pandanganku ke segala arah seraya mengucapkan selamat tinggal pada negara ini dalam hatiku. Terimakasih sudah membuatku betah di sini, Jerman. Sembari menunggu Jaehwan membawakan koperku yang berwarna pink tua itu, aku mengecek ponselku untuk membaca pesan yng mungkin masuk tanpa ku ketahui.
“Silahkan, Nona Park yang kurus.”
Iiiish!
Pria ini selalu mengagetkanku kemudian mengejekku.
Jaehwan puas melihatku kesal. Aku sudah kesal sekali padanya tapi dia semakin mengejekku. Ingin ku cakar saja wajah tampannya itu.
“Sini, biar aku yang bawakan troli ini ke dalam,” katanya setelah ia berhasil menata tas ranselku dan koper di atas troli dengan rapi.
Aku tersenyum melihatnya mendorong troli, berjalan tanpa menoleh ke arahku yang masih mematung di belakangnya. Ku tatap punggung datar Jaehwan yang selalu hangat di dalam hatiku.
Sebelum masuk ke dalam pesawat, aku harus cek identitas dan kelengkapan administrasi termasuk paspor dan tiketku terlebih dahulu. Ketika aku berjalan menuju antrian, tiba-tiba Jaehwan menghentikan langkahku. Aku terkejut.
“Kau tidak berpamitan dulu padaku?” Tiba-tiba Jaehwan memegang tanganku yang sukses menghentikan langkahku seketika.
Aku tertegun mendengar pertanyaannya. Berpamitan? Bukankah dia sudah tahu kalau aku akan pulang ke Korsel. Kenapa aku harus mengatakannya lagi padanya?
“A, aku...”
Cup!
Mataku terbelalak. Aku belum menyelesaikan kata-kataku. Tiba-tiba pria tampan di depanku itu mengecup bibirku. Dilepasnya sedetik. Kemudian dia menciumku lagi, melumat bibirku pelan dan lembut. Tangan kirinya melingkar erat di pinggangku sedangkan tangan kanannya memegang tengkukku, memperdalam ciumannya padaku. Tanpa aba-aba, aku pun menutup mata. Menikmati ciumanku yang kesekian kalinya dengan pemuda itu. Jika tidak sadar bahwa kami berada di bandara, pasti kami sudah melakukan hal yang lebih dari itu.
“Kau tidak akan merindukanku, Park Jiyeon?”
Aku kaget mendapat pertanyaan itu dari pria yang ku cintai. “Tentu saja. Aku akan merindukanmu. Jadi, kau juga harus pulang secepatnya. Aku akan menunggumu di sana.” Kata-kataku mampu menghipnotisnya. Aku pasti sangat merindukannya ketika kami sudah berada di negara yang berbeda.
Seketika ia memelukku erat. Seakan tak ingin membiarkanku pergi. Tangan kanannya sibuk mengusap rambut panjangku yang menutupi punggung. Belaian itu pasti akan sangat ku rindukan.
“Lepaskan, ih!” Aku berusaha melepaskan pelukannya. “Kita tidak berpisah selamanya. Kau bisa pulang ke Korsel kapan pun kau mau, kan?”
“Baiklah, Nona Cantik.”
“Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik di sini. Aku akan merindukanmu!” Ku lambaikan tangan kiriku padanya karena tangan kananku memegang koper yang cukup berat ini.
Aku pulang dulu, Sayang. Jaga dirimu, jaga kesehatanmu, kau harus selalu meneleponku. Jaehwan terlihat semakin jauh. Sedih, ya, pasti sedih berpisah dengan orang yang ku cintai. Tapi ini bukan untuk selamanya. Kami masih bisa bertemu di Korsel. Aku tersenyum tipis dan melanjutkan langkahku memasuki kabin pesawat yang sebentar lagi tinggal landas.
Jiyeon POV end
.....
