Share

Ambil Saja Suamiku
Ambil Saja Suamiku
Author: dtyas

Prolog

Author: dtyas
last update Last Updated: 2025-02-09 22:02:30

Lelah, itulah yang Luna rasakan. Hampir sebulan ini ia harus pulang lebih lambat karena lembur. Ketika ada proyek selesai maka ia dan rekan satu tim akan sibuk mengaudit hasil laporan proyek.

Sebenarnya ia hanya staf, tapi dua bulan lalu diangkat menjadi wakil manager. Tentu saja apa yang harus dikerjakan dan tanggung jawabnya semakin berat. Selama ia bekerja menjadi tulang punggung menggantikan suaminya yang masih pengangguran, hubungan mereka terasa hambar.

Beruntung Irwan tidak menuntut untuk selalu dilayani karena saat tiba di rumah tubuhnya begitu letih. Hari ini ia izin untuk pulang lebih cepat dan kebetulan besok hari libur. Luna tersenyum membayangkan akan melakukan banyak hal dengan suaminya. Pergi berdua setelah cukup lama meluangkan waktu bersama, mungkin cek in di hotel yang harga kamarnya masih terjangkau dengan isi dompet atau makan malam romantis dan menonton. 

“Mas Irwan pasti kaget dengan kejutan aku.”

Tiba di rumah, ia melihat motor suaminya terparkir artinya pria itu ada di dalam. Beni keponakannya sibuk dengan mobil remote yang ia belikan minggu lalu.

“Beni, Bunda kamu kemana?”

“Tidak tahu tante, tadi sih bercanda sama Om Irwan di dapur,” sahut Beni yang sibuk menggerakan mobil dengan remotenya.

Bercanda. Mas Irwan bercanda dengan mbak Sherin di dapur, batin Luna.

Mungkin saja kakaknya memasak untuk makan malam dan Irwan bantu sesuatu. Berusaha mengenyahkan prasangka buruk dari pikirannya. Bagaimanapun juga ia percaya dengan sang suami yang setia kepadanya. Menikah karena saling cinta meski hampir dua tahun pernikahan belum juga diberikan momongan.

Dengan langkah pelan Luna menuju dapur dan tidak menemukan siapapun di sana. Bahkan tidak ada jejak kalau dapur baru saja digunakan untuk memasak. Menoleh ke arah meja makan yang terlihat rapi, hanya ada setumpuk piring bersih juga penghangat nasi dan perangkat makan lainnya. Namun, tidak ada makanan atau masakan tersaji di sana.

“Mas Irwan pasti ketiduran.” Dengan langkah pasti dan wajah tersenyum, Luna menuju kamarnya.

“Mas,” panggilnya saat membuka pintu. Tidak ada Irwan di sana. Ranjangnya pun masih rapi seperti saat ia tinggalkan tadi pagi. “Kok, nggak ada.”

Menghubungi ponsel suaminya, ternyata ada di meja rias. Kalau tidak membawa ponsel, artinya Irwan tidak pergi jauh. Bahkan motornya juga ada di depan rumah.

Brak.

Terdengar suara dari kamar sebelah, tepatnya kamar Sherin. Berharap sang kakak tahu kemana Irwan pergi. Luna pun keluar dari kamar menuju kamar sebelah. Langkahnya terhenti mendapati kaos teronggok di lantai dan langsung memungutnya.

“Ini kaos Mas Irwan.”

Terdengar suara cekikikan dan itu suara Sherin, tapi dengan siapa Sherin sampai terkikik bak kuntilanak di tengah malam. Mulut Luna hendak memanggil kakaknya, tapi urung mendapati kamar itu tidak tertutup rapat.

“Ahhh, terus sayang.”

Dahi Luna mengernyit, siapa yang dipanggil sayang oleh sang kakak.

“Ehm, lebih cepat. Aahhh.” Rasanya tubuh Luna bergidik mendengarkan desahan Sherin bersahutan dengan derit ranjang karena gerakan penggunanya. Sebagai seorang istri Luna paham kalau suara ranjang dan racauan Sherin karena kegiatan percintaan. Hanya saja dengan siapa Sherin melakukannya, wanita itu tidak terlihat dekat dengan pria manapun setelah bercerai apalagi melakukan itu di rumah. Sungguh perbuatan hina.

Tangan Luna sudah berada di pintu ingin mendorong lebih dalam.

“Sherin, kamu luar biasa … nikmat.”

Deg.

Jantung Luna rasanya ingin berontak keluar dari tubuh mendengar suara barusan. Suara Irwan suaminya. Artinya Sherin dan Irwan ….

“Ah, terus sayang aku hampir sampai.” Racauan Sherin diiringi dengan desahan dan erangan saling bersahutan. Tubuh Luna gemetar mendengarnya bahkan kedua lutut seakan tidak bertulang membuatnya mendadak lemas.

Tidak ingin menerobos masuk dan menyaksikan percintaan panas perselingkuhan laknat tersebut. Ia masih berdiri mematung di depan pintu, bahkan untuk menghindar pun rasanya tidak sanggup.

Tidak terasa air matanya menetes membasahi pipi, tidak menduga ia dikhianati. Selama ini berusaha mempercayai suaminya meski kadang ragu karena omongan tetangga atau melihat interaksi aneh suami dan kakaknya.

“Kamu memang luar biasa, besok lagi ya.”

“Pasti dong, kalau perlu dari pagi. Beni kamu suruh main kemana kek.” Suara Irwan dengan siasat dan rencana menjijikan mereka.

Terdengar suara gelak tawa dan langkah mendekat lalu pintu terbuka.

“Luna,” ucap Irwan.

“Eh, Luna, kamu sudah pulang."

“Sejak kapan dan mau sampai kapan kalian bohongi aku?” tanya Luna dengan teriakan.

“Luna kamu salah paham,” ujar Irwan langsung menghampiri dan memegang lengan istrinya, tentu saja langsung dihempas.

“Jangan sentuh aku setelah kamu sentuh dia, aku jijik.”

“Luna, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Irwan tidak macam-macam, dia hanya bantu pasang bohlam.” Sherin ikut mendekat dan berusaha menjelaskan situasi mereka, tentu saja kebohongan yang keluar dari mulut wanita itu.

“Bohlam di selangkangan kamu? Aku dengar semua percakapan kalian yang menjijikan tadi,” pekik Luna. “Dengan naif aku ingin beri kejutan untuk kamu mas, nyatanya aku yang terkejut.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ambil Saja Suamiku   54. Penyerangan

    “Mbak Luna, maaf. Saya hubungi ke atas katanya udah keluar istirahat. Orangnya maksa, sudah saya bilang janjian dulu,” jelas salah satu staf resepsionis.“Nggak pa-pa. Di mana ya?” tanya Luna, pandangannya ke arah pintu lobby. Tidak menduga siapa yang datang mencarinya.“Saya minta tunggu di sana!” staf itu menunjuk ke arah sofa area tunggu. “Ah itu dia, kayaknya dari toilet.”Luna menatap ke arah yang ditunjuk lalu mengernyitkan dahi. “Mama,” ucapnya.“Mbak kenal?”“iya, aku temui dulu. Makasih ya,” ujar Luna. Kalau ditanya apa ia mau menemui ibu mertuanya, tentu saja tidak. Saat ini ia tidak ingin bertemu dengan siapapun yang berhubungan dengan Irwan.Namun, sudah terlanjur sudah ada di sini. Di usir pun tidak enak. Kecuali dia sedang tidak ada di tempat. Luna menghampiri, raut wajah mama Irwan terlihat tidak bersahabat saat pandangan mereka bertemu.Sekesal apapun, wanita itu adalah orang tua Irwan. Statusnya masih ibu mertua.“Mah,” sapa Luna lalu meraih tangan wanita itu untuk c

  • Ambil Saja Suamiku   53. Tamu Tak Diundang

    “Makasih ya Ceng,” seru Ibu menerima kunci mobil dari Aceng.“Sama-sama mpok. Aye pulang dulu ya.”“Iya,” sahut Ibu lalu mengantar sampai pagar dan merapatkan pintu.“Ibu dari mana?” tanya Sherin saat Ibu menutup pintu depan.Hampir pukul delapan malam ibunya datang diantar oleh Aceng orang kepercayaannya di toko.“Bertemu Luna,” jawab Ibu.“Kenapa nggak dia aja suruh ke sini, orangtua dikerjain,” gumam Sherin.“Ibu tidak merasa dikerjai oleh anak sendiri. Malah ibu yang minta kami bertemu di luar saja, demi kenyamanan dia. Kamu tunggu, ada yang harus dibicarakan. Ibu ganti baju dulu.”Melihat ibunya sudah ke kamar, Sherin bergumam mengejek kebijakan ibunya. Menurut dia, ibu pilih kasih. Merasa seperti tahanan saja, tidak dibebaskan keluar rumah kecuali atas izin dari sang ibu.Ibu keluar dari kamar sudah berganti daster yang lebih nyaman. Menuju sofa ruang tamu dan memanggil Sherin untuk ikut duduk.“Mana Beni?”“Udah tidur, dari sore ngambek mau ketemu Luna. Aku hubungi tidak aktif,

  • Ambil Saja Suamiku   52. Menyangkal

    “Apa, hamil?”Luna mengangguk pelan menatap sendu ibunya. Salamah pun tidak bisa berkata-kata, ia bingung harus bersikap bagaimana antara senang dan sedih. Hanya bisa mengerjapkan matanya.“Bu,” panggil Luna. “Ibu tidak senang aku hamil?”“Senang, tentu saja ibu senang. Tambah cucu dan ini juga keinginan kamu ‘kan?” tanya Ibu sambil mengusap pipi Luna. “Tapi … kamu bilang mau cerai. Lalu bagaimana dengan anakmu nanti.”“Bukannya aku egois, tapi aku tetap ingin pisah dengan Mas Irwan. Banyak anak-anak yang tetap bahagia meski dilahirkan dari keluarga pasangan yang berpisah. Anakku nanti tidak akan kekurangan kasih sayang, ibu bantu aku dan semangati aku bu,” rengek Luna.“Pasti sayang, pasti ibu bantu. Mana mungkin ibu tidak bantu kamu.” Ibu kembali mengusap punggung tangan putrinya. Kehamilan dijalani Luna pasti akan berat. Harusnya ia didampingi suami tercinta, tapi ada masalah diantara mereka.Cukup berbincang, Luna dan Ibunya memutuskan untuk pulang.“Jaga diri baik-baik, hubung ib

  • Ambil Saja Suamiku   51. Aku Hamil

    “Saya tidak terima, kalian menginjak-injak harga diri Irwan sama saja menghina kami. Kalaupun Irwan belum bekerja, kami masih sanggup membiayai kebutuhan Irwan juga Luna,” teriak Mama Irwan.Perdebatan itu terjadi di beranda rumah, tentu saja didengar oleh tetangga depan dan samping rumah. Belum reda keluarga Luna menjadi omongan tetangga, ditambah dengan kedatangan orang tua Irwan yang langsung mencak-mencak merasa tidak bersalah.“Siapa menghina kalian, seharusnya aku dan Luna yang terhina,” seru Ibu Salamah berusaha tetap tenang.“Mah, sudah, kita bicarakan baik-baik. Jangan begini, malu dilihat tetangga,” ujar Papa Irwan.“Biarkan saja, biar mereka yang malu.”“Aku tidak malu, justru seharusnya kalian yang malu. Bertamu langsung teriak seperti orang kesurupan.”“Wajar kesurupan, di sini banyak setan.”Salamah hanya bisa mengurut dada menanggapi besannya atau calon mantan besan. Sepertinya ia tidak sanggup kalau Irwan dan Luna berbaikan dan kembali berbesanan dengan keluarga itu.“

  • Ambil Saja Suamiku   50. Keputusan Luna

    “Aku … aku tetap ini cerai.” Luna menghela nafas setelah mengatakan itu.Sangat yakin dengan keputusannya. Apa yang dilakukan oleh Irwan sangat fatal, mengingkari janji suci pernikahan mereka. Membiarkan Luna menjadi tulang punggung padahal ia adalah tulang rusuk, sudah tidak masuk akal. Ditambah lagi Irwan berkhianat.Yang paling menjengkelkan, baik Irwan ataupun Sherin tidak terlihat menyesal akan kesalahan mereka. Kalaupun Irwan memohon mohon, terlihat tidak tulus. Jika Irwan meminta maaf, Luna akan maafkan, tapi tidak akan bisa melupakan kejadian itu dan keputusannya akan tetap sama.“Lo yakin?” tanya Ratna lagi dan dijawab Luna dengan anggukan. “Mungkin agak aneh kalau gue kasih saran, karena menikah juga belum. Tapi coba lo bicara lagi sama keluarga lo. Ibu atau dengan Irwan juga.”“Tentu saja, aku akan bicara dengan mereka.”“Apapun keputusan lo nanti, gue selalu dukung lo.”Luna tersenyum. “Terima kasih ya.”Ratna beranjak membereskan peralatan makan mereka, sudah sepakat sebe

  • Ambil Saja Suamiku   49. Pisah Atau Bertahan

    “Jangan diam saja, kamu serius diusir?”“Aku … mana barang-barangku?”“Di depan. Jadi kamu beneran diusir Luna? Beraninya dia, sudah merasa hebat bisa cari uang sendiri. Coba hubungi dia, mama mau bicara.”Irwan keluar dari kamar melewati ibunya yang masih geram dengan ulah Luna. Mengambil koper dan tas yang ada di beranda lalu di bawa ke kamar.“Irwan, mama serius. Ayo hubungi Luna, mama mau bicara.”“Sudahlah mah. Nanti saja, tunggu keadaan lebih tenang. Saat ini mereka sedang emosi,” jelas Irwan. Menutupi kenyataan yang sebenarnya.“Sekarang mama juga emosi. Apa maksudnya barang-barang kamu diantar begini, apa Luna ingin pisah dari kamu.”Irwan mengusap kasar wajahnya. Ia belum memikirkan masalah itu, Luna juga tidak mengatakan apa-apa saat ia hengkang dari rumah. Paling buruk memang mereka bercerai, tapi Irwan yakin Luna akan luluh. Untuk saat ini ia hanya perlu mengalah dan menjauh, ada masanya amarah Luna mereda.‘Dia terlalu cinta, nggak mungkin bisa pisah denganku,’ batin Irwa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status