Share

All I Want Is You
All I Want Is You
Penulis: Lillac Rika

Bagian 1

“Hujan cukup deras juga yah pak, berbeda dengan apa yang diberitakan pagi ini.” Ucapnya seraya melihat pada jendela kaca mobil memperhatikan rintik hujan.

Alicya Anastasya Gerald, wanita muda berumur 26 tahun, salah satu nona muda keluarga berpengaruh, sekaligus cucu tuan Ethan Gerald, Presiden Direktur sekaligus pemilik Emperor Group yang terkenal kemampuannya dalam dunia bisnis.

“Iya nona. Pagi tadi, saat saya sedang menonton berita pagi dan berita cuara bersama mang Ujang, katanya hari ini cerah berawan nona.” jawab pak Hadi, supir pribadi Alicya.

“Jalannya pelan-pelan saja yah pak, banyak genangan air di jalan.”

“Baik nona.”

“Istri dan anak pak Hadi sehat?” tanya Alicya memecah keheningan.

“Istri dan anak saya sehat-sehat nona.” Timpal pak Hadi dengan cepat.

“Lalu bagaimana dengan kuliah anak bapak, si Satya? Lancar-lancar sajakan pak?”

Mendengar pertanyaan itu, dengan semangat dan penuh rasa bangga, pak Hadi menjawab, “Tentu saja nona. Ini semua juga berkat dari kebaikan hati nona, anak saya Satya bisa melanjutkan pendidikan dan berkuliah di universitas terbaik milik Emperor Group, saya rasa seribu ucapan terima kasih saya pun rasanya masih kurang untuk segala kebaikan nona pada keluarga saya.”

“Astaga pak Hadi, bapak kan sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri, jadi jangan segan begitu pak.” Ucap Alicya sambil tersenyum mendengar kalimat pak Hadi.

Pak Hadi sedikit melirik ke baca mobil, melihat Alicya melalui kaca itu, “Ketika saya melihat nona, saya teringat akan nyonya Felicya, wajah serta kebaikan kebaikan hati nona sangat mirip dengan beliau, sedang wibawa nona seperti cerminan tuan Albert.”

Hening,

Sadar apa yang ia katakan mengingatkan nona mudanya pada orang tuanya yang telah tiada, pak Hadi merasa sangat bersalah, “Ma-maafkan saya nona, saya membuat nona kembali teringat mendiang tuan Albert dan nyonya Felicya. Maafkan saya nona, saya sama sekali tidak bermaksud seperti it.” Sungguh, pak Hadi menyesali perkataannya yang membuat nona yang ia layani mendadak diam.

“Papa, mama,” lirih Alicya seketika dalam hatinya.

Sadar diamnya membuat pak Hadi panik, Alicya kembali tersenyum, “Sudah pak, saya tidak apa-apa. Bapak jangan terlalu khawatir.” jawab Alicya, “Oh iya, Benarkah menurut pak Hadi, saya sungguh sangat mirip dengan orang tua saya pak?” sambung Alicya lagi.

“Tentu nona! Nona benar-benar perpaduan tuan dan nyonya yang sangat sempurna.” Jawab pak Hadi kembali bersemangat, “Saya teringat kembali saat saya bertemu pertama kali dan bekerja pada tuan dan nyonya, tidak hentinya saya mengucap syukur, melalui uluran tangan tuan dan nyonya saya bisa menyelamatkan keluarga saya. Dan lebih dari itu nona, saya bisa mengobati Satya yang saat itu sangat membutuhkan penanganan medis saat masih bayi.”

Alicya memperhatikan raut wajah pak Hadi yang mulai senduh, mengingat masa lalunya.

“Saya juga berterima kasih atas segala bantuan bapak untuk keluarga Gerald pak, atas kejar keras dan dedikasi bapak pada keluarga saya. Entah bagaimana jadinya kalau keluarga kami tidak di kelilingi orang-orang baik seperti bapak.”

Pak Hadi membalas perkataan Alicya dengan senyuman yang ketulusannya dapat Alicya rasakan, dan berucap, “Saya akan terus berusaha bekerja dengan baik nona, walaupun hanya tenaga yang dapat saya berikan pada nona dan tuan Ethan.”

“Itu sudah lebih dari cukup pak.” Jawab Alicya.

Alicya kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela kaca mobil, seketika ia berteriak mengintruksi agak pak Hadi menghentikan laju mobilnya.

“Pak Hadi, berhenti pak!” teriak Alicya seketika. Pak Hadi yang mendengar itu refleks menginjak rem.

“Tunggu disini pak.” Ucap Alicya sembari membuka pintu mobilnya dan berlari kearah halte bus yang tidak jauh dari jalan raya.

“Nona, nona mau kemana?” Tanya pak Hadi, tapi tidak mendapatkan jawaban dari alicya.

Dengan sigap Alicya menutup tubuh gadis muda yang pakaiannya sepenuhnya telah basah oleh guyuran hujan menggunakan blazer yang ia bawa sebelumnya, “Hey, apa kamu tidak apa-apa?” tanya Alicya pada gadis muda yang tengah duduk di halte bus seorang diri itu.

Gadis itu melihat kearah Alicya, lama menatapnya dan merasa bahwa Alicya bukan orang jahat, ia pun mengeluarkan suaranya yang bergetar karena kedinginan, “A-aku ngak tau mau kemana kak, aku juga ngak mau pulang dan bertemu dengan kakak, dia hanya bisa memarahiku saja, tiada hari tanpa dia meninggikan suaranya padaku,” gadis itu terlihat mulai terisak.

Alicya yang mendengar penuturan gadis itu hatinya merasa terenyuh, tanpa pikir panjang ia merangkul gadis untuk menenangkannya.

Setelah beberapa saat, Alicya mengutarakan maksud baiknya, “Bagaimana kalau kamu ikut denganku dulu, tidak baik jika seorang anak gadis remaja berkeliaran di saat seperti ini, tubuhmu juga sudah sangat kedinginan,”

Gadis itu terdiam, bingung antara ingin menerima tawaran Alicya atau tetap berdiam diri di halte bus itu, menunggu kakaknya untuk menjemput seperti  biasa jika mereka sedang bertengkar. “Aku sudah sangat kedinginan, kakak biasanya langsung mengejarku saat aku pergi, apa saat ini kakak sudah tidak memperdulikan aku?” lirih gadis itu dalam hatinya sembari memikirkan lagi tawaran Alicya.

Alicya yang melihat gadis itu tampak berpikir keras, ia pun berkata, “Tenang saja, kamu bisa percaya padaku,” Alicya lalu mengeluarkan telepon genggam dan kartu Namanya, “Kamu boleh memegang telepon genggam dan kartu nama ku jika kamu ragu, jadi ayo kita segera pergi dari tempat ini, tubuh mu benar-benar sudah sangat kedinginan. Jika kamu masih terus berada disini, kamu akan jatuh pingsan tanpa ada yang menolong mu.”

Gadis itupun mengangguk, tanda ia mengiyakan tawaran pertolongan dari Alicya. Alicya pun kembali merangkul gadis itu. Suduh cukup basah tubuh gadis itu pikirnya, jika terkena dinginnya air hujan lagi, tubuhya benar-benar akan jatuh sakit.

Dalam perjalanan pulang, gadis itu terlelap dengan posisi kepalanya diatas pangkuan Alicya. Alicya menutupi tubuh gadis itu dengan selimut yang ada didalam mobilnya. Dia memang ada selalu membawa selimut kemanapun, itu sudah menjadi kebiasaan Alicya sedari dulu.

Ketika Alicya dan gadis itu berlalu dari halte bus, mobil sedan mewah Marcedes Benz berhenti tepat di halte bus itu juga. Dalam mobil mewah itu, duduk seorang lelaki dengan aura yang benar-benar mendominasi. Arogan terkesan dingin.

“Kemana lagi anak itu pergi, sampai kapan dia akan terus kekanakan seperti ini?”.Gumam lelaki itu.

“Aron, jangan bilang kalau kau tidak meletakan alat pelacak dibenda yang sering anak itu bawa?” tanyanya pada sekertarisnya itu.

“Tentu saya sudah mengantisipasi hal itu tuan, tapi nona berlari tanpa membawa apapun bahkan benda-benda berharga seperti dompet dan telepon genggamnya ia tinggalkan dalam tas yang ada di sofa tuan.” Jawabnya dengan cepat.

“Ck. Anak itu tidak pernah tidak membuatku kesulitan.” Cibirnya mengingat adiknya yang entah di mana sekarang. Adiknya akan seperti itu jika dirinya memarahi gadis itu. Bukan karena apa, jika gadis itu terlalu dimanja, dia tidak akan bisa bertahan di keadaan tertentu mengingat posisi mereka berdua akan selalu dalam ancaman yang bisa kapan saja menimpa mereka.

“Dimana kamu Kiara? Jangan buat kakak khawatir. Kakak harus mencarimu kemana lagi?” ucapnya dalam hati, bohong jika ia tidak khawatir pada adiknya, satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang.

Beberapa saat kemudian, telepon genggam Aron bergetar tanda ia mendapat panggilan masuk. Dia melirik smartwatch yang melekat dipergelangannya lalu menyentuh earphone yang terpasang ditelinganya.

“Bicaralah,”

“. . . .”

“Apa kau yakin?”

“. . . .”

“Baiklah. Kalian tetap di sana, aku akan segera menuju kesana bersama Tuan Adam.”

Setelah mengakhir panggilan itu, Aron pun langsung menyampaikan laporan yang disampaikan salah satu pengawal yang ia kerahkan untuk mencari nona mudanya, “Tuan, salah satu pengawal kita melihat seorang gadis yang mirip nona Kiara menaiki sebuah mobil mewah bersama seorang wanita muda, namun dengan terpaksa harus berhenti karena tidak memiliki akses masuk karena mobil itu memasuki kawasan elite Paradise Hills di ujung kota milik Tuan Jeremy.”

Mendengar itu Adam menyunggingkan bibirnya, “Apa yang perlu kau cemaskan? Paradise Hills milik Jeremy. Siapa Jeremy siapa aku. Hubungi Jeremy aku akan bicara padanya.”

“Baik tuan.” Dengan cepat Aron menghubungi Jeremy.

Sedang di ujung telfon sana, Jeremy yang sedang berada di sebuah club kelas atas mengangkat panggilan masuk di telepon genggamnya.

“Yo, Adam. What’s up bro?” ucap pria di ujung telepon sana.

“Beri aku akses ke Paradise Hills sekarang juga.”

Tut, panggilan itu berakhir begitu saja, pria yang menerima perintah itu pun tertawa kecil dengan sikap tanpa basa basi sahabatnya. Dan ia paham pasti akan sifat Adam yang seperti itu. Tapi yang membuatnya bingung adalah untuk apa Adam ingin ke tempat itu lagi, “Ada apa dengan pria kaku ini? bukankah tempat itu tempat yang sangat hindari untuk ia datangi lagi?” Jeremy menggelengkan kepalnya tidak ingin memikirkan alasan Adam. Dia pun dengan cepat mendial bawahan yang menangani Paradise Hills untuk memberi akses masuk untuk Adam.

Setelah beberapa menit perjalanan, Adam pun tiba di Paradise Hills, di sana sudah ada pengawalnya yang telah menunggunya. Sekretarisnya dengan sigap turun menemui pengawal itu, sedang Adam menunggu di dalam mobil. Dia bersandar sambil memejamkan matanya. Dia nampak sangat lelah terlihat dari rambutnya yang sedikit tidak beraturan.

Aron yang telah mendapat informasi tentang keberadaan Kiara segera melaporkan informasi yang ia dapatkan, “Tuan, menurut informasi, nona Kiara sedang berada di salah satu rumah itu. Tapi tuan,” Aron mengentikan sejenak perkataannya. Ia tampak ragu mengatakan kalimatnya selanjutnya.

“Ada apa?” tanya Adam dengan nada suara yang dingin tidak suka mendengar perkataan Aron yang terhenti. Aron yang menyadari itu melanjutkan ucapannya, “Rumah yang dimasuki nona Kiara bukan rumah sembarang orang tuan. Rumah itu adalah kediaman tuan Ethan Gerald, Presiden Direktur sekaligus pemilik Emperor Group.” sambung Aron menyelesaikan perkataannya.

Adam mengerutkan kening mendengar laporan dari Aron, seketika ia membuka mata, “Apa? Ethan Gerald? Bagaimana bisa Kiara berada di rumah itu. Lalu, siapa wanita muda yang bersama Kiara?” tanya Adam bingung. 

Setelah berpikir sejenak dan tidak kunjung menemukan jawaban atas pertanyaan dalam kepalanya, Adam memberi perintah pada Aron. “Mau bagaimana lagi. Masuklah, dan minta untuk bertemu tuan rumah.”

“Baik tuan.” Setelah itu Aron bersama seorang pengawal menuju pos keamanan dan berbicara pada seorang penjaga di pintu gerbang kediaman keluarga Gerald. Setelah menyampaikan maksud kedatangannya, penjaga keaman itu nampak menelpon untuk melaporkan kedatangan Adam yang mendadak itu. setelah panggilan singkat tersebut, penjaga keamanan itu menyampaikan pesan, untuk memperbolehkan Adam untuk masuk. “Tuan Tom, sekretaris tuan besar, menunggu anda tuan, silahkan.” Aron pun  kembali dan melapor pada Adam bahwa mereka telah mendapat izin untuk bertamu.

Di depan pintu rumah berukuran besar itu, terlihat seorang pria berkarisma, dia adalah orang kepercayaan tuan Ethan Gerald. Yaitu sekretarisnya, Tom.

Adam pun turun dari mobilnya. Dengan sedikit gerakan merapikan setelan jas dan lengan bajunya, tidak ingin menambahkan kesan buruk setelah bertamu secara mendadak tanpa membuat janji terlebih dahulu dengan penampilan yang buruk.

“Selamat datang di kediaman Gerald, tuan Adam.” Sekretaris Tom mengulurkan tangan menyambut kedatangan Adam sebagai formalitas.

“Selamat sore sekretaris Tom. Maaf aku harus bertamu secara mendadak dan mengganggu waktu istirahat Tuan Ethan.” Jawab Adam menyambut uluran tangan sekretaris Tom.

“Saya yakin kedatangan tuan kesini tidak hanya kedatangan tanpa arti. Mengingat tuan datang tanpa membuat janji terlebih dahulu.” Sarkas sekretaris Tom menatap lekat pada Adam. Adam sedikit menyeringai mendengar perkataan seorang sekretaris Tom yang terkenal akan kalimat pedas yang sering ia lontarkan.

“Silahkan ikuti saya, tuan besar menunggu anda di ruang kerja beliau.” Sambung sekretaris Tom tanpa basa-basi lagi.

Sekretaris Tom berjalan di depan, menuntun Adam dan Aron yang berjalan mengikuti di belakang Adam.

Setelah sampai di depan pintu kayu yang lumayan besar, Sekretaris Tom langsung mengetuk dan meminta izin untuk masuk.

Tok, tok, tok,

“Permisi Tuan. Saya datang bersama tuan Adam dan sekretarisnya.”

Setelah beberapa saat, terdengar suara dari dalam ruangan itu. “Masuklah, Tom.”

“Baik tuan.”

Pintu kayu besar itu pun terbuka, menampakan seorang pria tua, namun masih memiliki kharisma yang benar-benar sangat luar biasa. Rambut putih keabuan namun masih tetap tertata rapi, alis tebal dan tatapan mata yang tajam terlihat ramah namun tidak bisa dianggap remeh juga menandakan bahwa ia seorang yang sangat jeli menganalisa segala sesuatu. Rahang tajam yang menampakan ketampanannya dan juga fisik yang masih bugar di usia yang sudah tidak muda lagi. Ya, dia adalah Tuan Ethan Gerald, Presiden Direktur sekaligus pemilik kerajaan bisnis Emperor Group. Pengusaha yang sudah menyelami dunia bisnis. Gelap terangnya dunia bisnis sudah ia lewati.

“Hoho, tuan Adam Jonhsam, masuklah.” Tuan Ethan mempersilahkan Adam untuk memasuki ruang kerjanya. “Tom, sampaikanlah pada pelayan untuk menyediakan suguhan untuk tamu tak diundang kita. Kita harus menjamu tamu dengan baik bukan?” sarkas Tuan Ethan sembari tersenyuman ramah penuh makna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status