Bersambung
“Kafe Lony dekat Busan Tower, jam 10 pagi.”Jiyeon langsung menghentikan langkahnya, menoleh ke arah kanan, mendapati Mina sedang bicara padanya dengan gaya melipat lengan bersilang di depan dada. Ia pun menghela nafas kasar karena di saat lelah malah melihat pemandangan yang membuatnya jenuh.“Tolong, jangan sekarang. Aku sudah lelah,” pinta Jiyeon yang tidak ingin kekesalannya semakin bertambah hanya karena kata-kata Mina. Sejujurnya, ia sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun dan membicarakan apapun karena kondisi tubuh dan psikisnya sedang lemah. “Tolonglah, Kak,” pintanya lagi dengan wajah seperti kertas kusut.Mina melangkah mendekati Jiyeon yang berdiri tepat di depan pintu. “Katakan saja itu pada Lee Namju. Aku akan menunggunya di sana.”Ternyata yang diucapkan Mina tadi adalah lokasi dan waktu yang dia tentukan untuk bertemu dengan Park Siwoo. Jiyeon hanya mengangguk paham dan segera melangkah
“Bagaimana rasanya, Kak? Sakit, bukan?” Sebenarnya Jiyeon tidak bermaksud melukai hati Mina. Dia hanya ingin Mina merasakan apa yang saat ini dia rasakan. Kesialan yang menimpa Mina karena perbuatan Namju merupakan kesedihan bagi Jiyeon. Tapi Mina malah memintanya berbaikan dengan Namju dan mendekatinya untuk kepentingan perusahaan. Itu artinya Mina ingin menggali luka lama di hati Jiyeon dengan mempertemukan dirinya dan Lee Namju. Mina hanya memandang ke arah Jiyeon tanpa mengatakan sepatah kata. Dia tahu kalau adiknya juga merasakan sakit yang ia rasakan. Jiyeon adalah satu-satunya adik yang selalu mengerti dirinya. “Kalau sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku pamit. Katakan saja padaku kapan dan di mana kalian akan menemui orang itu.” Sesaat kemudian Jiyeon beranjak dari kursi empuk yang didudukinya. Detik terakhir sebelum ia membalikkan badan, dapat dilihatnya ekspresi wajah Mina yang tampak sedih. .... Setelah Jiyeon meninggalkan ruang
Pagi berubah menjadi siang. Suasana sepi yang membosankan membuat Jiyeon harus membolak-balikkan badannya, menemukan posisi tidur yang nyaman untuk tubuhnya. Tidak bisa, dia tidak bisa tidur dengan semudah itu. Pikiran yang masih memikirkan hal-hal lain membuat Jiyeon harus terjaga seorang diri di apartemen Jaehwan.“Aku harus memikirkan cara untuk menghubungi Namju hari ini,” lirihnya. Ia tidak ingin terjebak dalam masalah yang bukan urusannya. Mungkin masalah perusahaan harus didahulukan karena rumah sakit adalah bagian dari perusahaan keluarganya. Jadi, masalah perusahaan adalah prioritasnya saat ini.Baiklah, harus segera selesai, batinnya. Tak lama kemudian, Jiyeon meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas, di samping tempat tidur. Dicarinya nomor ponsel Namju yang sengaja tidak disimpan dalam kontak ponsel itu.Tuuuut! Tuuuut!Jiyeon pun langsung menghubungi Namju dan membuat rencana bertemu dengan laki-laki super licik itu.&l
Pukul 9 malam, suasana RS Diamond Group nampak sepi. Terlebih di lorong lantai satu yang notabennya diisi banyak ruang petinggi RS dan dokter-dokter senior. Seorang wanita bertubuh ideal, langsing dan tinggi semampai, dengan langkah kakinya bak model catwalk terkenal, terlihat lesu dan murung. Lelah, letih, dan kesal, itulah yang dirasakan wanita bernama Park Jiyeon itu.Langkah gontainya mengundang seorang pemuda yang selalu menjadi prioritas dalam hidupnya, Kim Jaehwan, berlari ke arahnya dan menuntun lengan kurus itu agar Jiyeon bisa berjalan dengan benar.“Ada apa denganmu?” tanya Jaehwan yang merasa ada sesuatu pada Jiyeon. “Apa yang terjadi di sana?” tanyanya lagi.Jiyeon hanya menggeleng. Bukan tidak ingin menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi, tapi dia tidak memiliki daya untuk berkata-kata lagi. Wajah cantik itu kini nampak pucat, matanya terlihat cekung, dan terkadang ia memejamkan mata karena lelah.Melihat kondisi i
Keesokan harinya, ponsel Jiyeon tak henti-hentinya berdering hingga memekakkan telinga. Dalam keadaan setengah sadar, ia melihat nama Mina di layar ponselnya. Pagi sekali kakaknya menelepon. Ini pasti karena ia tidak pulang ke rumah kemarin malam. Ya ampun, dirinya sudah dewasa tapi masih diperlakukan seperti anak kecil. Jiyeon yang masih dalam keadaan bugil dan dibalut dengan selimut tebal milik Jaehwan akhirnya menjawab telepon dari kakaknya.“Ada apa?” tanyanya dengan suara parau karena baru saja membuka mata dari lelapnya tidur.“Kau di mana?” tanya Mina. Bukannya menjawab pertanyaan Jiyeon, dia malah balik bertanya.“Aku tidur di rumah teman. Kemarin malam ada pesta kecil-kecilan untuk merayakan pasien kami yang berhasil sembuh dan sekarang sudah bisa meninggalkan rumah sakit. Aku hendak pulang tapi malam sudah larut. Jadi, aku putuskan tidur di rumah teman. Tenanglah, Kak. Aku baik-baik saja. Hari ini aku masuk siang. Jadwalku
Halaman rumah sakit Diamond Group terlihat sedikit ramai dibanding hari-hari sebelumnya. Cuaca hangat saat ini membuat banyak pasien ingin menikmati sinar matahari yang dapat menyehatkan tubuh dengan kandungan vitamin D. Beberapa pasien berjemur di bawah sinar matahari pagi ini didampingi keluarga ataupun tenaga kesehatan. Di pagi yang hangat itu, seorang laki-laki dengan setelan jas abu terang dan dasi berwarna hitamnya sedang berjalan keluar dari rumah sakit dengan kekesalan dan kekecewaan memuncak di hatinya.Lee Namju tak bisa melupakan setiap kata yang keluar dari mulut Mina beberapa menit yang lalu. “Baiklah, kita tunjukkan siapa yang akan menang,” katanya lirih sembari mengenakan kacamata hitamnya sebelum berjalan menyusuri halaman rumah sakit. Enam langkah dari teras rumah sakit, Namju melihat sosok gadis yang akhir-akhir ini mencuri perhatiannya. Park Jiyeon terlihat tengah asyik mengobrol dengan dua orang pasien di halaman samping rumah sakit. Ia masih m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen